Kamis, 16 November 2017

herlina

Bahasa
Dalam suatu proses kognitif yag paling menarik cara sebuah pikiran mempengaruhi pikiran yang lain melalui bahasa.  Dalam proses tersebut, sejumlah sel yang tersusun di otak anda akan diubah secara permanen, sejumlah pikiran baru akan dibentuk, dan secara harfiah, anda akan berubah.
Bahasa (language),
menurut para psikolog kognitif, adalah suatu sistem komunikasi yang di dalamnya pikiran-pikiran dikirimkan (transmitted) dengan perantaraan suara (sebaagaimana dalam percakapan) atau simbol (sebagaimana dalam kata-kata yang tertulis atau isyarat-isyarat fisik).
Studi mengenai bahasa adalah studi yang dianggap penting oleh para psikolog kognitif.  Perkembangan bahasa mencerminkan abstraksi yang unik, yang menjadi dasar kognisi manusia.  Meskipun sekali pun bentuk kehidupan yang lain (Hewan) memiliki cara berkomunikasi dalam bentuk lain yang rumit, namun manusia memiliki tingkat abstraksi  yang lebih besar.
Secara teknis, studi tata bahasa (grammar) mencakup area fonologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara-suara dalam suatu bahasa; morfologi, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi potongan-potongan kata dan kata-kata itu sendiri sehingga menjadi unit-unit yang lebih besar; dan sintaksis, yakni ilmu yang mempelajari kombinasi kata-kata sehingga menjadi frase dan kalimat.
A.    Dasar Neurologis bagi Bahasa
Pada tahun 1861 seorang dokter bedah Prancis  bernama Paul Broca melakukan analisis ilmiah paling awal terhadap bahasa, ia melakukan obserevasi pada seorang pasien yang mengalami paralisis di sebelah sisi tubuhnya, yang juga mengalami hilangnya kemampuan berbicara sebagai akibat kerusakan neurologis.  Para dokter pada masa itu hanya mampu melakukan pembedahan postmortem (pascakematian).  Dalam pmbedahan tersebut, Broca menemukan cedera dibagian lobus frontalis kiri otak pasien sebuah area yang kemudian dikenal dengan area Broca.  Area Broca terlibat dalam produksi bahasa (language production) sedang area Wernicke terlibat dalam pemahaman bahasa (language comprehension).  Kerusakan area Wernicke mengurangi kemampuan dalam memahami bahasa baik lisan maupun tulisan, namun pasien tersebut masih mampu untuk berbicara secara normal.

B.     Hierarki Linguistik
Linguistik (linguistics) adalah ilmu yang mempelajari bahasa, dengan topik pembelajaran meliputi struktur bahasa dan berfokus pada pendeskripsian suara-suara, makna-makna, dan tatat bahasa dalam percakapan.  Para psikolog umumnya mempelajari cara manusia menggunakan bahasa.  Ilmu yang menggaabungkan kedua pendekatan  (yakni psikologi dan linguistik) disebut psikolinguistik (Psycholinguistics).
Para ahli linguistik telah mengembangkan sebuah kerangka kerja bahasa yang bersifat hirarkis (berjenjang).  Para ahli memiliki minat dalam mengembangkan sebuah model bahasa, mencakup isi, struktur, dan pemrosesan bahasa.  Hirarki linguistik berkisar dari komponen-komponen yang fundamental ke komponen-komponen gabungan (compound components) hingga ke komponen-komponen yang  sangat rumit.  Dengan kata lain unit-unit suara dan unit-unit makna memiliki jenjang kerumitan yang semakin meningkat.
a.      Fonem
Sebuah fonem (phoneme) adalah unit dasar bahasa lisan yang, saat ini digunakan sebagai sebuah unit tunggal, tidak memiliki makna sama sekali. Fonem adalah suara-suara tunggal dalam percakapan yang dipresentasikan oleh sebuah simbol tunggal.
Keberadaan suatu instrumen yang disebut spektograf (spectograph) telah memungkinkan kita mempelajari perbedaan karakteristi-karakteristik akustik pada bahasa-bahasa percakapan dengan sangat mendetail. Rekaman “percakapan visual” telah memungkinkan para peneliti mempelajari karakteristik-karakteristik akustik bahasa percakapan secara mendetail.
b.      Morfem
Dalam bahasa, morfem adalah unit-unit terkecil yang memiliki makna. Morfem (morpheme) dapat berupa kata-kata atau bagian-bagian kata seperti prefiks (awalan), sufiks (akhiran), atau kombinasi prefiks-sufiks. Morfem bebas adalah unit-unit bermakna yang berdiri secara mandiri (seperti color, orenge, dog, drive), sedangkan morfem terikat adalah bagian-bagian kata (colorless, oranges, driving). Dengan menggabungkan morfem-morfem, kita dapat membentuk jutaan kata hampir-hampir tidak terbatas.

c.       Morfologi
Morfologi (morphology) adalah studi mengenai struktur kata-kata.
d.      Sintaksis
Sintaksis (syntax), yakni peraturan-peraturan yang mengendalikan kata-kata yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam fase dan kalimat.
C.    Tata Bahasa Transformasional
            Kumpulan peraturan yang mengendalikan keteraturan bahasa disebut tata bahasa (grammar), dan tata bahasa transformasional (transformstional grammar) berkaitan dengan perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk linguistik yang mungkin mempertahankan makna yang sama. Sebagai contoh:
1)      Tikus itu dikejar kucing.
2)      Kucing itu mengejar tikus.
Kedua kalimat itu adalah kalimat tepat, mengungkapkan makna yang sama, memiliki kata-kata serupa, namun berbeda dalam struktur dasarnya.
Ide-ide berikutnya ini seringkali dianggap mewakili yang paling penting dari teori Chomsky:
·         Bahasa mempunyai keseragaman yang mendasar (underlying uniformity), dan styruktur bahasa seringkali berkaitan dengan makna sebuah kalimat dibandingkan karakteristik permukaan bahasa tersebut.
·         Bahasa bukanlah sebuah sistem tertutup (closed system), melainkan suatu sistem yang mampu menghasilkan unit-unit baru (bersifat generative).
·         Di dalam struktur-struktur dsar tersebut terdapat elemen-elemen yang umum dijumpai di segala bahasa, dan elemen-elemen tersebut mungkin mencerminkan prinsip-prinsip pengorganisasian kognisi yang bersifat bawaan.  Prinsip-prinsip pengorganisasian  tersebutmungkin secara langsung mempengaruhi pembelajaran dan produksi bahasa.
a.      Pandangan Chomsky Mengenai Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa merupakan proses untuk memperoleh bahasa, menyusun tata bahasa, dan memilih ukuran penilaian tata bahasa yang paling tepat dan sederhana dari bahasa tersebut.
Perkembangan bahasa dapat dijelaskan dalam dua pendekatan, yaitu:
1)      Navistik, yaitu pendekatan yang dipelopori oleh Chomsky berpendapat bahwa struktur bahasa telah ditentukan secara biologis yang dibawa sejak lahir.
2)      Empiristik, yaitu pendekatan yang dipelopori oleh kaum behavioris yang berpendapat bahwa kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Penggunaan bahasa merupakan hasil dari penyatupaduan peristiwa-peristiwa linguistik yang dialami selama masa perkembangannya.
b.      Proposisi
Sejumlah ahli mengasumsikan bahwa keberadaan suatu struktur dalam yang berada di bawah struktur suatu bahasa, yang mengikuti aturan transformasi yang sistematik.  Salah satu teori yang marak tentang hipotesis mengenai struktur kognitif adalah hipotesis yang dikembangkan oleh Brandford dan Franks (1971,1972), terkait hakikat penyandia kalimat.
Eksperimen Brandford dan Franks (1981) terdiri dari sebuah fase akuisisi dan tugas rekognisi.
D.    Psikolinguistik
Pada awalnya penelitian Chomsky yang paling kontroversi adalah anggapannya bahwa komponen penting dalam bahasa adalah bahasa bersifat bawaan (nature).  Berlainan dengan hal itu, maka Skinner berpendapat bahwa bahasa itu merupakan sesuatu yang didapatkan melalui proses pembelajaran (nurture).  Kaum Behavior meyakini bahwa berkembang melalui adanya penguatan (reinforcement), namun Chomsky menyatakan bahwa satu-satunya aspek perkembangan bahasa yang diperoleh dari penguatan adalah morfologis. Sebagai contoh, ketika seorang anak diperlihatkan gambar jeruk oleh orang tuanya, maka si anak akan belajar menyebutkan kata jeruk. Ini dikarenakan adanya penguatan berupa persetujuan yang diberikan pada anak oleh orang tuannya.  Kata-kata tertentu mememang diberikan dengan penguatan, namun saat kata tersebut digabungkan membentuk kalimat, maka kalimat tersebut dikendalikan oleh aturan yang univrsal.
Chomsky menyatakan bahwa penguatan saja tidak dapat semata-mata untuk menjelaskan bagaimana anak dapat menghasilkan sebuah kalimat dengan tata bahasa yang benar, sedang anak itu belum pernah mendengar kalimat tersebut sebelumnya.  Chomsky menawarkan kecenderungan bawaan terhadap bahasa, berdasarkan struktur mendalam, sebagai penjelasan yang masuk akal.  Teori Chomsky tidak menyatakan bahwa suatu sistem tata bahasa yang spesifik bersifat bawaah, ia menyatakan bahwa kita memiliki skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana  pemrosesan informasi dan pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa kita. Fenomena tersebut mungkin terkait dengan perkembangan biologis dari perangkat perolehan bahasa LAD (Language Acquisition Device).  LAD adalah sebuah struktur kognitif yang berfungsi dalam pembelajaran aturan-aturan bahasa.
E.     Hipotesis Relativitas Linguistik
Sebuah sudut pandang lain (yang tidak bersifat antagonis terhadap pandangan Chomsky) adalah hipotesis yang menyatakan bahwa bahasa dan kematangan bioloogis berjalan beriringan, dan saling memengaruhi sati sama lain.
Penekanan Chomsky dalam universalitas linguistik adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi kinerja-kinera linguistik yang umumnya didapati disegala bahasa.  Upaya tersebut disusun berdasarkan struktur bahasa yang mendalam beserta transformasi-transformasinya.  Meski demikian, dalam level semantik dan fonemik, bahasa tentunya memiliki perbedaan.  Hipotesis relativitas linguistik terutama relevan terhadap karakteristik-karakteristik dalam suatu bahasa.
Gagasan yang menyatakan bahwa bahasa kita memengaruhi persepsi dan konseptualisasi realitas dikenal sebagai hipotesis Wrof , berasarkan sebuah sebuah penelitian mendetail dari Benjamin Lee Wrof (1956).  Wrof menyimpulkan bahwa suatu benda yang dipresentasikan oleh suatu kata akan dipahami berbeda oleh orang-orang yang memiliki bahasa yang berbeda, dan penyebab perbedaan cara pandang terhadap kenyataan itu tak lain adalah hakikat bahasa itu sendiri.
Hipotesis Wrof menyatakan bahwa realitas fisik “diterjemahkan” (berdasarkan representasi internal terhadap realita) menjadi persepsi yang konsisten dengan struktur kognitif yang bersifat lebih permanen.  Salah satu cara informasi distrukturkan dalam otak tampaknya berkaitan dengan sandi-sandi bahasa spesifik yang dikembangkan oleh setiap manusia secara unik.  Sandi tersebut berbeda, sebagaimana bahasa berbeda.
F.     Bahasa dan Neurologi
1.      Stimulus Elektrik
Para peneliti telah melakukan penelitian menggunakan konduktor elektrik dwikutub berukuran mini dalam eksperimen-eksperimen pada hewan dan manusia.  Era 1950-an, Penfield (1959) dan Roberts menggemparkan jagad psikologi saat mereka menyajikan laporan protokol verbal dari para pasienyang menjalani psychosurgery.  Dalam pembedahan tersebut, para peneliti memberikan aliran listrik bertegangan rendah ke are pemrosesan bahasa, seperti area borca dan wernicke, dan sejumlah area di korteks motorik.  Ditemukan bahwa prosedur tersebut mengganggu kemampuan berbicara.
Eksperimen berikutnya yang menggunakan stimulus elektrik kee otak, dilakukan oleh Ojemann (1991), hasil penelitiannya juga mendukung penemuan Penfield.
2.      Membaca
Menjelang abad ke 19, saat psikologi eksperimen sedang dikembangkan dalam laboratorium di Jerman, Inggris, dan Amerika, seorang peneliti Prancis bernama Emile Javal (1878) menemukan fenomena bahwa dalam prses membaca, mata tidak hanya melakukan loncatan-loncatan kecil (gerak sakadik) dengan disertai fiksasi sesaat titik-titik tertentu.  James Cattell (1886) berupaya menemukan seberapa banyak yang dapat dibaca manusia normal dalam sebuah periode fiksasi visual.  Dengan menggunakan techistoscope, Cattell menentukan jumlah waktu yang diperlukan untuk mengidentifikasi hal-hal seperti bentuk, warna, huruf, dan kalimat.  Hasil eksperimennya mendukung studi-studi sebekumnya mengenai rentang atensi, namun sebuah hasil eksperimen yang paling menarik minat Cattell berkenaan dengan fakta bahwa waktu reaksi berhubungan dengan familiaritas partisipan terhadap materi visual yang diberikan.
G.    Dukungan Neurosains Kognitif
Dalam sebuah eksperimen mengenai pemrosesan kata-kata visual dan auditorik, para partisipan diminta mengerjakan tiga tugas leksikal:
1.      Mengamati satu titik fiksasi atau secara pasif mengamati kata-kata visual,
2.      Mengulangi setiap kata yangmuncul,
3.      Membentuk kalimat denga menggunakan setiap kata yang ditampilkan.  Setiap partisipan mendapatkan tugas yang berbeda  (perbedaan tersebut ditentukan berdasarkan operasi pemrosesan yang terjadi dalam pengerjaan tugas-tugas tersebut).
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap tugas yang berbeda mengaktifkan area-area korteks yang berbeda.
a.      Pemrosesan Top-Down
Semakin besar pengetahuan yang dimiliki seorang pembaca, semakin baik pula pemahamannya terhadap naskah yang dibacanya. Sebuah cara untuk menjabarkan generalisasi ini adalah bahwa pengetahuan yang tersimpan dalam memori seseorang dapat diumpamakan sebagai suatu koleksi atau kumpulan informasi yang terorganisasi.
Sebaliknya, keterbatasan pengetahuan menghambat pemahaman sebab si pembaca harus mengembangkan sejumlah struktur pengetahuan mengenai materi tersebut, selain masih harus menyandikan informasi yang sedang dibaca. Sebagian besar pemahaman (namun tidak semuanya) merupakan bentuk pemrosesan top-down.
b.      Pemrosesan Bottom-Up
Sebuah model lain yang penting mengenai pemahaman diajukan oleh Kintsch dan Van Dijk. Pada tataran proses membaca materi tertulis, model tersebut disusun berdasarkan proposisi-proposisi (abstraksi informasi) yang diambil dari sumber tertulis itu sendiri, sedangan pada tataran niatsi pembaca itu sendiri, model tersebut mengajukan teori mengenai sebuah skema sasaran yang mengarahkan pemahaman si pembaca terhadap materi tertulis yang dibacanya. Teknik yang dikembangkan oleh Kintsch dan Van Dijk tersebut konsisten dengan metodologi penelitian modern dalam ilmu psikologi.
Seluruh laporan partisipan mengenai materi yang mereka ingat berikut rangkuman yang mereka susun dapat diorganisasikan menjadi sejumlah kategori:
·         Reproduksi, yaitu pernyataan-pernyataan yang merefleksikan pemahaman yang akurat terhadap isi naskah).
·         Rekonstruksi, yaitu pernyataan-pernyataan yang merupakan kesimpulan yang masuk akal dari tema utama, yang diperluas oleh pengetahuan partisipn itu sendiri. Contoh: “Beth pergi ke Vancouver menggunakan kereta api,” dikembangkan dengan menyertakan kalimat “ ia pergi ke stasiun membeli tiket.”
·         Meta-Pernyataan (metastatement), yaitu komentar, opini dan sikap partisipan terhadap naskah.
Diasumsikan bahwa analisis terhadap materi tertulis seperti buku, cerita, dan laporan ilmiah, diorganisasikan menjadi suatu struktur yang dapat dengan mudah diuji secara empiric, yang membantu kita memahami bagaimana materi tertulis dirganisasikan dan bagaimana pikiran manusia merekam dan menyimpan materi tertulis dalam memori.
H.    Sebuah Model Pemahaman Teks
Model pemahaman (comprehention) lebih dari sekedar suatu sistem yang berkaitan dengan cara informasi tertulis dipahami seseorang. Model tersebut merupakan suatu teori yang memuat konsep-konsep dari berbagai ranah dalam psikologi kogntif, termasuk memori dan pemahaman bahasa lisan dan tulisan. Pemahaman bergantung pada 2 sumber yang berbeda, yakni skema sasaran (goal schema) yang serupa dengan pemrosesan top-down, dan struktur permukaan teks yang serupa dengan pemrosesan bottom-up.
Model tersebut dibentuk berdasarkan proposisi, yakni abstraksi-abstraksi yang dibentuk berdasarkan observasi (seperti membaca materi tertulis atau mendengarkan pembicaraan seseorang).
I.       Representasi Proposisional Dari Teks dan Membaca
Model pemahaman mengatakan bahwa unit-unit memori mendasar dalam materi tertulis adalah proposisi. Selain itu, model tersebut meprediksikan bahwa kalimat-kalimat yang memiliki kerumitan proposisi yang lebih tinggi akan semakin sulit dipahami dibandingkan kalimat-kalimat dengan struktur proposisi yang sederhana,sekalipun kerumitan permukaan kedua kalimat tersebut sama. Kitsch dan Keenan (1973) mendesain sebuah eksperimen untuk menguji prediksi tersebut.
Para partisipan diminta membaca sepuluh kalimat yang masing-masing memiliki sejmlah kata yang sama namun jumlah proposisi yang berbeda. Beberapa kalimat memiliki empat proposisi sedangkan sejumlah kalimat lain memiliki hingga 9 proposisi.
Dalam eksperimen Kintsch dan Keenan, para partisipan disajikan kalimat kalimat.  Para partisipan diminta membaca setiap kalimat dan menuliskannya. Sebuah temuan yang menarik adalah hubungan antara kerumitan proposisional dan jumlah waktu yang diperlukan partisipan untuk membaca kalimat tersebut. Kintsch dan Keenan menemukan adanya hubungan yang sangat konsisten antara jumlah proposisi dan waktu yang diperlukan untuk membaca kalimat yang bersangkutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar