Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Desember 2017

MAKALAH BAHASA KELOMPOK 6


BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Kata “bahasa” sudah tidak asing lagi dalam telinga kita. Setiap hari kita tidak bisa  lepas dari kegiatan komunikasi baik itu secara lisan, tertulis, ataupun dengan isyarat. Ketika melakukan komunikasi manusia selalu menggunakan bahasa. Setiap masyarakat memiliki bahasa yang berbeda-beda.A
Dan bahasa adalah media atau perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Bahasa?
2.      Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa?
3.      Apa implikasi Bahasa terhadap perspektif neurosains kognitif?

C.    Tujuan
1. untuk memahami bahasa dalam psikologi kognitif
2. untuk memahami tahap-tahap perkembangan bahasa
3. untuk memahami neurosains kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

Kata-Kata dan Makna
          Manusia mengetahui kata sekitar 60.000 kata yang tersedia yang tersimpan dalam verbal kita. Bahasa mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Struktur Tata Bahasa
       Sebuah area yang tak kalah penting berkaitan dengan cara kata-kata disusun menjadi frase dan kalimat. Kata-kata dapat digabungkan menjadi sebuah kombinasi, sekalipun untuk menyampaikan ide yang sama. Secara teknis, studi tata bahasa mencakup area fenologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Dasar Neurologid bagi Bahasa
          Salah satu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi kasus klinin pada tahun 1861. Saat itu seorang dokter bedah Prancis yang masih berusia muda bernama Paul Broco melakukan observasi terhadap seorang pasien yang mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan neurologis. Tanpa adanya teknologi pencitraan modern, para dokter waktu itu hanya mampu melakukan pembedahan, dalam pembedahan tersebut. Broco menemukan cidera di bagian lobus frontalis kiri otak atau area broco, saat itu diketahui bahwa frontal kiri terlibat dalam proses berbicara. Sedangkan area wernicke mengurangi kemampuan untuk memahami kata-kata lisan dan tulisan, namun pasien tersebut masih mampu berbicara secara normal. Dengan kata lain orang mengalami kerusakan di area wernicke masih mampu berbicara dengan lancer, namun tidak mampu memahami ucapan orang lain.
Hierarki Linguistik
          Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topik pembelajaran meliputi struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-makna, dan tata bahasa dalam percakapan. Psikolonguistik menggabungkan pendekatan psikologi dan linguistic.
          Para ahli linguistic menggambarkan sebuah kerangka kerja bahasa yang bersifat hierarkis (berjenjeng). Para ahli tersebut memiliki minat dalam pengembangan sebuah model bahasa mencakup isi, struktur dan proses bahasa. Hierarki linguistic berkisar dari komponen-komponen yang fundamental ke komponen-komponen gabungan hingga ke komponen-komponen yang sangat rumit. Dengan kata lain,unit-unit suara dan unit-unit makna memiliki jenjang kerumitan yang semakin meningkat.
Fenom
          Sebuah fenom adalah unit dasar bahasa lisan yang saat digunakan sebagai sebuah unit tunggal tidak memiliki makna sama sekali. Fenom adalah suara suara tunggal dalam percakapan yang dipresentasikan oleh sebuah symbol tunggal. Fenom dihasilkan oleh kordinasi yang rumit dari paru-paru, pita suara, larynx, bibir, lidah, dan gigi. Ketika semua organ tersebut bekerja dengan baik maka suara yang dihasilkan akan dipresepsi dan dipahami dengan cepat oleh pendengar yang yang menguiasai bahasa yang diucapkan pembicara.
          Fenom dapat berupa huruf hidup atau konsonan, bunyi-bunyi yang membentuk percakapan dapat diklarifikasikan sebagai bunyi yang diucapkan atau bunyi yang tidak disuarakan. Bunyi percakapan yang dihasilkan oleh koordinasi paru-paru, thoraks, lidah, dan organ lainya diklarifikasikan sebagai bunyi yang disuarakan atau yang diucapkan.
Morfem
          Morfem adalah unit terkecil yang memiliki makan, morfem dapat berupa kata-kata atau bagian kata seperti awalan atau akhiran, atau kombinasi. Morfom dapat berbentuk bebas atau terikat. yang bebas adalah yang berdiri sendiri sedangkan terikat adalah bagian-bagian kata.
Morfologi
          Morfologi studi mengenai struktur kata-kata. Yang dibentuk dari kombinasi morfom. Namun komposisi yang sangat luas pada morfom akan diatur ketat oleh batasan-batasan linguistic.


Sintaksis
          Sintaksis adalah peraturan yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam frase atau kalimat, jumlahnya hanya dibatasi oleh waktu dan imajinasi saja, dan keduanya tersedia sangat berlimpah. Dalam memahami bahasa dapat dibedakan menjadi dua aspek, produktivitas mengacu pada ketidak terbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang mungkin muncul dalam suatu bahasa, dan sifat keteraturan atau regularitas mengacu pada pada kalimat, pola, ucapan.
Tata Bahasa Transformasional
          Tata bahasa transformasional berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam dalam bentuk linguistic yang mungkin mempertahankan makna yang sama. Contoh :
Kucing itu dikejar anjing
Anjing itu mengejar kucing
Keduanya adalah kalimat yang tepat dan memiliki makna yang sama. Dan ketika para partisipan diminta untunk memberikan rating terhadap keyakinan mereka akan benar-tidaknya suatu kalimat, ditemukan bahwa kalimat yang memiliki empat proposisi memiliki rating tinggi, sedangkan kalimat yang memiliki tiga proporsi mendapatkan rating lebih rendah. Sedangkan paling sedikit kalimat, semakin rendah rating yang diberikan partisipan. Bahkan kalimat yang memiliki satu proporsi mendapatkan rating yang negatif.


Proposisi
          Sejumlah ahli mengasumsikan keberadaan suatu struktur dalam berada di bawah struktur permukaan suatu bahasa, yang mengikuti perataran transformasi yang sistematis. Seperti :
Satu
Semut di dapur
Jeli di atas meja
Jeli tersebut manis
Semut memakan jeli
Dua
Semut di dapur memakan jeli
Semut memakan jeli yang manis
Jeli yang manis berada di atas meja
Semut memakan jeli yang ada di atas meja
Tiga
Semut memakan jeli manis yang ada di atas meja
Semut di dapur memakan jeli yang ada di atas meja
Semut di dapur memakan jeli yang manis
Empat
Semut di dapur memakan jeli manis yang berada di atas meja
Dari semua kata-kata tersebut digabungkan dan dibolak-balik tetapi tetap memiliki makna yang sama antara satu, dua, tiga, dan empat itu yang dinamakan proposisi.
Psikolinguistik
Nature vs Nuture
Dalam aspek teori Chomsky bahwa gagasan tentang komponen yang paling penting dari bahasa bersifat bawaan. Yang berlawanan dengan Skinner yang bahwa bahasa diperoleh melalui pembelajaran. Sedangkan kaum behaviouris meyakini bahwa bahasa berkembang melalui penguatan. Namun, Chomsky menyatakan bahwa kata-kata tertentu memang diperoleh melalui penguatan, tetapi saat kata-kata tersebut digabungkan dan membentuk kalimat maka kalimat tersebut dikendalikan oleh aturan-aturan yang bersifat universal.
Menurut Chomsky bahwa penguatan semata tidak dapat menjelaskan bagaimana seorang anak mampu menghasilkan sebuah kalimat yang memiliki tata bahasa yang sempurna, sedangkan anak itu belum pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya. Teori Chomsky tidak semata-mata menyatakan bahwa suatu sistem tata bahasa yang spesifik yang bersifat bawaan melainkan bahwa kita memiliki sebuah skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana pemrosesan informasi dan pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa kita. Fenomena tersebut mungkin terkait dengan perkembangan biologis dari perangkat perolehan bahasa yang disingkat LAD. LAD adalah sebuah struktur kognitif yang berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.
Hipotesis Relativitas-Linguistik
Penekanan Chomasky pada universalitas linguistik adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi kinerja linguistik yang umum didapati disegala bahasa. Gagasan yang menyatakan bahwa bahasa kita mempengaruhi persepsi dan konseptualisasi realita dikenal sebagai hipotesis relativitas-linguistik. Gagasan tersebut juga dikenal dengan nama hipotesis Whorf, yang berdasarkan sebuah penelitian mendetail dari Benjamin Lee Whorf yang menyimpulkan bahwa suatu benda yang direpresentasikan oleh suatu kata akan dipahami secara berbeda oleh orang orang yamg memiliki bahasa yang berbeda dan penyebab perbedaan  cara pandang terhadap realita itu tak lain adalah hakikat bahasa itu sendiri.
Seluruh manusia normal memiliki organ-organ fisik yang sama, dengan demikian perbedaan dalam pemrosesan mental terhadap warna berkemungkinan disebabkan oleh perbedaan antara sandi-sandi bahasa yang berbeda. Yang dalam sejumlah penelitian mendukung gagasan tersebut. Hipotesis Whorf menyatakan bahwa realitas fisik diterjemahkan berdasarkan representasi internal terhadap realita menjadi persepsi yang konsisten dengan struktur kognitif yang bersifat lebih permanen. Yang salah satu cara menstrukturkan informasi dalam otak berkaitan dengan sandi-sandi bahasa spesifik yang akan berbeda setiap manusia karena keunikannya. Yang pada sudut pandang ini Whorf mendapatkan kritik yang hebat dari sejumlah pihak.
Bukti yang menentang hipotesis Whorf yakni Heider dan Rosch bahwa ketidak sesuaian jika bahasa memang sungguh-sungguh menentukan persepsi, karena jika itu memang benar maka orang-orang akan mengalami kesulitan mengingat warna pokok dan campuran. Serta terdapat pula hipotesis Whorf  bahwa semakin signifikan sebuah pengalaman kita semakin beragam pula cara pengalaman tersebut diekspresikan dalam bahasa kita. Dengan demikian budaya pun menjadikan pengaruh karena tiap budaya memiliki bahasa yang berbeda pula.
Bahasa dan Neurologi
Studi landasan neurologis bagi bahasa telah dilaksanakan melalui sejumlah cara, termasuk pemeriksaan klinis terhadap pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak (misalnya area Broca dan Wernicke). Cara-cara lain mencakup stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur-prosedur psychosurgery (pembedaan terkait eksperimen psikologi), pemeriksaan farmaseutikal, dan teknologi pencitraan.
Neurologis otak telah dipelajari menggunakan sejumlah teknik, termasuk pelacakan elektronik dan pemindaian PET. Studi-studi neurologis mengenai bahasa menunjukkan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region diotak diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman dalam membaca adalah proses memahami makna materi tertulis. Studi-studi fiksasi mata mengindikasikan bahwa pemahaman dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kata-kata yang langka, integrasi klausa-klausa yang penting, dan penyusunan kesimpulan. Pengetahuan, yang dapat diperoleh melalui pengalaman historik maupun situasional, juga mempengaruhi pemahaman. Sebuah model pemahaman (Kintsch) mengandung gagasan bahwa para pembaca memahami materi tertulis berkenaan dengan proposisi dan skemata sasaran.
Stimulasi Elektrik
Dalam pembedahan tersebut, para peneliti memberikan aliran listrik bertegangan rendah ke area-area pemrosesan bahasa, seperti area Broca, area Wernicke, dan sejumlah area di korteks motorik.          
Pemindaian PET
Teknik ini tidak bersifat invansive, dan dapat diterapkan pada orang yang sehat. Dalam studi tersebut, kata-kata yang diucapkan secara lisan menimbulkan aktivasi di korteks temporoparietal. Hasil penelitian ini seluruhnya konsisten dengan studi-studi neurologis sebelumnya. Ketika partisipan diberi kata palu misalnya partisipan akan diminta untuk menyebutkan kegunaannya.
Membaca
Dengan meminta partisipan untuk mengamati serangkaian huruf dan kata selama 10 milidertik, catell menemukan bahwa kemampuan partisipan untuk mengenali dan melaporkan huruf-huruf tidaklah terkait dengan jumlah huruf yang ditampilkan, melainkan lebih terkait dengan pemaknaan urutan huruf-huruf terseburt. Seorang partisipan yang dipaparkan pada huruf yang tidak saling berhubungan selama 10 milidetik dapat menyebutkan 3-4 huruf; namun jika huruf-huruf tersebut membentuk sebuah kata , partisipan dapat menyebutkan dua kata (yang masing masing mengandung 3-4 huruf). Dan ketika kata-kata tersebut memiliki hubungan sintaksis maka partisipan mampu membaca hingga empat kata sekaligus.
Saat kita membaca atau mengamati suatu objek visual mata kita melakukan serangkaian gerakan yang disebut gerakan sakadik dan terdapat sebuah fase dimana mata kita berhenti selama sesaat (fiksasi) yang dapat berubah-ubah rentang waktunya.
Lexical-Decision Task (LDT)
Sebuah pendekatan inovatif terhadap masalah dampak kontekstual dalam identifikasi kata telah diperkenalkan oleh Meyer dan rekan-rekannya. Para peneliti tersebut menggunakan LDT, yakni sejenis tugas priming yang didalamnya peneliti mengukur kecepatan para partisipan dalam menentukan sepasang “kata” adalah kata-kata yang memang dikenal dalam sebuah kosa kata.
Dukungan Neurosains kognitif
Terdapat sebuah studi mengenai pemrosesan kata-kata visual dan auditorik (Petersen dkk., 1988), para partisipan diminta mengerjakan 3 tugas leksikal;
1.     Mengamati sebuah titik fiksasi atau secara pasif mengamati kata-kata visual
2.    Mengamati setiap kata yang muncul
3.    Membentuk kalimat menggunakan setiap kata yang ditampilkan
Setiap partisipan mendapatkan tugas yang berbeda, sesuai dengan operasi pemrosesan yang terjadi dalam pengerjaan tugas-tugas tersebut. Pada saat yang bersamaan peneliti mengamati keluaran data-data dari pemindai PET, terutama data-data yang berkaitan visual dan auditorik di korteks.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap tugas yang berbeda mengaktifkan area-area korteks yang berbeda. Hasil yang paling menarik dalam penemuan ini adalah ditemukannya bagian-bagian korteks yang terlibat dalam bentuk-bentuk kata visual, dan bagian-bagian korteks yang terlibat dalam analisis semantik. Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk pemrosesan leksikal yang berbeda-beda tersebut, dikendalikan oleh bagian-bagian yang berbeda dalam otak, sebagaimana dihipotesiskan dalam model logogen Morton.
Data-data tersebut didukung oleh eksperimen yang dilakukan oleh Psner, Sandson, Phawan, dan Shulman (1989). Eksperimen tersebut pada dasarnya menggunakan teknik yang serupa, namun partisipannya mengerjakan tugas LDT yang telah dimodifikasi. Dalam sebuah kondisi perlakuan, partisipan mendapatkan priming visual suatu kata misalnya DOCTOR-DOCTOR. Dalam tugas lain partisipan mendapatkan priming semantik suatu kata misalnya DOCTOR-NURSE. Dalam tugas ketiga para peneliti memberikan sebuah petunjuk atensi spasial visual misalnya sebuah isyarat atau petunjuk perifer di bagian kiri layar, yang diikuti oleh sebuah sasaran di bagian kiri layar untuk menandakan jawaban yang tepat atau bagian kanan layar untuk menunjukan bagian yang salah.
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa area yang kemungkinan besar terlibat dalam priming fitur-fitur visual (DOCTOR-DOCTOR) adalah lobus oksipital ventralis. Psner dan teman-temannya mengajukan gagasan bahwa kata-kata “memicu” (primes) area-area tersebut dan sebuah target yang identik akan mengaktikan kembali jalur-jalur neuron yang sama dalam jaringantersebut. Tugas-tugas semntik (DOCTOR-NURSE) tampaknya mengaktifkan 2 area  tambahan yakni korteks prefrontalis inferior kiri dan lobus frontal medialis.
 Sebelumnya para ahli linguistik menduga bahwa suatu kata yang diproses secara semantik akan diproses di bagian otak yang berbeda dengan kata yang diproses secara perseptual, namun baru-baru ini secara ilmiah tidak terbukti. John grabieli dan rekan-rekannya di Univeritas Standford telah menyajikan data-data tambahan  dari studi-studi fMRi yang mendukung perbedaan mendasar antara jnis-jenis peyandian tersebut. Dalam sejumlah studi para partisipan diminta mengevaluasi serangkaian kata-kata abstrak, seperti TRUST(kepercayaan) dan kata-kata konkret seperti CHAIR (kursi). terkadang kata-kata tersebut dituliskan menggunakan huruf besar semua dan terkadang juga menggunkan huruf kecil.
Dalam kondisi perlakuan semantik para partisipan diminta menilai apakah kata-kata yang mereka lihat merupakan kata-kata abstrak atau konkret. Dalam kondisi perlakuan perseptual, para partisipan diminta mengidentifikasi apakah kata-kata yang mereka lihat tertulis dalam bentuk besar atau kecil. Dalam eksperimen ini aktivitas diamati dengan fMRI yang menunjukan pusat aktivitas kortikal saat partisipan mengerjakan tugas-tugas tersebut.
Ditemukan bahwa dalam kondisi perlakuan semantik, korteks prefrontalis inferior kiri lebih aktif dibanding dalam kondisi perlakuan perseptual Hasil tersebut menunjukkan bahwa bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan semantik dan perseptual berbeda.
Pemahaman
 Dalam upaya memahami pemahaman membacaa, sejumlah ahli membagi proses tersebut dalam beberapa tahap, dengan mengasumsikan bahwa terdapat proses-proses yang berurutan. Diawali dengan persepsi terhadap tulisan (kata yang dibaca) dan berakhir pada pemahaman makna kalimat-kaliamat yang dibaca tersebut. Proses membca dan proses pemahaman model Just dan Carpenter dikonseptualisasikan sebagai pelaksanaan sebagai pelaksanaan serangkaian tahapan secara terkoordinasi, yang melalui proses pengidentifikasian fitur-fitur fisik pada huruf, penyandian kata-kata dan penggunaan leksikon, pembagian peran-peran kasus (case roles), dan seterusnya.
          Sejumlah karakteristik menarik dalam model diatas adalah sifatnya yang komprehensif (menyeluruh) namun jug spesifik. Model tersebut menghasilkan prediksi-prediksi yang sangat spesifik mengenai kinerja membaca yang dapat diukur secara empirik  dengan metode pengukuran fiksasi mata. Dalam upaya pengujian terhadap model tersebut, para partiipan (semuanya mahasiswa) diminta membaca naskah-naskah ilmiah dari Newsweek & Time. Sembari membaca, pergerakan dan fiksasi mata mereka diukur tanpa mengganggu proses membaca itu sendiri.
          Berdasaran pengetahuan yang kita miliki kita dapat mengasumsikan adanya keterlibatan yang lebih besar dalam region-region otak seseorang (seperti area broca dan wenicke) saat seseorang membaca naskah yang rumit, dibandingkan saat orang tersebut membaca materi tertulis yang sederhana. Dalam upaya menguji gagasan tersebut, Just, Carpenter, Keller, Eddy, dan thulborn (1996) mengembangkan sejumlah kakalimat yang memiliki kerumitan struktural yang beragam. Setelah membacakaliamt-kalimat tersebut, para partisipan mendapatkan pertanyaan mengenai pemahaman mereka terhadap kalimat-kalimat yang telah mereka baca. Selama para partisipan menjalankan tugas tersebut, para peneliti terus mengamati pengukuran fMRIdari otak setiap partisipan.
          Intensitas pemrosesan di area Wernicke dan area Brocka akan meningkat seiring meningktnya kerumitan kalimat. Jumlah aktivitas neural yang dibutuhkan oleh tugas-tugas kognitif, seperti membaca, bergantung pada  beban tugas itu sendiri. Maksutnya tindakan pembacaan naskah yang rumit menimbulkan beban pemrosesan yang lebih besar di otak dan aktivitas seperti itu dapat diukur dengan teknologi pencitraan modern.
Pemrosesan Top Down
       Semakin rumit atau lengkap struktur kognitif seseorang, proses asimilasi tersebut menjadi semakin mudah. Sebaliknya, keterbatasan pengetahuan menghambat pemahaman sebab si pembaca harus mengembangkan sejumblah struktur pengetahuan mengenai materi tersebut, selain harus menyandikan informasi yang sedang dibaca. Sebagian besar pemahaman merupakan bentuk pemrosesan top-down. Orang-orang yang memiliki pengetahuan khusus, seperti ilmu pertukangangan, ballet, antrofisika atau balap mobil mampu memahami informasi teknis dalam ranah kerjanya lebih baik daripada kaum awam atau orang amatir.
Pemorsesan Bottom-Up
          Sebuah model lain yang penting mengenai peahaman oleh Kintsch dan Van Dijk. Pada tataran proses membaca materi tertulis, model tersebut disusun berdasarkan abstraksi informasi yang diambil dari sumber tertulis itu sendiri. Sedangkan pada tataran niat si pembaca itu sendiri, model tersebut mengajukan teori mengenai sebuah skema sasaran yang mengarahkan pemahaman si pembaca terhadap materi tertulis yang dibacanya.
          Model tersebut memampukan para peneliti yang berminat terhadap struktur cerita untuk membuat prediksi yang akurat mengenai memorability jenis-jenis informsi yang spesifik (memoribility mengacu pada mudah-tidaknya suatu informasi diingat orang). Teknik yang dikembangkan oleh Kintsch dan van Dijk tersebut konsisten dengan metedologi penelitian modern dalam ilmu psikologi, berbeda dengan metode subjektif yang digunakan dalam karya Bartlett.
Sebuah Model Pemahaman Teks
       Model pemahaman Kintsch lebih dari sekedar suatu sistem yang berkaitan dengan cara informasi tertulis dipahami seseorang. Model tersebut merupakan suatu teori yang memuat konsep-konsep dari berbagai ranah psikologi kognitif, termasuk memori dan pemahaman bahasa lisan dan tulisan. Pemahaman bergantung pada dua sumber yang berbeda, yakni skema sasaran yang serupa dengan pemrosesan top-down dan struktur permukaan teks yang serupa dengan pemrosesan bottom-up. Model tersebut dibentuk berdasarkan proposisi, yakni abstraksi-abstraksi yang dibentuk berdasarkan observasi (seperti membaca materi tertulis atau mendengarkan pembicaraan seseorang).
Representasi Proposional dari Teks dan dari Membaca
Model pemhaman menyatukan unit-unit memori mendasar dalam materi tertulis adalah proposisi. Selain itu, model tersebut memprediksikan bahwa kalimat-kalimat yang memiliki kerumitan proporsi yang lebih tinggi akan semakin sulit dipahami dibanding dengan kalimat-kalimat dengan struktur posisi yang sederhana, sekalipun kerumitan permukaan kedua kalimat tersebut sama.
Kesimpulan
Bahasa dalam psikologi kognitif Bahasa mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Tahap-tahap perkembangan bahasa studi tata bahasa mencakup area fenologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Memahami neurosains kognitif Studi-studi neurologis mengenai bahasa menunjukkan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region diotak diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman dalam membaca adalah proses memahami makna materi tertulis.

Saran
Kami selaku penulis makalah ini menyadari bahwasanya penulisan ini tidak menutup kemungkinan terdapat adanya sanggahan dan kritik maka disini kami mohon saran untuk hasil makalah kami.






















Daftar Pustaka

Robert Solso, dkk; psikologi kognitif (Erlangga, 2007) Jakarta







Kamis, 16 November 2017

bahasa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Representasi pengetahuan dianggap sebagai konsep terpenting dalam psikologi kognitif . Dalam  buku Psikologi Kognitif  Robert Solso definisi pengetahuan adalah penyimpanan , pengintegrasian , dan pengorganisasian informasi dalam memori . Jika informasi diperoleh dari indera , namun tidak demikian dengan pengetahuan . Dalam definisi yang lain pengetahuan adalah informasi yang telah diorganisasikan dalam memori ; pengetahuan adalah bagian dari sebuah sistem atau jaringan informasi yang terstruktur ; dngan kata lain , pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan memori adalah sistem yang kita gunakan untuk mengakses pengetahuan tersebut. Representasi bisa dilakukan secara verbal maupun visual . Jika membahas mengenai representasi visual maka umumnya kita membicarakan perumpamaan atau pembayangan mental ( mental imagery ) . Pembayangan mental didefinisikan sebagai suatu representasi mental mengenai objek atau peristiwa yang tidak eksis pada saat terjadinya proses pembayangan .
Menghayal dan memvisualisasikan dunia imajiner dipandang penting secara fungsional karena kemungkinan kita melatih ketrampilan-ketrampilan yang pada akhirnya membantu tujuan-tujuan adaptis secara langsung ( Cosmides & Tooby , 2000 ; Leslie 1987 ) . Makna kata-kata yang diketahui seseorang berjumlah lebih besar daripada angka 20.000 – 40.000 kata , sehingga tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar pengetahuan kita bersifat verbal ( Badley 1990 ) . Dengan mempelajari cara kata-kata direpresentasikan dalam memori kita dapat mempelajari sejumlah hal mengenai isi , dan proses representasi  pengetahuan .  



B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud bahasa dan pengetahuan ?
2. Bagaiman pengorganisasian pengetahuan secara semantic ?
3. Bagaimana pengorganisasian jaringan-jaringan proporsional ?
4. Apa dan bagaimana koneksionisme pengetahuan ?
5. Apa saja dan bagaiman teori representasi pengetahuan secara visual
6. Apa yang dimaksud peta kogitif ?
7. Apa yang dimaksud sinstesia ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud bahasa dan pengetahun
2. Memahami bagaimana pengorganisasian pengetahuan secra semantik
3. Memahami bagaiamana pengorganisasian jaringan-jaringan proporsional
4. Mengetahui bagaimana koneksionisme pengetahuan
5. Mengetahui dan mehami teori representasi pengetahuan secara visual
6. Memahami peta kognitif
7. Memahami apa yang dimaksud sinestesia







BAB II
PEMBAHASAN
A. BAHASA DAN PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah penyimpanan, pengintregasian, dan pengorganisasian informasi dalam memori, pengethuan adalah informasi yang telah doorganisasikan dalam memori, pengetahuan adalah bagian dari sebuah sistem atau jaringan informasi yang terstruktur, dengan kata lain , pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan memori adalah sistem yang kita gunakan untuk mengakses pengetahuan tersebut, Dalam pengetahuaan kita perlu dengan adanya bahasa yang berfungsi untuk mengidentifikasi jenis-jenis “benda” yang tersimpan dalam memori dan bagaimana “benda” yang tersimpan tersebut saling berhubungan dengan “benda” yang lain.
1. PENDEKATAN ASOSIASIONIS
Menurut Bower dalam penelitian sebelumnya, ia mencoba mendemonstrasikan pengaruh pengorganisasian struktural dalam mengingat bebas (free call). Bower meyakini bahwa pengorganisasian entitas-entitas semantik dalam memori memiliki pengaruh yang jauh lebih kuat terhadap memori dan mengingat dibandingkan yang didemontrasikan sebelumnya. Bower mencari pengaruh kuat terhadap kemampuan mengingat variabel-variabel organisasional dengan menyusun sejumlah hierarki konseptual.
B. PENGORGANISASIAN PENGETAHUAN SECARA SEMANTIK
Ada beberapa sejumlah mode kognitif, diantaranya adalah, Model Set-teoretik dimana model ini membahsa konsep-konsep sematik. Konsep adalah ide-ide abstrak yang merepresentasikan kategori-kategori informasi atau unit-unit pengetahuan. Selanjutnya Model Pembandingan-Fitur Semantik, model ini memiliki kesamaan dengan model Set-Teoretik dalam hal struktur set-teoretiknya, namun memiliki perbedaan dalam sejumlah asumsi penting,dimana asumsi pertama adalah bahwa makna sebuah kata direpresentasikan sebagai suatu rangkaian fiturfitur sematik.
Atribut dua set
Eksemplar penguin
Atribut
Konsep burung
Objek fisik
 
Objek fisik
Hidup
 
Hidup
Bergerak
 
Bergerak
Berbulu
 
Berbulu
Bertelur
 
Bertelur
Tidak
 
Bersarang
Tidak
 
Berkicau
tidak
 
terbang


 







 



Dalam pengorganisasian pengetahuan secara semantik terdapat beberapa model.
1.  Model Set-Teoritik, membahas konsep-konsep semantik. Sebagai contoh, “pisang” bukanlah konsep. Namun, ketika digabungkan dengan apel, jeruk, dan anggur, pisang menjadi bagian dari konsep “buah”.
2.  Model Pembandingan-Fitur Semantik, hampir sama dengan model set-teoritik, namun memiliki perbedaan dengan sejumlah asumsi penting.
Smith dan rekan-rekannya mengajukan dalil bahwa makna suatu unit leksikal (yakni suatu kata) dapat direpresentasikan oleh fitur-fitur yang merupakan aspek-aspek esensial (atau penegas) dari kata dan dan fitur-fitur lainnya yang hanya merupakan aspek insidental atau aspek karakteristik. Kalelawar adalah burung karena ia bersayap (ciri penegas), namun sesungguhnya ia bukanlah burung. Sehingga secara longgar kelelawar dikatakan burung karena bersayap dan mampu terbang.
Contoh pembatasan linguistik
Fitur-fitur yang di presentasikan oleh kata benda predikat

pembatas
pernyataan
penegas
karakteristik
Pernyataan benar
Murai adalah burung
+
+

Pipit adalah burung
+
+

Parkit adalah burung
+
+
Secara teknis
Ayam adalah burung
+
-

Bebek adalah burung
+
-

Penguin adalah burung
+
-
Secara longgar
Kelelawar adalah burung
-
+

Kupu-kupu adalah burung
-
+

Ngengat adalah burung
-
+

3. Model-model jaringan semantik, menampilkan setiap kata dalam suatu susunan yang berhubungan dengan kata-kata lainnya dengan memori, makna setiap kata ditampilkan besrta hubungan makna-makna tersebut dengan kata-kata lain. Misalnya, level 0 adalah kenari seekor burung berwarna kuning dan berkicau. Level 1 adalah burung yang mampu terbang, bersayap, dan berbulu. model ini adalah yang paling populer yang diajukan oleh Allen Collins dan Ross Quillian, model ini menampilkan setiap kata dalam suatu susunan yang berhubungan dengan kata-kata lainnya dalam memori; makna setiap kata ditampilkan beserta hubungan makna-makna tersebut dengan kata-kata lain. Dan yang terakhir yaitu Mode Aktivasi Menyebar,, model ini mengimplikasikan adanya aktivasikonsep-konsep yang semakin menyebar, yang dapat menjelaskan hasil-hasil eksperimen priming (upaya untuk membuat suatu kata atau konsep menjadi lebih mudah diingat setelah partisipan sebelumnya menyaksikan penayangan sebuah kata yang terkait atau prime.
Struktur memori hipotetik menggunakan hirarki tiga tingkat
1. Model Aktivitas Menyebar
Model Aktivasi Menyebar, yakni sebuah jaringan asosiasi yang berisi item-item spesifik yang terdistribusi dalam suatu area konseptual. Area konseptual itu sendiri berisi konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lain melalui asosiasi. Seperti halnya asosiasi merah dan api, mengindikasikan asosiasi yang kuat.
Area-area yang terlibat dalam pemrosesan bentuk-bentuk visual diaktifkan bahkan ketika partisipan sedang berinteraksi secara pasif (seperti saat partisipan diminta hanya sekedar melihat kata yang bersangkutan). Area semantik diaktifkan hanya ketika partisipan diminta aktif memproses kata tersebut (seperti saat partisipan diminta memberikan nama terhadap suatu kata atau mengklasifikasikan kata tersebut dalam benaknya).
Sebuah teori aktivasi menyebar menunjukkan pemrosesan sematik, bentuk elips (lonjong) menunjukkan konsep dan garis-garis merupakan asosiasi.
C. Jaringan – Jaringan Proposisional
Sebuah proposisi (proposition) didefinisikan oleh Anderson (1985) sebagai “unit pengetahuan terkecil yang dapat berdiri sendiri sebagai suatu pernyataan terpisah (misalnya, bayi menangis).” Proposisi adalah unit terkecil yang masih mempunyai makna. Banyak ahli teori menganut konsep representasi proposional pengetahuan.
Human Associative Memory (HAM) dan Representasi Pengetahuan
Anderson dan Bower (1973) mengkonseptualisasikan pengetahuan dalam suatu jaringan asosiasi-asosiasi semantik yang mereka sebut memori asosiatif manusia (human associative memory; HAM). Sebuah ciri utama HAM adalah penggunaan proposisi, yang berupa ungkapan-ungkapan atau pernyataan-pernyataan mengenai sifat-sifat dunia. Proposisi adalah suatu representasi atau abstraksi yang berupa kalimat; sejenis struktur lemah yang menghubungkan ide-ide atau konsep-konsep. Proposisi pada umumnya dilustrasikan dengan contoh-contoh semantik, namun bentuk-bentuk informasi lainnya, seperti representasi visual, dapat pula ditampilkan dalam memori dengan menggunakan proposisi. HAM merupakan suatu model asosiasionistik dasar dan mempengaruhi representasi pengetahuan dalam jumlah terbatas.
Model-model jaringan proposisional berisi gagasan bahwa memori diorganisasikan oleh sebuah jaringan asosiatif rumkt yang berisi kontruksi-kontruksi proposisional, yang merupakan unit-unit terkecil yang masih memiliki informasi yang bermakna (misalnya, “New York sungguh besar”). Adapun model representasi pengetahuan dan pemrosesan informasi yang komprehensif telah dikembangkan oleh Anderson (1983); model tersebut dinamai pengendalian pikiran secara adaptif (adaptive control of thought; ACT). Teori ACT dari Anderson ini mengajukan gagasan tentang keberadaan tiga jenis memori, yakni: memori kerja, representasi deklaratif dan memori produksi.
1. Memori kerja (working memory) adalah sejenis memori jangka pendek yang aktif bekerja, yang berisi informasi yang dapat diakses sistem pada saat itu juga, termasuk informasi yang diambil dari memori deklaratif jangka panjang.
2. Memori deklaratif (declarative memory) adalah pengetahuan yang kita miliki mengenai dunia. Tampaknya, dalam pandangan Anderson, informasi episodik dan semantik disertakan dalam memori deklaratif.
3. Memori produktif adalah komponen utama yang terakhir dalam sistem ACT. Memori produktif sangatlah menyerupai memori prosedural, yang mengacu pada pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan hal-hal fisik.
Dalam ACT, Anderson mengajukan suatu teori yang representasi pengetahuan yang bersifat trisandi (tricode). Ketiga sandi tersebut meliputi sebuah string temporal, sebuah citra spasial dan sebuah proposisi abstrak.
D. Koneksionisme dan Representasi Pengetahuan
Koneksionisme (connectionism) dapat didefinisikan sebagai sebuat teori tentang pikiran yang mengajukan gagasan mengenai keberadaan sebuah set besar berisi unit-unit sederhana yang saling berhubungan dalam sebuah jaringan yang terdistribusi secara paralel. Teori tersebut disusun berdasarkan asumsi bahwa unit-unit saling meragsang (excite) atau menghambat (inhibit) satu sama lain dalam sistem tersebut, secara bersamaan maupun paralel. Teoriini bertentangan dengan teori-teori pemrosesan serial, yang lazimnya digambarkan dalam diagram dengan kotak-kotak dan anak panah, yang menyatakan bahwa pemrosesan antara unit-unit dilakukan hanya secara berurutan (in sequence).
Representasi pengetahuan dalam model-model kognisi yang bersifat koneksionistik sangatlah berbeda dengan model-model yang menyimpan objek, citra, dan sebagainya. Pertama, dalam model-model koneksionistik, pola-pola itu sendiri tidaklah disimpan; item-item yang disimpan adalah kekuatan koneksi atara unit-unit, yang memungkinkan pembentukan pola-pola tersebut.
Kedua, model-model koneksionistik melakukan pendekatan terhadap pembelajaran secara berbeda. Dalam model-model representasi yang bersifat tradisional, sasaran proses pembelajaran adalah terbentuknya peraturan-peraturan eksplisit yang memungkinkan pengambilan informasi dan generalisasi isyarat-isyarat atau petunjuk-petunjuk.
Ketiga, tampaknya penting untuk mengulang bahwa model PDP adalah neurally inspired (dibuat berdasarkan asumsi-asumsi neurologis); meski demikian, model PDP tidaklah sama dengan tindakan mengidentifikasi jalur-jalur neural yang spesifik. Fakta bahwa model-model PDP bersifat neurally inspired membawa dampak langsung terhadap representasi pengetahuan.
Pengetahuan direpresentasikan dalam model-model PDP sebagai koneksi-koneksi antara unit-unit, yang secara teoritik serupa dengan cara jaringan neural merepresentasikan informasi.
E. Teori Representasi Pengetahuan Secara Visual.
Sejak zaman dahulu kajian mental adalah sebuah hal yang memiliki pembahasan yang sebenarnya selalu menjadi perdebatan yaitu mental. Setiap muncul sebuah hal yang diperdebatkan maka akan timbul berbagai tokoh – tokoh menonjol dalam sebuah permasalah yang nantinya akan menelurkan sebuah teori. Berikut ini adalah Teori –teori terkini perumpamaan mental berfokus pada tiga hipotesis sentral. ( Solso, 2007. P. 300 ) :
1. Hipotesis penyandian ganda ( dual coding hypothesis ), yakni mengenai tentang keberadaan dua sandi atau dua sistem penyimpanan. Sandi yang pertama bersifat khayalan dan satunya lagi bersifat verbal atau keduanya.
Paivio dkk merupakan pengembang dalam teori ini dimana dalam pengembangannya mereka melakukan percobaan kuantitatif dengan sebuah penelian kata. Seberapa besar kata tersebut dalam memunculkan ataupun langsung dalam membuat citra verbal atau non verbal.
2. Hipotesis konseptual proporsional ( conseptual proporcional hypothesis ) adalah informasi visual dan verbal direpresentasikan dalam bentuk proporsi abstrak mengenai objek beserta hubungannya.
Tokoh dari konsep ini adalah Anderson dan Bower dimana mereka membantah sebuah ungkapan bahwa sebuah memori disama artikan dengan kaset, video ataupun foto yang dapat kita lihat kembali dan kita putar kembali rekamannya. Alasanya adalah sebuah proses dalam bentuk pengembilan kembali gambar dan menyimpan sebuah gambar adalah kemampuan manusia diatas rata – rata.
Hipotesis dari teori Hipotesis konseptual proporsional adalah kita menyimpan kesan – kesan pada sebuah peristiwa berupa verbal dan visual. Anderson dan Bower tidak menyangkal dalam lebih mudahnya kita mempelajari sebuah kata atau hal yang kongkrit dari pada sebuah kata atau hal yang abstrak. Akan tetapi sebuah hal yang kongkrit kemudian disatukan dengan berbagai aturan dan acuan membuat hal itu sama susahnya dengan hal abstrak karena satu satunya hal yang membedakan antara informasi yang satu dengan yang lainnya yang membuat informasi mudah atau sulitnya untuk difahami adalah seberapa banyak detail  yang harus diingat.
3. Hipotesis ekuivalensi fungsional ( functional equivalen hypothesis ) mengajukan bahwa imaginary dan persepsi melibatkan proses yang serupa. Dasar dari teori ini adalah bahwa jangka waktu yang dibutuhkan untuk memproses sebuah perubahan stimulus searah dengan perpanjangan waktu jika sebuah objek di putar balikan dari bentuk awal. Hal ini dibuktikan dengan percobaan pada perubahan sebuah jaring kubuh yang semakin banyak derajat  perputaran dari sebuah jaring kubus  maka semakin lama jeda waktu berpikir dari responden.

Selain itu percobaan terhadap kera yang memegang sebuah gagang dan pada suatu titik diberikan pencahayaan sehingga memberikan sebuah atensi membuat para peneliti sangat tertarik dengan respon yang diberikan oleh kera tersebut karena ketika memberikan respon beberapa militdetik sebelum terjadinya respon kera akan mengantisipasi apa yang akan terjadi, pada contoh diatas adalah efek sebuah gagang sendok yang diberikan cahaya. Percobaan tersebut memberikan sebuah asumsi bahwa aktivitas neural adalah sebuah pelengkap terhadap data – data behavioral dalam mengidentifikasi kerja – kerja kognitif. Selanjutnya adalah sebuah asumsi kuat bahwa bahwa bayangan atau gambaran dalam pikiran yang setidaknya secara fungsional mirip atau setidaknya menyerupai. Pada percobaan terbaru mengingat sebuah gambar dari satu bagian ke bagian lainnya akan membutuhkan waktu yang berbeda, jarak waktu dan jarak antara objek pertama yang diminta untuk diingat ke objek selanjutnya untuk diingat berbanding lurus, termasuk juga dengan ukuran dan fokus yang digunakan. Intinya dalam ekperimen ini adalah ukuran, jarak, banyaknya rincian, warna dan berbegai hal mendetail laiinya akan  sangat mempengeruhi sebuah reprensatasi yang akan ditampilkan.

F. Peta Kognitif.
Para psikologi sudah tertarik dengan tema peta kognitif dari sebuah karya Tolman tentang pola navigasi hewan yang telah dimunculkan konsep peta kognitif. Konsep ini berdasarkan pada fakta dan ekperimen tentang pengetahuan spasial umum yang ditunjukan oleh tikus – tikus yang dimasukan kedalam sebuah labirin.
Selain itu eksperimen dari Torndyke dan Hayes-Roth menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa manusia menggunakan dua jenis pengetahuan spasial yaitu pengetahuan rute ( rute knowledge ) dan pengetahuan survey ( survey knowledge ) dalam upaya memahami dunia fisik. Pengetahuan rute berhubungan dengan lokasi – lokasi spesifik tentang perpindahan. Contoh dalam dunia nyata yang sering kita jumpai tentang contoh ini adalah kita menanyakan pada penduduk local tentang lokasi dimana lokasi tempat wisata. Sedangkan pengetahuan survey adalah dengan menanyakan arah akan tetapi kita memperkirakan dari apa yang sudah diberikan oleh orang yang menunjukan arah. Perbedaan dari kedua petunjuk ini adalah pada pengetahuan rute kita menghubungkan petunjuk yang ada dan membuat sebuah proyeksi bentuk yang akan kita lalui, sedangkan dari pengetahuan survey kita akan memperkirakan arah yang sudah diberikan oleh orang yang memberikan petunjuk.
Selain itu dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Tversky orang cenderung mengalami kekeliruan karena penggunaan pemahaman konseptual yang digunakan dalam memahami informasi dan prototype – prototype awal yang akan mengambil alih cara kita menginterpretasikan sebuah informasi geospasial yang kita dapat.
Beberapa tokoh terkemuka memusatkan penelitan mereka kepada dua transformasi spasial yang berbeda. Yang pertama adalah  transformasi spasial yang berpusat pada objek yang menghasilkan pertama,  transformasi yang berpusat pada objek maka kita akan berpikir bahwa objek itu lah yang berotasi contohnya adalah saat kita ingin membeli sebuah penggaris yang berada dibalakang rak buku maka kita akan membayangkan bahwa rak tersebutlah yang akan berputar bukan kita tetapi jika menggunakan egosentrik maka kita akan berpikir bahwa kitalah yang mengelilingi rak tersebut.
G. Sintesia : Suara yang Dihasilkan Warna
Sintesia adalah suatu kondisi ketika sensasi-sensasi dari sebuah modalitas perspektual ( misalnya penglihatan ) dialami juga dalam modalitas yang lain ( seperti pendengaran ) . Orang dapat mengecap bentuk , merapa bunyi , atau melihat angka atau huruf dalam warna . Sintesia tampaknya dikendalikan oleh peraturan ( rule governed ) , tidak terjadi secara acak . Sebagai contoh , terdapat hubungan positif antara peningktan ( brightness ) ( sebuah bersin cenderung “ lebih terang ” dibandingkan sebuah batuk )
Banyak data mengidentifikasikan bahwa banyak orang mengalami sinestesia yang di dalamnya citra-citra dan suara-suara ( dan juga pengalama sensorik lainnya ) saling terkait . Sinestesia dapat diukur , dan pernyataan yang shahih dapat dibuat berdasarkan pengukuran-pengukuran tersebut . Terdapat pula data-data yang menunjukkan bahwa beberapa orang memiliki sinestesia yang tidak wajar . Orang-orang tersebut mengalami pengalaman-pengalaman sensorik yang saling tumpang tindih dengan hebatnya . Seperti S., yang memiliki memori yang sangat luar biasa  dan mengalami sinestesia . Ketika ia membaca serangkaian item dari memori , ia mendengar  suara-suara eksperimen yang menyerupai “ hembusan uad ” atau ‘kecipak air “ yang mengganggu proses membaca informasi yang sedang ia lakukan .
Untuk mengetahui mekanisme apa yang terlibat dalam peristiwa tersebut . Pertama ,mempertimbangkan karakteristik-karakteristik fisik dunia alamiah di sekeliling kita .Adakah alasan yang masuk akal untuk mengaitkan stimuli visual dan stimuli audial ? Apakah objek serupa secara fisik dengan suara-suara bernada tinggi ? Namun upaya mencari penjelasan fisik mengabaikan konsep psikologis yang penting . Kedua  , mempertimbangkan hakikat sinestesia perseptual dan kognitif . Sistem kognitif kita memungkinkan tersusun sedemikian rupa sehingga “ percakapan lintas ” antar neuron-neuron kortikal menjadi elemen genetis yang berharga dalam sistem pemrosesan informasi pararel dan berlebihan dalam otak manusia . Diasumsikan bahwa area-area dalam otak yang saling terhubung dan memiliki aktivitas yang terjadi secara simultan akan mendorong timbulnya pengalaman-pengalaman sinestetik . Para peneliti mengandalkan peran bahasa dan eksperimen waktu-reaksi untuk menemukan sebuah hubungan antara pengalaman-pengalaman sensorik . Dengan kemajuan teknologi sekarang ini , studi studi mengenai sinestesia dan aktivitas otak akan mampu mengidentifikasikan sumber dan hakikat isu ini . Vilaynur dan Ramachandran , dari Brain and Perception Laboratory ( UC San Diego ) mengatakan  “ … otak manusia normal “disetel ” ( secara genetis ) sedemikian sehingga konsep-konsep , persepsi-persepsi , dan nama-nama objek secara rutin saling terhubung satu sama lain , sehingga memunculkan metafora-metafora yang digunakan bersama secara luas ….[ seperti baju yang berwarna meriah dan keju yang ‘tajam’ ]” ( dikutip dalam The Newyork Times , 10 April 2001 )



















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Pengetahuan adalah penyimpanan, pengintregasian, dan pengorganisasian informasi dalam memori, pengethuan adalah informasi yang telah doorganisasikan dalam memori, pengetahuan adalah bagian dari sebuah sistem atau jaringan informasi yang terstruktur, dengan kata lain , pengetahuan adalah informasi yang telah diproses dan memori adalah sistem yang kita gunakan untuk mengakses pengetahuan tersebut .
2. Dalam pengorganisasian pengetahuan secara semantik terdapat beberapa model.
a. Model set-teoritik
b. Model Pembandingan-fitur semantic
c. Model – model jaringan semantik
3. Sebuah proposisi (proposition) didefinisikan oleh Anderson (1985) sebagai “unit pengetahuan terkecil yang dapat berdiri sendiri sebagai suatu pernyataan terpisah (misalnya, bayi menangis).” Proposisi adalah unit terkecil yang masih mempunyai makna. Banyak ahli teori menganut konsep representasi proposional pengetahuan.
4. Koneksionisme (connectionism) dapat didefinisikan sebagai sebuat teori tentang pikiran yang mengajukan gagasan mengenai keberadaan sebuah set besar berisi unit-unit sederhana yang saling berhubungan dalam sebuah jaringan yang terdistribusi secara parallel. Sedangkan representasi pengetahuan dalam model-model kognisi yang bersifat koneksionistik sangatlah berbeda dengan model-model yang menyimpan objek, citra, dan sebagainya
5. Ada beberapa teori tepresentasi pengetahuan visual
a. Hipotesis penyandian-ganda ( dual-coding hypothesis )
b. Hipotesis proporsional konseptual ( conceptual-propositional hypothesis )
c. Hipotesis ekuivalensi-fungsional
6. Konsep peta kognitif Konsep berdasarkan pada fakta dan ekperimen tentang pengetahuan spasial umum yang ditunjukan oleh tikus – tikus yang dimasukan kedalam sebuah labirin.
7. Sintesia adalah suatu kondisi ketika sensasi-sensasi dari sebuah modalitas perspektual ( misalnya penglihatan ) dialami juga dalam modalitas yang lain ( seperti pendengaran ) . Orang dapat mengecap bentuk , merapa bunyi , atau melihat angka atau huruf dalam warna












DAFTAR PUSTAKA
Solso, L.Robert dkk . 2008 . Psikologi Kogniti ( Edisi Kedelapan ) . Jakarta : Erlangga