BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Kata “bahasa” sudah tidak asing lagi dalam telinga kita. Setiap
hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan
komunikasi baik itu secara lisan, tertulis, ataupun dengan isyarat. Ketika
melakukan komunikasi manusia selalu menggunakan bahasa. Setiap masyarakat
memiliki bahasa yang berbeda-beda.A
Dan bahasa adalah media atau
perwujudan hasil pikiran yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau
berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat),
dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya tau
orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan
adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah
membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat. Hal ini menandakan bahwa
dalam berbahasa diperlukan suatu tindakan berpikir dan dari hasil pemikiran
tersebut diwujudkan dalam bentuk bahasa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Bahasa?
2.
Bagaimana tahap-tahap perkembangan bahasa?
3.
Apa implikasi Bahasa terhadap perspektif neurosains kognitif?
C. Tujuan
1.
untuk memahami bahasa dalam psikologi kognitif
2.
untuk memahami tahap-tahap perkembangan bahasa
3.
untuk memahami neurosains kognitif
BAB II
PEMBAHASAN
Kata-Kata dan
Makna
Manusia
mengetahui kata sekitar 60.000 kata yang tersedia yang tersimpan dalam verbal
kita. Bahasa mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara
dalam bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan
kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan
sintaksis ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan
kalimat.
Struktur Tata
Bahasa
Sebuah area yang tak kalah penting
berkaitan dengan cara kata-kata disusun menjadi frase dan kalimat. Kata-kata
dapat digabungkan menjadi sebuah kombinasi, sekalipun untuk menyampaikan ide
yang sama. Secara teknis, studi tata bahasa mencakup area fenologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam
suatu bahasa, morfologi yakni ilmu
yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri
sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga
menjadi frase dan kalimat.
Dasar Neurologid
bagi Bahasa
Salah
satu analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa melibatkan sebuah studi kasus
klinin pada tahun 1861. Saat itu seorang dokter bedah Prancis yang masih
berusia muda bernama Paul Broco melakukan observasi terhadap seorang pasien
yang mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan
neurologis. Tanpa adanya teknologi pencitraan modern, para dokter waktu itu
hanya mampu melakukan pembedahan, dalam pembedahan tersebut. Broco menemukan
cidera di bagian lobus frontalis kiri otak atau area broco, saat itu diketahui
bahwa frontal kiri terlibat dalam proses berbicara. Sedangkan area wernicke
mengurangi kemampuan untuk memahami kata-kata lisan dan tulisan, namun pasien
tersebut masih mampu berbicara secara normal. Dengan kata lain orang mengalami
kerusakan di area wernicke masih mampu berbicara dengan lancer, namun tidak
mampu memahami ucapan orang lain.
Hierarki
Linguistik
Linguistik
adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topik pembelajaran meliputi
struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-makna, dan
tata bahasa dalam percakapan. Psikolonguistik menggabungkan pendekatan
psikologi dan linguistic.
Para
ahli linguistic menggambarkan sebuah kerangka kerja bahasa yang bersifat
hierarkis (berjenjeng). Para ahli tersebut memiliki minat dalam pengembangan
sebuah model bahasa mencakup isi, struktur dan proses bahasa. Hierarki
linguistic berkisar dari komponen-komponen yang fundamental ke
komponen-komponen gabungan hingga ke komponen-komponen yang sangat rumit.
Dengan kata lain,unit-unit suara dan unit-unit makna memiliki jenjang kerumitan
yang semakin meningkat.
Fenom
Sebuah
fenom adalah unit dasar bahasa lisan yang saat digunakan sebagai sebuah unit
tunggal tidak memiliki makna sama sekali. Fenom adalah suara suara tunggal
dalam percakapan yang dipresentasikan oleh sebuah symbol tunggal. Fenom
dihasilkan oleh kordinasi yang rumit dari paru-paru, pita suara, larynx, bibir,
lidah, dan gigi. Ketika semua organ tersebut bekerja dengan baik maka suara
yang dihasilkan akan dipresepsi dan dipahami dengan cepat oleh pendengar yang
yang menguiasai bahasa yang diucapkan pembicara.
Fenom
dapat berupa huruf hidup atau konsonan, bunyi-bunyi yang membentuk percakapan
dapat diklarifikasikan sebagai bunyi yang diucapkan atau bunyi yang tidak
disuarakan. Bunyi percakapan yang dihasilkan oleh koordinasi paru-paru,
thoraks, lidah, dan organ lainya diklarifikasikan sebagai bunyi yang disuarakan
atau yang diucapkan.
Morfem
Morfem
adalah unit terkecil yang memiliki makan, morfem dapat berupa kata-kata atau
bagian kata seperti awalan atau akhiran, atau kombinasi. Morfom dapat berbentuk
bebas atau terikat. yang bebas adalah yang berdiri sendiri sedangkan terikat
adalah bagian-bagian kata.
Morfologi
Morfologi
studi mengenai struktur kata-kata. Yang dibentuk dari kombinasi morfom. Namun
komposisi yang sangat luas pada morfom akan diatur ketat oleh batasan-batasan
linguistic.
Sintaksis
Sintaksis adalah peraturan yang mengendalikan
kombinasi kata-kata dalam frase atau kalimat, jumlahnya hanya dibatasi oleh
waktu dan imajinasi saja, dan keduanya tersedia sangat berlimpah. Dalam memahami
bahasa dapat dibedakan menjadi dua aspek, produktivitas
mengacu pada ketidak terbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang
mungkin muncul dalam suatu bahasa, dan sifat keteraturan atau regularitas mengacu pada pada kalimat, pola,
ucapan.
Tata Bahasa
Transformasional
Tata
bahasa transformasional berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam dalam bentuk
linguistic yang mungkin mempertahankan makna yang sama. Contoh :
Kucing itu dikejar anjing
Anjing itu mengejar kucing
Keduanya adalah kalimat yang tepat dan
memiliki makna yang sama. Dan ketika para partisipan diminta untunk memberikan
rating terhadap keyakinan mereka akan benar-tidaknya suatu kalimat, ditemukan
bahwa kalimat yang memiliki empat proposisi memiliki rating tinggi, sedangkan
kalimat yang memiliki tiga proporsi mendapatkan rating lebih rendah. Sedangkan
paling sedikit kalimat, semakin rendah rating yang diberikan partisipan. Bahkan
kalimat yang memiliki satu proporsi mendapatkan rating yang negatif.
Proposisi
Sejumlah
ahli mengasumsikan keberadaan suatu struktur dalam berada di bawah struktur
permukaan suatu bahasa, yang mengikuti perataran transformasi yang sistematis.
Seperti :
Satu
Semut di dapur
Jeli di atas meja
Jeli tersebut manis
Semut memakan jeli
Dua
Semut di dapur memakan jeli
Semut memakan jeli yang manis
Jeli yang manis berada di atas meja
Semut memakan jeli yang ada di atas meja
Tiga
Semut memakan jeli manis yang ada di atas
meja
Semut di dapur memakan jeli yang ada di
atas meja
Semut di dapur memakan jeli yang manis
Empat
Semut di dapur memakan jeli manis yang
berada di atas meja
Dari semua kata-kata tersebut digabungkan
dan dibolak-balik tetapi tetap memiliki makna yang sama antara satu, dua, tiga,
dan empat itu yang dinamakan proposisi.
Psikolinguistik
Nature vs Nuture
Dalam aspek teori Chomsky bahwa gagasan
tentang komponen yang paling penting dari bahasa bersifat bawaan. Yang
berlawanan dengan Skinner yang bahwa bahasa diperoleh melalui pembelajaran.
Sedangkan kaum behaviouris meyakini bahwa bahasa berkembang melalui penguatan.
Namun, Chomsky menyatakan bahwa kata-kata tertentu memang diperoleh melalui
penguatan, tetapi saat kata-kata tersebut digabungkan dan membentuk kalimat
maka kalimat tersebut dikendalikan oleh aturan-aturan yang bersifat universal.
Menurut Chomsky bahwa penguatan semata
tidak dapat menjelaskan bagaimana seorang anak mampu menghasilkan sebuah
kalimat yang memiliki tata bahasa yang sempurna, sedangkan anak itu belum
pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya. Teori Chomsky tidak semata-mata
menyatakan bahwa suatu sistem tata bahasa yang spesifik yang bersifat bawaan
melainkan bahwa kita memiliki sebuah skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana
pemrosesan informasi dan pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa
kita. Fenomena tersebut mungkin terkait dengan perkembangan biologis dari
perangkat perolehan bahasa yang disingkat LAD. LAD adalah sebuah struktur
kognitif yang berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.
Hipotesis Relativitas-Linguistik
Penekanan Chomasky pada universalitas linguistik
adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi kinerja linguistik yang umum didapati
disegala bahasa. Gagasan yang menyatakan bahwa bahasa kita mempengaruhi
persepsi dan konseptualisasi realita dikenal sebagai hipotesis
relativitas-linguistik. Gagasan tersebut juga dikenal dengan nama hipotesis
Whorf, yang berdasarkan sebuah penelitian mendetail dari Benjamin Lee Whorf
yang menyimpulkan bahwa suatu benda yang direpresentasikan oleh suatu kata akan
dipahami secara berbeda oleh orang orang yamg memiliki bahasa yang berbeda dan
penyebab perbedaan cara pandang terhadap
realita itu tak lain adalah hakikat bahasa itu sendiri.
Seluruh manusia normal memiliki organ-organ
fisik yang sama, dengan demikian perbedaan dalam pemrosesan mental terhadap
warna berkemungkinan disebabkan oleh perbedaan antara sandi-sandi bahasa yang
berbeda. Yang dalam sejumlah penelitian mendukung gagasan tersebut. Hipotesis
Whorf menyatakan bahwa realitas fisik diterjemahkan berdasarkan representasi
internal terhadap realita menjadi persepsi yang konsisten dengan struktur
kognitif yang bersifat lebih permanen. Yang salah satu cara menstrukturkan
informasi dalam otak berkaitan dengan sandi-sandi bahasa spesifik yang akan
berbeda setiap manusia karena keunikannya. Yang pada sudut pandang ini Whorf
mendapatkan kritik yang hebat dari sejumlah pihak.
Bukti yang menentang hipotesis Whorf yakni
Heider dan Rosch bahwa ketidak sesuaian jika bahasa memang sungguh-sungguh
menentukan persepsi, karena jika itu memang benar maka orang-orang akan mengalami
kesulitan mengingat warna pokok dan campuran. Serta terdapat pula hipotesis
Whorf bahwa semakin signifikan sebuah
pengalaman kita semakin beragam pula cara pengalaman tersebut diekspresikan
dalam bahasa kita. Dengan demikian budaya pun menjadikan pengaruh karena tiap
budaya memiliki bahasa yang berbeda pula.
Bahasa dan Neurologi
Studi landasan neurologis bagi bahasa telah
dilaksanakan melalui sejumlah cara, termasuk pemeriksaan klinis terhadap
pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak (misalnya area Broca dan Wernicke).
Cara-cara lain mencakup stimulasi elektrik terhadap otak, prosedur-prosedur
psychosurgery (pembedaan terkait eksperimen psikologi), pemeriksaan
farmaseutikal, dan teknologi pencitraan.
Neurologis otak telah dipelajari
menggunakan sejumlah teknik, termasuk pelacakan elektronik dan pemindaian PET.
Studi-studi neurologis mengenai bahasa menunjukkan keberadaan area-area
terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan
sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region diotak
diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman dalam membaca adalah proses memahami
makna materi tertulis. Studi-studi fiksasi mata mengindikasikan bahwa pemahaman
dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kata-kata yang langka, integrasi
klausa-klausa yang penting, dan penyusunan kesimpulan. Pengetahuan, yang dapat
diperoleh melalui pengalaman historik maupun situasional, juga mempengaruhi
pemahaman. Sebuah model pemahaman (Kintsch) mengandung gagasan bahwa para
pembaca memahami materi tertulis berkenaan dengan proposisi dan skemata
sasaran.
Stimulasi Elektrik
Dalam pembedahan tersebut, para peneliti
memberikan aliran listrik bertegangan rendah ke area-area pemrosesan bahasa,
seperti area Broca, area Wernicke, dan sejumlah area di korteks motorik.
Pemindaian PET
Teknik ini tidak bersifat invansive, dan
dapat diterapkan pada orang yang sehat. Dalam studi tersebut, kata-kata yang
diucapkan secara lisan menimbulkan aktivasi di korteks temporoparietal. Hasil
penelitian ini seluruhnya konsisten dengan studi-studi neurologis sebelumnya.
Ketika partisipan diberi kata palu misalnya partisipan akan diminta untuk
menyebutkan kegunaannya.
Membaca
Dengan meminta partisipan untuk mengamati
serangkaian huruf dan kata selama 10 milidertik, catell menemukan bahwa
kemampuan partisipan untuk mengenali dan melaporkan huruf-huruf tidaklah
terkait dengan jumlah huruf yang ditampilkan, melainkan lebih terkait dengan
pemaknaan urutan huruf-huruf terseburt. Seorang partisipan yang dipaparkan pada
huruf yang tidak saling berhubungan selama 10 milidetik dapat menyebutkan 3-4
huruf; namun jika huruf-huruf tersebut membentuk sebuah kata , partisipan dapat
menyebutkan dua kata (yang masing masing mengandung 3-4 huruf). Dan ketika
kata-kata tersebut memiliki hubungan sintaksis maka partisipan mampu membaca
hingga empat kata sekaligus.
Saat kita membaca atau mengamati suatu
objek visual mata kita melakukan serangkaian gerakan yang disebut gerakan
sakadik dan terdapat sebuah fase dimana mata kita berhenti selama sesaat
(fiksasi) yang dapat berubah-ubah rentang waktunya.
Lexical-Decision Task (LDT)
Sebuah pendekatan inovatif terhadap masalah
dampak kontekstual dalam identifikasi kata telah diperkenalkan oleh Meyer dan
rekan-rekannya. Para peneliti tersebut menggunakan LDT, yakni sejenis tugas
priming yang didalamnya peneliti mengukur kecepatan para partisipan dalam
menentukan sepasang “kata” adalah kata-kata yang memang dikenal dalam sebuah
kosa kata.
Dukungan Neurosains kognitif
Terdapat sebuah studi mengenai
pemrosesan kata-kata visual dan auditorik (Petersen dkk., 1988), para
partisipan diminta mengerjakan 3 tugas leksikal;
1. Mengamati sebuah titik
fiksasi atau secara pasif mengamati kata-kata visual
2. Mengamati setiap kata
yang muncul
3. Membentuk kalimat
menggunakan setiap kata yang ditampilkan
Setiap partisipan mendapatkan
tugas yang berbeda, sesuai dengan operasi pemrosesan yang terjadi dalam
pengerjaan tugas-tugas tersebut. Pada saat yang bersamaan peneliti mengamati
keluaran data-data dari pemindai PET, terutama data-data yang berkaitan visual
dan auditorik di korteks.
Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa setiap tugas yang berbeda mengaktifkan area-area korteks yang
berbeda. Hasil yang paling menarik dalam penemuan ini adalah ditemukannya
bagian-bagian korteks yang terlibat dalam bentuk-bentuk kata visual, dan
bagian-bagian korteks yang terlibat dalam analisis semantik. Penemuan tersebut
mengindikasikan bahwa bentuk-bentuk pemrosesan leksikal yang berbeda-beda
tersebut, dikendalikan oleh bagian-bagian yang berbeda dalam otak, sebagaimana
dihipotesiskan dalam model logogen Morton.
Data-data tersebut didukung oleh
eksperimen yang dilakukan oleh Psner, Sandson, Phawan, dan Shulman (1989).
Eksperimen tersebut pada dasarnya menggunakan teknik yang serupa, namun
partisipannya mengerjakan tugas LDT yang telah dimodifikasi. Dalam sebuah
kondisi perlakuan, partisipan mendapatkan priming visual suatu kata misalnya
DOCTOR-DOCTOR. Dalam tugas lain partisipan mendapatkan priming semantik suatu
kata misalnya DOCTOR-NURSE. Dalam tugas ketiga para peneliti memberikan sebuah
petunjuk atensi spasial visual misalnya sebuah isyarat atau petunjuk perifer di
bagian kiri layar, yang diikuti oleh sebuah sasaran di bagian kiri layar untuk
menandakan jawaban yang tepat atau bagian kanan layar untuk menunjukan bagian
yang salah.
Hasil studi tersebut menunjukkan
bahwa area yang kemungkinan besar terlibat dalam priming fitur-fitur visual
(DOCTOR-DOCTOR) adalah lobus oksipital ventralis. Psner dan
teman-temannya mengajukan gagasan bahwa kata-kata “memicu” (primes) area-area
tersebut dan sebuah target yang identik akan mengaktikan kembali jalur-jalur
neuron yang sama dalam jaringantersebut. Tugas-tugas semntik (DOCTOR-NURSE)
tampaknya mengaktifkan 2 area tambahan
yakni korteks prefrontalis inferior kiri dan lobus frontal medialis.
Sebelumnya para ahli linguistik menduga bahwa
suatu kata yang diproses secara semantik akan diproses di bagian otak yang
berbeda dengan kata yang diproses secara perseptual, namun baru-baru ini secara
ilmiah tidak terbukti. John grabieli dan rekan-rekannya di Univeritas Standford
telah menyajikan data-data tambahan dari
studi-studi fMRi yang mendukung perbedaan mendasar antara jnis-jenis peyandian
tersebut. Dalam sejumlah studi para partisipan diminta mengevaluasi serangkaian
kata-kata abstrak, seperti TRUST(kepercayaan) dan kata-kata konkret seperti
CHAIR (kursi). terkadang kata-kata tersebut dituliskan menggunakan huruf besar
semua dan terkadang juga menggunkan huruf kecil.
Dalam kondisi perlakuan semantik
para partisipan diminta menilai apakah kata-kata yang mereka lihat merupakan
kata-kata abstrak atau konkret. Dalam kondisi perlakuan perseptual, para
partisipan diminta mengidentifikasi apakah kata-kata yang mereka lihat tertulis
dalam bentuk besar atau kecil. Dalam eksperimen ini aktivitas diamati dengan
fMRI yang menunjukan pusat aktivitas kortikal saat partisipan mengerjakan
tugas-tugas tersebut.
Ditemukan bahwa dalam kondisi
perlakuan semantik, korteks prefrontalis inferior kiri lebih aktif
dibanding dalam kondisi perlakuan perseptual Hasil tersebut menunjukkan bahwa
bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan semantik dan perseptual berbeda.
Pemahaman
Dalam upaya memahami pemahaman membacaa,
sejumlah ahli membagi proses tersebut dalam beberapa tahap, dengan
mengasumsikan bahwa terdapat proses-proses yang berurutan. Diawali dengan
persepsi terhadap tulisan (kata yang dibaca) dan berakhir pada pemahaman makna
kalimat-kaliamat yang dibaca tersebut. Proses membca dan proses pemahaman model
Just dan Carpenter dikonseptualisasikan sebagai pelaksanaan sebagai pelaksanaan
serangkaian tahapan secara terkoordinasi, yang melalui proses
pengidentifikasian fitur-fitur fisik pada huruf, penyandian kata-kata dan
penggunaan leksikon, pembagian peran-peran kasus (case roles), dan seterusnya.
Sejumlah
karakteristik menarik dalam model diatas adalah sifatnya yang komprehensif
(menyeluruh) namun jug spesifik. Model tersebut menghasilkan prediksi-prediksi
yang sangat spesifik mengenai kinerja membaca yang dapat diukur secara
empirik dengan metode pengukuran fiksasi
mata. Dalam upaya pengujian terhadap model tersebut, para partiipan (semuanya
mahasiswa) diminta membaca naskah-naskah ilmiah dari Newsweek & Time. Sembari
membaca, pergerakan dan fiksasi mata mereka diukur tanpa mengganggu proses
membaca itu sendiri.
Berdasaran
pengetahuan yang kita miliki kita dapat mengasumsikan adanya keterlibatan yang
lebih besar dalam region-region otak seseorang (seperti area broca dan
wenicke) saat seseorang membaca naskah yang rumit, dibandingkan saat orang
tersebut membaca materi tertulis yang sederhana. Dalam upaya menguji gagasan
tersebut, Just, Carpenter, Keller, Eddy, dan thulborn (1996) mengembangkan
sejumlah kakalimat yang memiliki kerumitan struktural yang beragam. Setelah
membacakaliamt-kalimat tersebut, para partisipan mendapatkan pertanyaan
mengenai pemahaman mereka terhadap kalimat-kalimat yang telah mereka baca.
Selama para partisipan menjalankan tugas tersebut, para peneliti terus
mengamati pengukuran fMRIdari otak setiap partisipan.
Intensitas
pemrosesan di area Wernicke dan area Brocka akan meningkat seiring
meningktnya kerumitan kalimat. Jumlah aktivitas neural yang dibutuhkan oleh
tugas-tugas kognitif, seperti membaca, bergantung pada beban tugas itu sendiri. Maksutnya tindakan
pembacaan naskah yang rumit menimbulkan beban pemrosesan yang lebih besar di
otak dan aktivitas seperti itu dapat diukur dengan teknologi pencitraan modern.
Pemrosesan Top Down
Semakin rumit atau lengkap struktur
kognitif seseorang, proses asimilasi tersebut menjadi semakin mudah. Sebaliknya,
keterbatasan pengetahuan menghambat pemahaman sebab si pembaca harus
mengembangkan sejumblah struktur pengetahuan mengenai materi tersebut, selain
harus menyandikan informasi yang sedang dibaca. Sebagian besar pemahaman
merupakan bentuk pemrosesan top-down. Orang-orang yang memiliki
pengetahuan khusus, seperti ilmu pertukangangan, ballet, antrofisika atau balap
mobil mampu memahami informasi teknis dalam ranah kerjanya lebih baik daripada
kaum awam atau orang amatir.
Pemorsesan Bottom-Up
Sebuah
model lain yang penting mengenai peahaman oleh Kintsch dan Van Dijk. Pada
tataran proses membaca materi tertulis, model tersebut disusun berdasarkan
abstraksi informasi yang diambil dari sumber tertulis itu sendiri. Sedangkan
pada tataran niat si pembaca itu sendiri, model tersebut mengajukan teori
mengenai sebuah skema sasaran yang mengarahkan pemahaman si pembaca terhadap
materi tertulis yang dibacanya.
Model
tersebut memampukan para peneliti yang berminat terhadap struktur cerita untuk
membuat prediksi yang akurat mengenai memorability jenis-jenis informsi
yang spesifik (memoribility mengacu pada mudah-tidaknya suatu informasi diingat
orang). Teknik yang dikembangkan oleh Kintsch dan van Dijk tersebut konsisten
dengan metedologi penelitian modern dalam ilmu psikologi, berbeda dengan metode
subjektif yang digunakan dalam karya Bartlett.
Sebuah Model Pemahaman Teks
Model pemahaman Kintsch lebih
dari sekedar suatu sistem yang berkaitan dengan cara informasi tertulis
dipahami seseorang. Model tersebut merupakan suatu teori yang memuat
konsep-konsep dari berbagai ranah psikologi kognitif, termasuk memori dan
pemahaman bahasa lisan dan tulisan. Pemahaman bergantung pada dua sumber yang
berbeda, yakni skema sasaran yang serupa dengan pemrosesan top-down dan
struktur permukaan teks yang serupa dengan pemrosesan bottom-up. Model
tersebut dibentuk berdasarkan proposisi, yakni abstraksi-abstraksi yang
dibentuk berdasarkan observasi (seperti membaca materi tertulis atau
mendengarkan pembicaraan seseorang).
Representasi Proposional dari Teks dan dari
Membaca
Model pemhaman menyatukan
unit-unit memori mendasar dalam materi tertulis adalah proposisi. Selain itu,
model tersebut memprediksikan bahwa kalimat-kalimat yang memiliki kerumitan
proporsi yang lebih tinggi akan semakin sulit dipahami dibanding dengan
kalimat-kalimat dengan struktur posisi yang sederhana, sekalipun kerumitan
permukaan kedua kalimat tersebut sama.
Kesimpulan
Bahasa dalam psikologi
kognitif Bahasa
mencakup area fenologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam
bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata
dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis
ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
Tahap-tahap perkembangan
bahasa studi tata
bahasa mencakup area fenologi, yakni
ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa, morfologi yakni ilmu yang mempelajari
kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi
unit-unit yang lebih besar, dan sintaksis
yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan
kalimat.
Memahami neurosains kognitif Studi-studi neurologis mengenai
bahasa menunjukkan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam
pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga
diasumsikan sejumlah besar region diotak diaktifkan secara bersamaan. Pemahaman
dalam membaca adalah proses memahami makna materi tertulis.
Saran
Kami selaku penulis
makalah ini menyadari bahwasanya penulisan ini tidak menutup kemungkinan
terdapat adanya sanggahan dan kritik maka disini kami mohon saran untuk hasil
makalah kami.
Daftar
Pustaka
Robert Solso, dkk;
psikologi kognitif (Erlangga, 2007) Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar