Rabu, 27 September 2017

nur amalia hamida

Pengenalan Objek
Oleh : nur amalia hamida
Nim :16410046
          Salah satu karakteristik yang mengagumkan yang dimiliki manusia ialah kemampuannya dalam mengenali objek. Ketika mengenali objek, kita menggunkan kemampuan kognitif yang biasanya dilakukan dengan cepat dan tepat. Jika membahas mengenai objek maka tak akan lepas dari pembahasan mengenai pola. Pola adalah struktur yang dapat diterapkan pada objek. Upaya pengenalan pola (pattern recognition) pada kehidupan sehari-hari melibatkan sensasi, atensi, persepsi dan pencarian kognitif (Solso, 2007). Namun, berkat pengalam kita dalam keidupan sehari-hari, akan mudah bagi kita untuk mengenali suatu objek meskipun itu terlihat asing. Nantinya, dalam mempersepsi suatu pola atau objek akan dibahas beberapa teori terkait. Diantaranya teori mengenai persepsi, teori gesalt, teori pencocokan tample, dll.
 Terdapat dua teori persepsi mengenai cara manusia memahami lingkungan yakni. Pertama, persepsi konstruktif (constructive perception), berpendapat bahwa manusia membangun persepsi dengan memilih stimuli secara aktif dan menggabungkannya dengan sensasi dan memori. Kedua, persepsi langsung (direct perception), berpendapat bahwa manusia membangun persepsi melalu  informasi langsung dari lingkungan.
          Persepsi konstruktif dimisalkan pada kejadian ketika anda berjalan menuju dapur, anda akan dapat mengenali ibu anda yang memasak di dapur karena anda mengetahui bentuk fisiknya dan mengetahui informasi bahwa ibu anda sedang berada di dapur. Sehubungan dengan hal ini, kita akan mengenali adanya interferensi bawh-sadar (unconscious interference), proses dimana kita secara spontan menyatukan informasi dari berbagai sumber untuk menyusun suatu interpretasi. Selain itu, para ahli konstruktif meyakini bahwa kita melihat suatu objek bukan hanya denan mata, tetapi sekaligus menggunakan otak yang memiliki bekal pengetahuan tentang dunia. Sedangkan para ahli yang mendukung teori langsung meyakini bahwasannya pembelajaran dan elemen kognisi tidak penting dalam menginterpretasikan sesuatu karena lingkungan telah mengandung banyak informasi yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan sesuatu. Meskipun kedua teori yang telah dipaparkan diatas memiliki pendapat yang bersebrangan, namun sebenarnya kedua teori tersebut saling melengkapi karena berfokus pada proses yang berbeda.
          Para psikolog Gesalt beragumen bahwa manusia membentuk ilusi-ilusi subjektif karena adanya tendensi untuk melihat figur-figur sederhana dan familiar dalam wujud yang utuh di lingkungan kita.  Pendapat ini dikenal dengan hukum Pragnanz. Pengaruh pragnanz membuat kita dapat mengenali suatu objek yang abstrak. Pragnanz merupakan hukum dasar dan utama persepsi gesalt.
          Dalam proses mengenali suatu pola, terdapat dua teori yang terkait yakni pemrosesan Bottom-up dan pemrosesan Top-down. Teori buttom-up adalah teori yang memilliki gagasan bahwasannya  proses pengenalan diawali oleh identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola, yang menjadi landasaan  pola keseuruhan. Sedangkan teori Top-down menggagas bahwa proses pengenalan diawali oleh suatu hipotesis mengenai indentitas suatu pola, yang diikuti oleh pengenalan terhadap bagian-bagian pola tersebu, berdasarkan asumsi yang telah dibuat sebelumnya (Solso, 2007).
          Selain teori diatas, ada juga teori pencocokan tample dimana  dalam teori ini digunakan proses menyesuaikan atau mencocokkan suatu objek sehingga kita mengenali objek tersebut. Pencocokan template dapat terjadi ketika terdapat identifikasi visual. Kelemahan teori ini adalah apabila bentuk suatu objek agak sedikit berbeda dengan tample yang ada pada otak kita, maka kita akan kesulitan dalam mengenali objek tersebut. Kemudian muncul teori Geon yang menyempurnakan teori tample. Teori ini mengatakan bahwa seluruh bentuk-bentuk yang tersusun dari geon-geon. Contohnya, sebuah cangkir tersusun dari dua geon: sebuah silinder dan sebuah ellips.
          Sebelum proses pengenalan tingkat tinggi terhadap suatu objek dapat dilaksanakan, terlebih dahulu kita akan melakukan analisis fitur. Menurut teori analisis fitur, kita akan menganalisis informasi visual terlebih dahulu kemudian dapat memahami keseluruhan informasi visual. Misalnya, ketika seseorang menyebut bunga, maka tidak serta merta akan memikirkan tumbuhan yang harum dan indah, namun kita akan cenderung mendetksi dan menganalisa fitur dari masing-masing huruf. Ketika anda memandang suatu fitur dalam waktu yang lama, anda akan memperoleh lebih banyak informasi dari pada ketika melihat hanya sekilas.         
           Selanjutnya, terdapat bantahan tentang membentuk tample dan menganalisa fitur dalam sebuah proses mengenali objek. Menurut teori pencocokan prototipe, kita akan menyimpan sejumlah jenis pola-pola abstrak dalam memori yang berperan sebagai prototipe.  Menurut Solso (2008), ” dalam wacana yang paling sederhana,  tampaknya aaman untuk menyatakan bahwa sebuah pola diidentifikasi oleh sejumlah proses yang melibatkan pencocokan informasi sensorik dengan sejumlah “jejak ingatan” yang disimpan di tempat penyimpanan informasi dalam memori.(p. 144)
          Setelah membahasan mengenai keseluruhan teori diatas, kita mungkin akan sulit mengambil kesimpulan mengenai letak spesifik pengenalan dalam otak. Setiap teori memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Bahkan meskipun terlihat berlawanan, namun sebenarnya saling menguatkan satu sama lain. Namun, dari semua teori diatas, kita dapat mengambil benang merah yakni proses pengenalan objek sangat  terkait dengan memori dalam otak.
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar