Kamis, 16 November 2017

Fachriza Mahdiyatul Husna

Artikel Bahasa dan Hubungannya dengan Kognisi Manusia
Bahasa menurut psikolog kognitif adalah sistem komunikasi yang didalamnya terjadi proses pengiriman (transmitted) pikiran dengan perantara suara (seperti percakapan) atau simbol (seperti kata-kata tertulis atau isyarat fisik). Bahasa merupakan elemen penting dalam sebagian besar aktivitas manusia yang meliputi komunikasi, berpikir, penginderaan dan representasi informasi, kognisi tingkat tinggi, dan neurologi (Solso, dkk, 2008).

A. Kata-kata dan Maknanya
Leksikon (lexicon) adalah kamus verbal tempat penyimpanan kata-kata dalam otak manusia. Sekitar 60.000 kata yang berbeda tersimpan di dalam otak, namun kata-kata lainnya dapat kita pahami dan secara konstan kata-kata baru terus diproduksi.
Struktur Tata Bahasa
Tata bahasa adalah cara kata-kata disusun menjadi frasa atau kalimat. Urgensi mengetahui rules of sequencing (peraturan yang mengatur urutan bentuk kata kerja [tenses] menurut waktu [present, past, atau future tense]) adalah untuk dapat menyampaikan ide-ide kita kepada orang lain.
Secara teknis, studi tata bahasa (grammar) mencakup area fonologi (phonology) yakni ilmu yang mempelajari kombinasi suara dalam bahasa; morfologi (morphology), ilmu tentang kombinasi potongan kata dan kata itu sendiri sehingga menjadi unit yang lebih besar; dan sintaksis (syntax) yaitu ilmu tentang kombinasi kata sehingga membentuk frasa atau kalimat. Beberapa studi neurologis awal seperti yang dilakukan oleh Broca dan Wernicke menemukan pusat-pusat pemrosesan di korteks terutama berpusat di hemisfer serebral kiri yang telibat dalam produksi percakapan dan pemahaman bahasa (Solso, dkk, 2008).

B. Hierarki Linguistik
Linguistik (linguistic) adalah ilmu yang mempelajari bahasa dengan menspesifikkan kajiannya pada struktur bahasa dan pendeskripsian suara, makna, dan tata bahasa dalam percakapan. Para psikokog biasanya juga mempelajari cara manusia menggunakan bahasa sehingga lahirlah ilmu baru dengan pendekatan kedua ilmu tersebut yang disebut psikolinguistik (psycholinguistic). Para ahli linguistik memandang bahasa sebagai struktur hierarkis (berjenjang) yang komponen-komponennya berkisar dari yang fundamental ke komponen gabungan (compound components) hingga rumit (seperti fonem, morfem, dan sintaksis), sehingga unit-unit suara dan makna memiliki jenjang kerumitan yang semakin meningkat.
1. Fonem (phoneme)
Fonem adalah unit dasar bahasa lisan yang tidak memiliki makna sama sekali saat digunakan sebagai unit tunggal. Fonem adalah suara tunggal dalam percakapan yang direpresentasikan oleh sebuah simbol tunggal. Fonem dibentuk oleh kombinasi dari paru-paru, pita suara, larynx, bibir, lidah, dan gigi. Fonem dapat berupa huruf vokal (i dalam kata hit, ee dalam kata heat) atau konsonan (t dalam tee, p dalam pea).
Pengklasifikasian bunyi-bunyian yang membentuk percakapan (speech sound) adalah sebagai berikut.
a. Bunyi yang disuarakan atau diucapkan (voiced sounds; seperti a dan z) adalah bunyi yang dihasilkan oleh koordinasi paru-paru, thoraks, lidah, dan organ lainnya (seperti vibrasi pita suara)
b. Bunyi yang tidak disuarakan (unvoiced sounds; seperti s dalam hiss) adalah bunyi percakapan yang tidak melibatkan pita suara
c. Nada desah (fricatives; yang berada di dalam 2 kategori bunyi sebelumnya) adalah bunyi yang dihasilkan dari penghambatan saluran udara dalam mulut, seperti sh, f, v, dan th
d. Nada mati (plosives/stops; juga berada di dalam 2 kategori bunyi pertama) adalah bunyi yang dihasilkan dari penghambatan aliran udara dalam jangka waktu yang sangat singkat, seperti t dan d.
2. Morfem (morpheme)
Morfem adalah unit-unit terkecil yang memiliki makna. Morfem dapat berupa kata atau bagian kata seperti prefiks (awalan), sufiks (akhiran), atau kombinasi prefiks-sufiks. Gabungan morfem akan membentuk jutaan kata, bahkan tidak terbatas. Jenis morfem ada dua, yaitu:
a. Morfem bebas, yaitu unit-unit bermakna yang dapat berdiri sendiri (seperti color, orange, drive)
b. Morfem terikat (bounded morphemes) yaitu bagian-bagian kata (seperti colorless, oranges, driving).
Morfologi (morphology) adalah studi tentang struktur kata. Jutaan kata sebagai hasil dari kombinasi berbagai morfem yang begitu luas diatur oleh batasan-batasan linguistik (linguistic constraints) yang berfungsi untuk mengurangi kekeliruan dalam transmisi dan penyandian.
3. Sintaksis (syntax)
Sintaksis adalah peraturan yang mengendalikan kombinasi kata-kata dalam frasa dan kalimat. Dalam memahami stuktur bahasa, para linguistik memusatkan upaya mereka dalam dua aspek, yaitu:
a. Produktivitas (productivity) yaitu tentang ketidakterbatasan jumlah kalimat, frase, atau ucapan yang muncul dalam suatu bahasa
b. Regularitas (regularity) atau sifat keteraturan yaitu tentang pola sistematik dalam kalimat, frase, atau ucapan ("anak itu memukul bola", bukan "bola anak memukul itu") (Solso, dkk, 2008).

C. Psikolinguistik
1. Nature versus Nurture
Terdapat tiga teori tentang cara bahasa diperoleh, yakni:
a. Bahasa adalah predisposisi genetik yang bersifat universal, artinya bahasa itu bersifat bawaan (nature) (Teori Chomsky)
b. Bahasa diperoleh dari pembelajaran (nurture) (Teori Skinner) melalui penguatan-penguatan (reinforcement) (Teori kaum behavioris).
c. Perkembangan bahasa merupakan fungsi dari kemasakan biologis dan interaksi dengan lingkungan. Manusia memiliki sebuah skema bawaan yang berfungsi sebagai sarana pemrosesan informasi dan pembentukan struktur-struktur abstrak dalam bahasa, dimana skema ini berkaitan dengan perkembangan biologis dari perangkat perolehan bahasa (language acquisition device; LAD yakni struktur kognitif yang berperan dalam pembelajaran aturan bahasa). Dan kecenderungan bawaan terhadap bahasa (innate propensity for language) ini berdasarkan struktur yang mendalam.
2. Hipotesis Relativitas-Linguistik
Hipotesis milik Whorf ini menyatakan bahwa hakikat bahasa menentukan persepsi dan konseptualisasi realita. Suatu benda yang direpresentasikan oleh suatu kata akan dipahami secara berbeda oleh orang-orang yang memakai bahasa yang berbeda, dan penyebab perbedaan cara pandang tersebut adalah hakikat bahasa itu sendiri. Dengan demikian, terjemahan yang jelas (clear translation) dari satu bahasa ke bahasa lain adalah hal yang mustahil. Realitas fisik diterjemahkan (berdasarkan representasi internal terhadap realita) menjadi persepsi yang konsisten dengan struktur kognitif yang bersifat lebih permanen, yang mana struktur ini berkaitan erat dengan sandi-sandi bahasa spesifik yang dikembangkan secara unik oleh setiap manusia. Sandi-sandi tersebut berbeda sebagaimana bahasa itu berbeda. Dan perkembangan sandi-sandi bahasa yang spesifik bergantung pada kebutuhan kebudayaan; pembelajaran terhadap sandi-sandi bahasa tertentu juga melibatkan pembelajaran terhadap nilai-nilai yang signifikan terhadap budaya tersebut dan beberapa nilai mungkin terkait dengan kemampuan bertahan hidup. Konsekuensinya, perkembangan sandi-sandi bahasa (language codes) menentukan jenis informasi yang disandikan, diubah, dan diingat (Solso, dkk, 2008).

D. Bahasa dan Neurologi
Studi neurologis mengenai bahasa menginformasikan keberadaan area-area terspesialisasi yang terlibat dalam pemrosesan bahasa, namun bahasa melibatkan sejumlah besar subsistem sehingga diasumsikan sejumlah besar region di otak diaktifkan secara bersamaan. Neurologi otak telah dipelajari menggunakan sejumlah teknik, termasuk pemeriksaan klinis terhadap pasien yang mengalami kerusakan otak (seperti area Broca, area Wernicke, dan sejumlah area di korteks motorik), stimulasi elektrik, pelacakan elektronik, pemindaian PET, prosedur psychosurgery (pembedahan terkait eksperimen psikologi), pemeriksaan farmaseutikal, dan teknologi pencitraan. Berikut sejumlah contoh penelitiannya.
1. Stimulasi Elektrik
Di tahun 1959, Penfield dan Roberts menggunakan konduktor elektrik dwikutub ukuran mini (tiny bipolar electrical probes) dalam eksperimennya terhadap pasien yang menjalani psychosurgery. Mereka memberikan kepada pasien aliran listrik bertegangan rendah di area-area pemrosesan bahasa (seperti area Broca dan Wernicke serta area-area di korteks motorik). Ternyata prosedur tersebut mengganggu kemampuan berbicara pasien dan ternyata ketika konduktor tersebut dilepas pasien baru bisa berbicara dengan normal. Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian Ojemann di tahun 1991. Dan yang perlu diketahui bahwa stimulasi elektrik merupakan suatu eksperimen tambahan selama operasi pyschosurgery terhadap pasien yang menderita gangguan, sehingga
2. Pemindaian PET
Teknologi PET tidak bersifat invasive (tidak menimbulkan luka pada pasien) dan dapat diterapkan pada orang yang sehat. Studi Ponser dan rekan-rekannya (1988) menguatkan studi sebelumnya bahwa kata-kata yang dirmtampikan secara visual menimbulkan aktivasi di lobus oksipital, sedangkan yang lisan menimbulkan aktivasi di korteks temporoparietal. Dalam memproses tugas semantik (semantic task), pemrosesan yang terjadi sangatlah rumit yakni tidak hanya memerlukan observasi kata-kata secara pasif tetapi juga memerlukan akses ke region-region semantik-asosiatif di otak sehingga aliran darah meningkat di lobus frontalis kiri depan. Lihat gambar berikut.
 







Gambar 1. Area yang terlibat dalam proses membaca visual

Sedangkan dalam tugas auditorik yang disajikan secara visual, area otak yang aktif adalah lobus temporalis kiri-sebuah area yang lazim diasosiasikan dengan pemrosesan auditorik. Eksperimen tersebut menunjukkan bahwa pemrosesan linguistik bersifat modality-specific (spesifik pada modalitas-modalitas tertentu). Artinya, pemrosesan semantik dan auditorik terhadap stimulinyang disajikan secara visual terjadi di bagian yang berbeda di dalam otak (Solso, dkk, 2008).

E. Membaca
Gerak sakadik (saccades) adalah gerakan loncatan-loncatan kecil yang dilakukan oleh mata disertai fiksasi sesaat di titik-titik tertentu saat proses membaca sedang berlangsung. Saat membaca atau mengamati sebuah objek, mata kita melakukan serangkaian gerakan sakadik dan terdapat sejumlah waktu dimana mata kita terhenti sesaat (disebut fiksasi). James McKeen Cattell (1886a, 1886b) berupaya menggunakan tachistoscope untuk mengungkap jumlah informasi yang dapat dibaca dan dipahami manusia normal pada sebuah periode fiksasi visual (yang disebut rentang perseptual atau perceptual span) sehingga ia menemukan bahwa waktu reaksi berhubungan dengan familiaritas seseorang terhadap materi visual yang ditampilkan atau dibacanya. Kemampuan mengamati teks tertulis dibatasi oleh karakteristik-karakteristik sistem visual. Kita dapat melakukan gerakan sakadik karena penglihatan kita memiliki kecermatan yang sangat tajam dalam sudut visual 1 atau 2 derajat yang terjadi di fovea sehingga disebut penglihatan foveal (foveal vision). Resolusi rendah ketajaman penglihatan terjadi di area-area parafoveal dan area perifer (sehingga disebut penglihatan perifer atau peripheral vision, yakni penglihatan yang semakin kabur dan tidak dapat dikenali akibat letak huruf atau kata berada di bagian perifer atau tepian medan penglihatan). Sedangkan pendeteksian materi tertulis atau tekstual nyaris tidak terjadi selama gerakan sakadik, tetapi hal ini tidak mengganggu kelancaran pemrosesan materi tekstual. Lazimnya gerakan sakadik menjangkau 8-9 huruf dan tidak dipengaruhi oleh ukuran huruf (besar atau kecilnya). Dan saat membaca terkadang kita melakukan gerakan regresi (regression), yaitu gerakan mata untuk meninjau kembali teks yang telah dibaca dalam waktu sekitar 10-15 persen dari waktu keseluruhan.
Pemrosesan Teks: Bukti dari Studi Pelacakan Pergerakan Mata dan Eksperimen yang Menyesatkan
Studi pergerakan bola mata menunjukkan bahwa informasi dalam area pandang semi-perifer (sekitar 12 spasi dari titik fiksasi) disandikan secara sebagian  dan beban pemrosesan ditentukan oleh jarak unit (huruf atau kata) dari fovea. Pola pergerakan mata akan berubah dengan sangat cepat (hanya dalam beberapa ratus milidetik) untuk mengakomodasi konteks-konteks dalam bacaan yang saling bertentangan. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa proses pemahaman tingkat tinggi terjadi secara dini, yakni pada awal pemrosesan materi tertulis. Familiaritas (keterbiasaan) dan konteks memudahkan rekognisi kata. Peningkatan familiaritas dan peningkatan konteks menyebabkan rekognisi yang semakin cepat dan semakin baik (Solso, dkk, 2008).

F. Pemahaman
Pemahaman dalam membaca (reading comprehension) adalah proses pemahaman (memahami) makna materi tertulis. Dalam upaya memahami pemahaman membaca, sejumlah ahli membagi proses tersebut menjadi beberapa tahapan. Misalnya Just dan Carpenter (1980) yang menyatakan bahwa proses pemahaman melewati serangkaian tahapan yang terkoordinir, meliputi proses identifikasi fitur-fitur fisik huruf, penyandian kata-kata dan penggunaan leksikon (kosakata), pembagian peran-peran kasus (case roles), dan seterusnya. Model ini bersifat komprehensif dan spesifik karena menghasilkan prediksi yang sangat spesifik mengenai kinerja membaca yang diukur secara empirik dengan metode pengukuran fiksasi mata. Studi fiksasi mata mengindikasikan bahwa pemahaman dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti kata-kata yang langka, integrasi klausa-klausa yang penting,  penyusunan kesimpulan, dan pengetahuan baik yang didapat baik melalui pengalaman historik maupun situasional.
Pemrosesan Top-Down
Pengetahuan ibarat sebuah koleksi atau kumpulan informasi yang terorganisasi. Informasi baru akan diasimilsikan dengan struktur kognitif yang sudah ada dalam otak. Semakin rumit dan lengkap struktur kognitif seseorang maka akan semakin mudah proses asimilasinya. Sedangkan keterbatasan pengetahuan akan menghambat pemahaman seseorang. Dan sebagian besar pemahaman berasal dari pemrosesan top-down, yakni pengetahuan khusus memudahkan pemahaman umum. Dalam sebuah penelitian mengindikasikan bahwa dalam proses ini terdapat penyandian dan pemahaman terhadap materi tertulis dipengaruhi oleh konteks yang diterapkan atau dialami seseorang. Dalam hal ini akan terdapat skema  (schema, yakni kerangka kerja konspetual) yang diaktifkan dan skema tersebut dapat diindikasikan.
Pemrosesan Bottom-Up
Menurut Kintsch dan Van Dijk, pemahaman pembaca terhadap suatu materi tertulis didasarkan pada proposisi (abstraksi informasi) dari sumber tertulis tersebut dan skemata sasaran yang mengarahkannya pada pemahaman terhadap materi tertulis.
Model Pemahaman Teks
Komponen utama dalam sebuah model pemahaman (comprehension) yang diajukan oleh Kintsch adalah skema sasaran (goal schema) yang serupa dengan pemrosesan top-down dan struktur permukaan teks yang serupa dengan pemrosesan bottom-up. Model ini dibentuk berdasarkan proposisi, yaitu abstraksi-abstraksi yang dibentuk berdasrkan observasi (seperti membaca materi tertulis atau mendengarkan pembicaraan seseorang)
Representasi Proporsional dari Teks dan dari Membaca
Model pemahaman menyatakan bahwa unit-unit memori dasar dalam materi tertulis adalah proposisi. Kalimat-kalimat yang memiliki kerumitan proposisi dengan tingkat tinggi akan semakin sulit dipahami dibandingkan kalimat dengan struktur proposisi yang rendah sekalipun kerumitan permukaan kedua kalimat tesebut sama. Dan yang perlu diketahui, berdasarkan eksperimen Kintsch dan Keenan (1973), terdapat hubungan yang sangat konsisten antara jumlah proposisi dan waktu yang diperlukan untuk membaca kalimat yang bersangkutan (Solso, dkk, 2008).

Sumber: Solso, Robert L., (2008). Psikologi Kognitif : Cognitive Psychology (Mikael Rahardanto & Kristianto Batuadji, Penerjemah.) (Edisi Kedelapan). tt.: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar