Kamis, 16 November 2017

Vica Nahdiyatus Suaiba

KOGNISI SEPANJANG MASA KEHIDUPAN
Vica Nahdiyatus Suaiba / 16410092
Kognisi manusia, ditinjau dari sudut pandang perkembangan, adalah hasil dari rangkaian tahap – tahap perkembangan yang dimulai sejak tahun – tahun awal permulaan pertumbuhan pada tahap awal. Persepsi, memori, bahasa, dan proses berpikir kita dikendalikan oleh struktur genetic dasar yang kita warisi dan perubahan yang kita alami sebagai tanggapan terhadap permintaan lingkungan yang muncul dalam berbagai interaksi fisik dan sosial. Intinya, kognisi berkembang dalam bentuk pengingkatan megikuti pola – pola yang teratur sejak bayi hingga masa dewasa, dan beberapa kemampuan kognitif mengalami penurunan di masa tua.
Perkembangan kognitif
Menurut Piaget: Asimilasi dan Akomodasi. Ia menetapkan bahwa intelektualitas, sebagaimana fungsi – fungsi biologis , adalah hasil dari adaptasi evolusioner (evolutionary adaptation) , dengan demikian maka jalan terbaik untuk memahami sifat dasar pikiran orang dewasa adalah melalui sudut pandang biologis dan evolusioner, melalui penelitian terhadap aktivitas mental sejak lahir, serta observasi terhadap perkembangan perubahannya sebagai upaya proses adaptasi terhadap lingkungan.
Prinsip – prinsip umum Piaget:
1. Organisasi (organization) mengacu pada sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. Tingkat berpikir yang paling sederhana adalah skema (scheme) , yaitu representasi mental beberapa tindakan (fisik maupun psikis) yang dapat dilakukan terhadap objek.
2. Adaptasi (adaptation) , mencakup dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah perolehan informasi dari luar, dann pengasimilasiannya dengan pengetahuan dan perilaku kita sebelumnya. Sedangkan akomodasi meliputi proses perubahan (adaptasi) skema lama untuk memproses informasi dan objek – objek baru di lingkungannya. Piaget meyakini bahwa kita memiliki struktur mental, mengasimilasikan peristiwa – peristiwa eksternal dan mengonversikannya menjadi peristiwa – peristiwa mental atau pikiran.
Piaget membentuk 4 tahapan perkembangan kognitif manusia:
Tahap 1, Periode sensorimotor (sejak lahir – 2 tahun) dicirikan dengan fase interkoordinasi progresif dari skema menjadi lebih kompleks dan terintegrasi. Respons – respons bersifat bawaan dan berupa refleks – refleks yang tidak disengaja, seperti menghisap. Yang kemudian mulai berkembang menjadi menggenggam sesuatu yang dibawanya.
Tahap 2, periode pra-operasional (usia 2 – 7 tahun) , perilaku anak berubah dari dependasi tindakan menuju pemanfaatan representasi mental dalam tindakan – tindakannya mengembangkan sistem organisasi pikiran – pikirannya. Pada tahap ini mereka mulai bersikap egosentrisme. Mereka masih sulit untuk membedakan persepsi mereka dengan persepsi orang lain. Kemajuan lain yang dimungkinkan dengan representasi adalah kemampuan anak untuk berpura – pura dan berbuat seolah – olah melakukan sesuatu, terutama dalam menggunakan benda – benda untuk suatu hal yang tidak semestinya. Akhirnya, kapasitas representasi memungkinkan anak menggunakan bahasa. Menurut Piaget, bahasa terdiri dari symbol – symbol yang membentuk suatu objek atau kejadian.
Tahap 3, periode operasional konkret (usia 7 – 11 tahun) , adalah tahap penyempurnaan tiga ranah penting pertumbuhan intelektual, yaitu koservasi, klasifikasi, dan transivitas. Konservasi: ranah pertama, adalah kemampuan untuk mentrnasformasikan sifat objek. Klasifikasi: melibatkan pengelompokan dan kategorisasi objek – objek yang mirip. Seriasi dan Transivitas: adalah dua kemampuan yang terpisah, namun saling berhubungan. Seriasi melibatkan kemampuan untuk merangkai secara bersamaan serangkaian elemen menurut hubungan tertentu.
Tahap 4, periode operasional formal (masa remaja dan dewasa) ditandai dengan kemampuan anak untuk memformulasikan hipotesis dan mengujinya terdapat realitas. Anak mulai berpikir proporsional, dan membangun perkembangan idealisme yang kuat.
Menurut Piaget, tahap operasional formal menandai berakhirnya perkembangan intelektual. Anak menempuh jalan panjang mulai dari refleks – refleks sederhana pada bayi yang baru lahir, menuju pada pemikiran – pemikiran remaja dan orang dewasa.
Pandangan Vygotsky: Pikiran dalam Masyarakat
Tahapan – tahapan dalam perkembangan menurut Lev Vygotsky:
Perkembangan wicara yang berkaitan dengan perkembangan pikiran pada anak berlangsung mengikuti proses yang ada. Pertama dan yang terpenting, tujuan utama berbicara adalah komunikasi yang didorong oleh kebutuhan dasar kita untuk melakukan kontak sosial. Perkembangan pemikiran tidak berasal dari individu ke masyarakat, melainkan dari masayrakat ke individu.
Fenomena Internalisasi, Internalisasi adalah proses, dimana tindakan eksternal (perilaku berbicara) ditransformasikan menjadi fungsi – fungsi psikologis internal (proses berbicara), perbedaan antara apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan dan tanpa bantuan orang tua oleh Vygotsky disebut sebagai zona perkembangan proksimal.
Tahap – tahap Perkembangan, menurut Vygotsky anak melalui 3 tahapan dalam perkembangan konseptual, yaitu: Pembentukan konsep tematik (di mana hubungan antara objek – objek dinilai penting), pembentukan konsep berantai ( sebagaimana telah dibahas sebelumnya), dan pembentukan konsep abstrak (yang menyerupai pembentukan konsep pada orang dewasa.
Perkembangan Pikiran dan Internalisasi Kemampuan Berbicara
Vygotsky “Bahasa adalah kesatuan antara pembicaraan di luar yang didengar anak dan pembacaraan di dalam yang dipikirkannya”. Adalah mudah untuk menyimpulkan bahwa bahasa dan pikiran adalah fenomena yang sama, sekalipun merupakan dua entitas yang berbeda. ketika anak yang belum mampu berbahasa dapat berpikir, berarti kita harud membedakan akar wicara dan pikiran. Prinsip dasar psikologi Vygotsky adalah bahwa pikrian dan bahasa memiliki akar genetic yang berbeda, sehingga tingkat perkembangan keduanya pun berbeda pula.
Perkembangan Kemampuan Kognitif
Intelegensi
Satu metode yang digunakkan oleh psikolog perkembangan untuk membedakan dasar genetic intelegensi dari pengaruh lingkungan adalah penelitian pada anak kembar. Dalam penelitian jenis ini, kembar fraternal dengan ciri genetic yang mirip dan kembar identic dengan ciri genetic yang sama diikuti perkembangannya untuk menemukan pengaruh faktor lingkungan terhadap trait. Sangatlah beralasan untuk menyimpulkan bahwa faktor genetic memegang peranan penting dalam menentukan kemampuan verbal dan spasial pada anak.  
Kemampuan Akuisisi – Informasi
Pencarian informasi yang berhasil berdampak pada perkembangan neurologis, perkembangan sensory register, perhatian terfokus, dan kecepatan pemrosesan, sebagaimana strategi efektif untuk mencari dan menggunakan informasi pada bagian yang bervariasi dari lingkungan.
Atensi/ Perhatian Selektif (selective attention) perhatian selektif mengacu pada kemampuan untuk memfokuskan pada informasi yang relevan. Anak – anak lebih mudah untuk teralih perhatiannya dan lebih fleksibel untuk menyebar perhatiannya pada informasi – informasi, baik yang relevan, maupun yang tidak relevan. Semakin dewasa, mereka semakin mampu mengontrol perhatiannya dan beradaptasi terhadap tugas – tugas yang berbeda.
Perhatian pada Wajah (facial attention) penelitian yang terkait terhadap anak telah dilakukan Salaptek (1975), dengan memberikan kepada bayi tayangan visual, di mana suatu objek diletakkan dalam objek lain (misalnya lingkaran dalam segitiga). Bayi di bawah usia 2 bulan mencurahkan hampir seluruh perhatiannya pada tepian figure luar daripada figure lain yang diletakkan di dalam. Setelah usia 2 bulan, barulah bayi memperhatikan keduanya, baik figure di dalam maupun luarnya.
Kognisi tingkat Lanjut (Higher Order Cognition) Pada Anak
Struktur Pengetahuan dan Memori. Satu cara untuk menganalisis suatu episode tipe ini adalah berpikir tentan cara informasi disampaikan. Jean Mandler, dkk meneliti gramatika cerita pada anak dan mengembangkan model yang membedakan kedua tipe representasi. Pertama, representasi adalah istilah tentang apa yang diketahui seseorang dan bagaimana informasi tersebut diorganisasikan dalam memori. Di pihak lain, representasi adalah istilah symbol .
Berpikir Metaforis Fein, 1979, bayi hingga usia setahun belum memiliki kemampuan untuk bermain pura – pura. Setelah usia 6 tahun, mereka tampaknya secara umum lebih menyukai permainan lain. Walaupun demikian, kecenderungan normal awal untuk menciptakan dunia fantasi tempaknya tetap ada, namun tidak begitu dipahami oleh orang dewasa, tampaknya perkembangan kemampuan intelektual, kreativitas, dan imagery berhubungan dengan pemikiran metaforis anak.
Membayangkan (Imagery) secara umum, Kosslyn menemukan bahwa orang dewasa dapat memberikan reaksi lebih cepat dibandingkan anak – anak akibat kondisi ini. Namun, waktu reaksi data untuk waktu reaksi relatif pada anak dan orang dewasa sangat menarik dan diperiksa. Kesimpulannya ternyata bahwa orang dewasa cenderung menyimpan informasi dalam bentuk proporsi abstrak. Hasilnya berkebalikan dengan anak – anak.
Kognisi dan Penuaan
Gerontologi merupakan ilmu yang mempelajari masalah penuaan. Lars Nilsson (2003), ditemukan bahwa performa memori jangka pendek, memori semantic,, dan memori procedural tidak berhubungan dengan penuaan yang normal. Namun dilaporkan terjadinya penurunan memori episodic. Untungnya, kita memiliki banyak sistem memori yang berbeda – beda. Sehingga ketika suatu sistem saraf memori menurun akibat penuaan, tidak demikian halnya dengan yang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar