Selasa, 05 Desember 2017

MAKALAH BAHASA KELOMPOK 6


BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Kata “bahasa” sudah tidak asing lagi dalam telinga kita. Setiap hari kita tidak bisa  lepas dari kegiatan komunikasi baik itu secara lisan, tertulis, ataupun dengan isyarat. Ketika melakukan komunikasi manusia selalu menggunakan bahasa. Setiap masyarakat memiliki bahasa yang berbeda-beda.A
Dan bahasa adalah media atau perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Bahasa?
2.      Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa?
3.      Apa implikasi Bahasa terhadap perspektif neurosains kognitif?

C.    Tujuan
1. untuk memahami bahasa dalam psikologi kognitif
2. untuk memahami tahap-tahap perkembangan bahasa
3. untuk memahami neurosains kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

Kata-Kata dan Makna
          Manusia mengetahui kata sekitar 60.000 kata yang tersedia yang tersimpan dalam verbal kita. Bahasa mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Struktur Tata Bahasa
       Sebuah area yang tak kalah penting berkaitan dengan cara kata-kata disusun menjadi frase dan kalimat. Kata-kata dapat digabungkan menjadi sebuah kombinasi, sekalipun untuk menyampaikan ide yang sama. Secara teknis, studi tata bahasa mencakup area fenologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Dasar Neurologid bagi Bahasa
          Salah satu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi kasus klinin pada tahun 1861. Saat itu seorang dokter bedah Prancis yang masih berusia muda bernama Paul Broco melakukan observasi terhadap seorang pasien yang mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan neurologis. Tanpa adanya teknologi pencitraan modern, para dokter waktu itu hanya mampu melakukan pembedahan, dalam pembedahan tersebut. Broco menemukan cidera di bagian lobus frontalis kiri otak atau area broco, saat itu diketahui bahwa frontal kiri terlibat dalam proses berbicara. Sedangkan area wernicke mengurangi kemampuan untuk memahami kata-kata lisan dan tulisan, namun pasien tersebut masih mampu berbicara secara normal. Dengan kata lain orang mengalami kerusakan di area wernicke masih mampu berbicara dengan lancer, namun tidak mampu memahami ucapan orang lain.
Hierarki Linguistik
          Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topik pembelajaran meliputi struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-makna, dan tata bahasa dalam percakapan. Psikolonguistik menggabungkan pendekatan psikologi dan linguistic.
          Para ahli linguistic menggambarkan sebuah kerangka kerja bahasa yang bersifat hierarkis (berjenjeng). Para ahli tersebut memiliki minat dalam pengembangan sebuah model bahasa mencakup isi, struktur dan proses bahasa. Hierarki linguistic berkisar dari komponen-komponen yang fundamental ke komponen-komponen gabungan hingga ke komponen-komponen yang sangat rumit. Dengan kata lain,unit-unit suara dan unit-unit makna memiliki jenjang kerumitan yang semakin meningkat.
Fenom
          Sebuah fenom adalah unit dasar bahasa lisan yang saat digunakan sebagai sebuah unit tunggal tidak memiliki makna sama sekali. Fenom adalah suara suara tunggal dalam percakapan yang dipresentasikan oleh sebuah symbol tunggal. Fenom dihasilkan oleh kordinasi yang rumit dari paru-paru, pita suara, larynx, bibir, lidah, dan gigi. Ketika semua organ tersebut bekerja dengan baik maka suara yang dihasilkan akan dipresepsi dan dipahami dengan cepat oleh pendengar yang yang menguiasai bahasa yang diucapkan pembicara.
          Fenom dapat berupa huruf hidup atau konsonan, bunyi-bunyi yang membentuk percakapan dapat diklarifikasikan sebagai bunyi yang diucapkan atau bunyi yang tidak disuarakan. Bunyi percakapan yang dihasilkan oleh koordinasi paru-paru, thoraks, lidah, dan organ lainya diklarifikasikan sebagai bunyi yang disuarakan atau yang diucapkan.
Morfem
          Morfem adalah unit terkecil yang memiliki makan, morfem dapat berupa kata-kata atau bagian kata seperti awalan atau akhiran, atau kombinasi. Morfom dapat berbentuk bebas atau terikat. yang bebas adalah yang berdiri sendiri sedangkan terikat adalah bagian-bagian kata.
Morfologi
          Morfologi studi mengenai struktur kata-kata. Yang dibentuk dari kombinasi morfom. Namun komposisi yang sangat luas pada morfom akan diatur ketat oleh batasan-batasan linguistic.


Sintaksis
          Sintaksis adalah peraturan yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam frase atau kalimat, jumlahnya hanya dibatasi oleh waktu dan imajinasi saja, dan keduanya tersedia sangat berlimpah. Dalam memahami bahasa dapat dibedakan menjadi dua aspek, produktivitas mengacu pada ketidak terbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang mungkin muncul dalam suatu bahasa, dan sifat keteraturan atau regularitas mengacu pada pada kalimat, pola, ucapan.
Tata Bahasa Transformasional
          Tata bahasa transformasional berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam dalam bentuk linguistic yang mungkin mempertahankan makna yang sama. Contoh :
Kucing itu dikejar anjing
Anjing itu mengejar kucing
Keduanya adalah kalimat yang tepat dan memiliki makna yang sama. Dan ketika para partisipan diminta untunk memberikan rating terhadap keyakinan mereka akan benar-tidaknya suatu kalimat, ditemukan bahwa kalimat yang memiliki empat proposisi memiliki rating tinggi, sedangkan kalimat yang memiliki tiga proporsi mendapatkan rating lebih rendah. Sedangkan paling sedikit kalimat, semakin rendah rating yang diberikan partisipan. Bahkan kalimat yang memiliki satu proporsi mendapatkan rating yang negatif.


Proposisi
          Sejumlah ahli mengasumsikan keberadaan suatu struktur dalam berada di bawah struktur permukaan suatu bahasa, yang mengikuti perataran transformasi yang sistematis. Seperti :
Satu
Semut di dapur
Jeli di atas meja
Jeli tersebut manis
Semut memakan jeli
Dua
Semut di dapur memakan jeli
Semut memakan jeli yang manis
Jeli yang manis berada di atas meja
Semut memakan jeli yang ada di atas meja
Tiga
Semut memakan jeli manis yang ada di atas meja
Semut di dapur memakan jeli yang ada di atas meja
Semut di dapur memakan jeli yang manis
Empat
Semut di dapur memakan jeli manis yang berada di atas meja
Dari semua kata-kata tersebut digabungkan dan dibolak-balik tetapi tetap memiliki makna yang sama antara satu, dua, tiga, dan empat itu yang dinamakan proposisi.
Psikolinguistik
Nature vs Nuture
Dalam aspek teori Chomsky bahwa gagasan tentang komponen yang paling penting dari bahasa bersifat bawaan. Yang berlawanan dengan Skinner yang bahwa bahasa diperoleh melalui pembelajaran. Sedangkan kaum behaviouris meyakini bahwa bahasa berkembang melalui penguatan. Namun, Chomsky menyatakan bahwa kata-kata tertentu memang diperoleh melalui penguatan, tetapi saat kata-kata tersebut digabungkan dan membentuk kalimat maka kalimat tersebut dikendalikan oleh aturan-aturan yang bersifat universal.
Menurut Chomsky bahwa penguatan semata tidak dapat menjelaskan bagaimana seorang anak mampu menghasilkan sebuah kalimat yang memiliki tata bahasa yang sempurna, sedangkan anak itu belum pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya. Teori Chomsky tidak semata-mata menyatakan bahwa suatu sistem tata bahasa yang spesifik yang bersifat bawaan melainkan bahwa kita memiliki sebuah skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana pemrosesan informasi dan pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa kita. Fenomena tersebut mungkin terkait dengan perkembangan biologis dari perangkat perolehan bahasa yang disingkat LAD. LAD adalah sebuah struktur kognitif yang berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.
Hipotesis Relativitas-Linguistik
Penekanan Chomasky pada universalitas linguistik adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi kinerja linguistik yang umum didapati disegala bahasa. Gagasan yang menyatakan bahwa bahasa kita mempengaruhi persepsi dan konseptualisasi realita dikenal sebagai hipotesis relativitas-linguistik. Gagasan tersebut juga dikenal dengan nama hipotesis Whorf, yang berdasarkan sebuah penelitian mendetail dari Benjamin Lee Whorf yang menyimpulkan bahwa suatu benda yang direpresentasikan oleh suatu kata akan dipahami secara berbeda oleh orang orang yamg memiliki bahasa yang berbeda dan penyebab perbedaan  cara pandang terhadap realita itu tak lain adalah hakikat bahasa itu sendiri.
Seluruh manusia normal memiliki organ-organ fisik yang sama, dengan demikian perbedaan dalam pemrosesan mental terhadap warna berkemungkinan disebabkan oleh perbedaan antara sandi-sandi bahasa yang berbeda. Yang dalam sejumlah penelitian mendukung gagasan tersebut. Hipotesis Whorf menyatakan bahwa realitas fisik diterjemahkan berdasarkan representasi internal terhadap realita menjadi persepsi yang konsisten dengan struktur kognitif yang bersifat lebih permanen. Yang salah satu cara menstrukturkan informasi dalam otak berkaitan dengan sandi-sandi bahasa spesifik yang akan berbeda setiap manusia karena keunikannya. Yang pada sudut pandang ini Whorf mendapatkan kritik yang hebat dari sejumlah pihak.
Bukti yang menentang hipotesis Whorf yakni Heider dan Rosch bahwa ketidak sesuaian jika bahasa memang sungguh-sungguh menentukan persepsi, karena jika itu memang benar maka orang-orang akan mengalami kesulitan mengingat warna pokok dan campuran. Serta terdapat pula hipotesis Whorf  bahwa semakin signifikan sebuah pengalaman kita semakin beragam pula cara pengalaman tersebut diekspresikan dalam bahasa kita. Dengan demikian budaya pun menjadikan pengaruh karena tiap budaya memiliki bahasa yang berbeda pula.
Bahasa dan Neurologi
Studi landasan neurologis bagi bahasa telah dilaksanakan melalui sejumlah cara, termasuk pemeriksaan klinis terhadap pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak (misalnya area Broca dan Wernicke). Cara-cara lain mencakup stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur-prosedur psychosurgery (pembedaan terkait eksperimen psikologi), pemeriksaan farmaseutikal, dan teknologi pencitraan.
Neurologis otak telah dipelajari menggunakan sejumlah teknik, termasuk pelacakan elektronik dan pemindaian PET. Studi-studi neurologis mengenai bahasa menunjukkan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region diotak diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman dalam membaca adalah proses memahami makna materi tertulis. Studi-studi fiksasi mata mengindikasikan bahwa pemahaman dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kata-kata yang langka, integrasi klausa-klausa yang penting, dan penyusunan kesimpulan. Pengetahuan, yang dapat diperoleh melalui pengalaman historik maupun situasional, juga mempengaruhi pemahaman. Sebuah model pemahaman (Kintsch) mengandung gagasan bahwa para pembaca memahami materi tertulis berkenaan dengan proposisi dan skemata sasaran.
Stimulasi Elektrik
Dalam pembedahan tersebut, para peneliti memberikan aliran listrik bertegangan rendah ke area-area pemrosesan bahasa, seperti area Broca, area Wernicke, dan sejumlah area di korteks motorik.          
Pemindaian PET
Teknik ini tidak bersifat invansive, dan dapat diterapkan pada orang yang sehat. Dalam studi tersebut, kata-kata yang diucapkan secara lisan menimbulkan aktivasi di korteks temporoparietal. Hasil penelitian ini seluruhnya konsisten dengan studi-studi neurologis sebelumnya. Ketika partisipan diberi kata palu misalnya partisipan akan diminta untuk menyebutkan kegunaannya.
Membaca
Dengan meminta partisipan untuk mengamati serangkaian huruf dan kata selama 10 milidertik, catell menemukan bahwa kemampuan partisipan untuk mengenali dan melaporkan huruf-huruf tidaklah terkait dengan jumlah huruf yang ditampilkan, melainkan lebih terkait dengan pemaknaan urutan huruf-huruf terseburt. Seorang partisipan yang dipaparkan pada huruf yang tidak saling berhubungan selama 10 milidetik dapat menyebutkan 3-4 huruf; namun jika huruf-huruf tersebut membentuk sebuah kata , partisipan dapat menyebutkan dua kata (yang masing masing mengandung 3-4 huruf). Dan ketika kata-kata tersebut memiliki hubungan sintaksis maka partisipan mampu membaca hingga empat kata sekaligus.
Saat kita membaca atau mengamati suatu objek visual mata kita melakukan serangkaian gerakan yang disebut gerakan sakadik dan terdapat sebuah fase dimana mata kita berhenti selama sesaat (fiksasi) yang dapat berubah-ubah rentang waktunya.
Lexical-Decision Task (LDT)
Sebuah pendekatan inovatif terhadap masalah dampak kontekstual dalam identifikasi kata telah diperkenalkan oleh Meyer dan rekan-rekannya. Para peneliti tersebut menggunakan LDT, yakni sejenis tugas priming yang didalamnya peneliti mengukur kecepatan para partisipan dalam menentukan sepasang “kata” adalah kata-kata yang memang dikenal dalam sebuah kosa kata.
Dukungan Neurosains kognitif
Terdapat sebuah studi mengenai pemrosesan kata-kata visual dan auditorik (Petersen dkk., 1988), para partisipan diminta mengerjakan 3 tugas leksikal;
1.     Mengamati sebuah titik fiksasi atau secara pasif mengamati kata-kata visual
2.    Mengamati setiap kata yang muncul
3.    Membentuk kalimat menggunakan setiap kata yang ditampilkan
Setiap partisipan mendapatkan tugas yang berbeda, sesuai dengan operasi pemrosesan yang terjadi dalam pengerjaan tugas-tugas tersebut. Pada saat yang bersamaan peneliti mengamati keluaran data-data dari pemindai PET, terutama data-data yang berkaitan visual dan auditorik di korteks.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap tugas yang berbeda mengaktifkan area-area korteks yang berbeda. Hasil yang paling menarik dalam penemuan ini adalah ditemukannya bagian-bagian korteks yang terlibat dalam bentuk-bentuk kata visual, dan bagian-bagian korteks yang terlibat dalam analisis semantik. Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk pemrosesan leksikal yang berbeda-beda tersebut, dikendalikan oleh bagian-bagian yang berbeda dalam otak, sebagaimana dihipotesiskan dalam model logogen Morton.
Data-data tersebut didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh Psner, Sandson, Phawan, dan Shulman (1989). Eksperimen tersebut pada dasarnya menggunakan teknik yang serupa, namun partisipannya mengerjakan tugas LDT yang telah dimodifikasi. Dalam sebuah kondisi perlakuan, partisipan mendapatkan priming visual suatu kata misalnya DOCTOR-DOCTOR. Dalam tugas lain partisipan mendapatkan priming semantik suatu kata misalnya DOCTOR-NURSE. Dalam tugas ketiga para peneliti memberikan sebuah petunjuk atensi spasial visual misalnya sebuah isyarat atau petunjuk perifer di bagian kiri layar, yang diikuti oleh sebuah sasaran di bagian kiri layar untuk menandakan jawaban yang tepat atau bagian kanan layar untuk menunjukan bagian yang salah.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa area yang kemungkinan besar terlibat dalam priming fitur-fitur visual (DOCTOR-DOCTOR) adalah lobus oksipital ventralis. Psner dan teman-temannya mengajukan gagasan bahwa kata-kata “memicu” (primes) area-area tersebut dan sebuah target yang identik akan mengaktikan kembali jalur-jalur neuron yang sama dalam jaringantersebut. Tugas-tugas semntik (DOCTOR-NURSE) tampaknya mengaktifkan 2 area  tambahan yakni korteks prefrontalis inferior kiri dan lobus frontal medialis.
 Sebelumnya para ahli linguistik menduga bahwa suatu kata yang diproses secara semantik akan diproses di bagian otak yang berbeda dengan kata yang diproses secara perseptual, namun baru-baru ini secara ilmiah tidak terbukti. John grabieli dan rekan-rekannya di Univeritas Standford telah menyajikan data-data tambahan  dari studi-studi fMRi yang mendukung perbedaan mendasar antara jnis-jenis peyandian tersebut. Dalam sejumlah studi para partisipan diminta mengevaluasi serangkaian kata-kata abstrak, seperti TRUST(kepercayaan) dan kata-kata konkret seperti CHAIR (kursi). terkadang kata-kata tersebut dituliskan menggunakan huruf besar semua dan terkadang juga menggunkan huruf kecil.
Dalam kondisi perlakuan semantik para partisipan diminta menilai apakah kata-kata yang mereka lihat merupakan kata-kata abstrak atau konkret. Dalam kondisi perlakuan perseptual, para partisipan diminta mengidentifikasi apakah kata-kata yang mereka lihat tertulis dalam bentuk besar atau kecil. Dalam eksperimen ini aktivitas diamati dengan fMRI yang menunjukan pusat aktivitas kortikal saat partisipan mengerjakan tugas-tugas tersebut.
Ditemukan bahwa dalam kondisi perlakuan semantik, korteks prefrontalis inferior kiri lebih aktif dibanding dalam kondisi perlakuan perseptual Hasil tersebut menunjukkan bahwa bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan semantik dan perseptual berbeda.
Pemahaman
 Dalam upaya memahami pemahaman membacaa, sejumlah ahli membagi proses tersebut dalam beberapa tahap, dengan mengasumsikan bahwa terdapat proses-proses yang berurutan. Diawali dengan persepsi terhadap tulisan (kata yang dibaca) dan berakhir pada pemahaman makna kalimat-kaliamat yang dibaca tersebut. Proses membca dan proses pemahaman model Just dan Carpenter dikonseptualisasikan sebagai pelaksanaan sebagai pelaksanaan serangkaian tahapan secara terkoordinasi, yang melalui proses pengidentifikasian fitur-fitur fisik pada huruf, penyandian kata-kata dan penggunaan leksikon, pembagian peran-peran kasus (case roles), dan seterusnya.
          Sejumlah karakteristik menarik dalam model diatas adalah sifatnya yang komprehensif (menyeluruh) namun jug spesifik. Model tersebut menghasilkan prediksi-prediksi yang sangat spesifik mengenai kinerja membaca yang dapat diukur secara empirik  dengan metode pengukuran fiksasi mata. Dalam upaya pengujian terhadap model tersebut, para partiipan (semuanya mahasiswa) diminta membaca naskah-naskah ilmiah dari Newsweek & Time. Sembari membaca, pergerakan dan fiksasi mata mereka diukur tanpa mengganggu proses membaca itu sendiri.
          Berdasaran pengetahuan yang kita miliki kita dapat mengasumsikan adanya keterlibatan yang lebih besar dalam region-region otak seseorang (seperti area broca dan wenicke) saat seseorang membaca naskah yang rumit, dibandingkan saat orang tersebut membaca materi tertulis yang sederhana. Dalam upaya menguji gagasan tersebut, Just, Carpenter, Keller, Eddy, dan thulborn (1996) mengembangkan sejumlah kakalimat yang memiliki kerumitan struktural yang beragam. Setelah membacakaliamt-kalimat tersebut, para partisipan mendapatkan pertanyaan mengenai pemahaman mereka terhadap kalimat-kalimat yang telah mereka baca. Selama para partisipan menjalankan tugas tersebut, para peneliti terus mengamati pengukuran fMRIdari otak setiap partisipan.
          Intensitas pemrosesan di area Wernicke dan area Brocka akan meningkat seiring meningktnya kerumitan kalimat. Jumlah aktivitas neural yang dibutuhkan oleh tugas-tugas kognitif, seperti membaca, bergantung pada  beban tugas itu sendiri. Maksutnya tindakan pembacaan naskah yang rumit menimbulkan beban pemrosesan yang lebih besar di otak dan aktivitas seperti itu dapat diukur dengan teknologi pencitraan modern.
Pemrosesan Top Down
       Semakin rumit atau lengkap struktur kognitif seseorang, proses asimilasi tersebut menjadi semakin mudah. Sebaliknya, keterbatasan pengetahuan menghambat pemahaman sebab si pembaca harus mengembangkan sejumblah struktur pengetahuan mengenai materi tersebut, selain harus menyandikan informasi yang sedang dibaca. Sebagian besar pemahaman merupakan bentuk pemrosesan top-down. Orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus, seperti ilmu pertukangangan, ballet, antrofisika atau balap mobil mampu memahami informasi teknis dalam ranah kerjanya lebih baik daripada kaum awam atau orang amatir.
Pemorsesan Bottom-Up
          Sebuah model lain yang penting mengenai peahaman oleh Kintsch dan Van Dijk. Pada tataran proses membaca materi tertulis, model tersebut disusun berdasarkan abstraksi informasi yang diambil dari sumber tertulis itu sendiri. Sedangkan pada tataran niat si pembaca itu sendiri, model tersebut mengajukan teori mengenai sebuah skema sasaran yang mengarahkan pemahaman si pembaca terhadap materi tertulis yang dibacanya.
          Model tersebut memampukan para peneliti yang berminat terhadap struktur cerita untuk membuat prediksi yang akurat mengenai memorability jenis-jenis informsi yang spesifik (memoribility mengacu pada mudah-tidaknya suatu informasi diingat orang). Teknik yang dikembangkan oleh Kintsch dan van Dijk tersebut konsisten dengan metedologi penelitian modern dalam ilmu psikologi, berbeda dengan metode subjektif yang digunakan dalam karya Bartlett.
Sebuah Model Pemahaman Teks
       Model pemahaman Kintsch lebih dari sekedar suatu sistem yang berkaitan dengan cara informasi tertulis dipahami seseorang. Model tersebut merupakan suatu teori yang memuat konsep-konsep dari berbagai ranah psikologi kognitif, termasuk memori dan pemahaman bahasa lisan dan tulisan. Pemahaman bergantung pada dua sumber yang berbeda, yakni skema sasaran yang serupa dengan pemrosesan top-down dan struktur permukaan teks yang serupa dengan pemrosesan bottom-up. Model tersebut dibentuk berdasarkan proposisi, yakni abstraksi-abstraksi yang dibentuk berdasarkan observasi (seperti membaca materi tertulis atau mendengarkan pembicaraan seseorang).
Representasi Proposional dari Teks dan dari Membaca
Model pemhaman menyatukan unit-unit memori mendasar dalam materi tertulis adalah proposisi. Selain itu, model tersebut memprediksikan bahwa kalimat-kalimat yang memiliki kerumitan proporsi yang lebih tinggi akan semakin sulit dipahami dibanding dengan kalimat-kalimat dengan struktur posisi yang sederhana, sekalipun kerumitan permukaan kedua kalimat tersebut sama.
Kesimpulan
Bahasa dalam psikologi kognitif Bahasa mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Tahap-tahap perkembangan bahasa studi tata bahasa mencakup area fenologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Memahami neurosains kognitif Studi-studi neurologis mengenai bahasa menunjukkan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region diotak diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman dalam membaca adalah proses memahami makna materi tertulis.

Saran
Kami selaku penulis makalah ini menyadari bahwasanya penulisan ini tidak menutup kemungkinan terdapat adanya sanggahan dan kritik maka disini kami mohon saran untuk hasil makalah kami.






















Daftar Pustaka

Robert Solso, dkk; psikologi kognitif (Erlangga, 2007) Jakarta







Tidak ada komentar:

Posting Komentar