Rabu, 04 Oktober 2017

Mihmidati Hilmia

Nama  : Mihmidati Hilmia
N I M : 16410212
PENGENALAN OBJEK
Untuk dapat mengenal objek sehari-hari, interaksi antara sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif manusia berlangsung cepat, hanya kurang dari sedetik. Inilah salah satu karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia. Meskipun kemampuan kognitif seperti dilakukan secara cepat dan tanpa banyak usaha, namun ternyata ada interaksi rumit didalamnya untuk dapat mengenal pola (pattern recognition). Seperti yang sudah dipelajari dalam neurosains kognitif sebelumnya, dalam hal ini dua hemisfer otak berpengaruh besar karena memiliki “keistimewaan” yang berbeda, yaitu ketidaksimetrisan fungsional. Hemisfer kiri berhubungan dengan kendali motorik dan bahasa (pada orang non-kidal) serta hemisfer kanan berperan dalam analisis informasi spasial. Selain itu, dalam hipotesis beberapa peneliti terdapat pula “sel nenek” yang merupakan neuron tunggal yang menyala ketika menerima sinyal-sinyal visual tentang sesuatu yang dirasa akrab oleh kita.
Kemampuan mengenali dan mengolah pola serta objek-objek visual telah dipelajari dari sejumlah perspektif teoreti, diantaranya: pemprosesan bottom-up dan top-down, teori Gestalt, pencocokan template, analisis fitur, teori prototipe, dan sebuah bentuk gabungan dari teori persepsi (perceptual).
1.     Pemprosesan bottom-up  dan  top-down
Pengenalan objek dapat diawali oleh pengenalan terhadap pola yang diikuti kesimpulan terhadap bentuk keseluruhan (pemprosesan bottom-up); namun dapat pula diawali dengan dibentuknya suatu hipotesis yang dibuat oleh pengamat, yang menyebabkan pengenalan terhadap keseluruhan pola dan diikuti pengenalan komponen-komponen pola (pemprosesan top-down).
2.    Teori Gestalt
Menurut teori Gestalt,  pengorganisasian pola guna mengenal objek adalah dengan melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Terdapat beberapa hukum dalam teori ini, yaitu: hukum keterdekatan (law of proximity), hukum kesamaan (law of similarity), hukum penutupan (law of closure), hukum simetri (law of symmetry), hukum kontinuitas (law of continuity), dan hukum nasib bersama (law of common fate).
3.    Pembentukan Template
Pengenalan objek terjadi ketika representasi internal stimuli tersebut (yaitu gambaran stimuli yang disimpan dalam memori pengamat) sama persis dengan stimuli yang diindera sistem sensorik. Teori ini memiliki kegunaan konseptual dan praktikal, tapi tidak dapat menjelaskan proses-proses kognitif yang rumit, misalnya; kemampuan untuk menginterpretasi bentuk-bentuk yang asing dengan tepat.
4.    Analisis Fitur
Teori ini beranggapan bahwa pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli dianalisis berdasarkan komponen dasarnya. Hubel & Wiesel (1963) dan peneliti lainnya pernah melakukan eksperimen sel tunggal yang hasilnya ternyata sejumlah sel memiliki kepekaan mendeteksi sisi-sisi atau tepian-tepian stimuli visual, sedangkan sel-sel lain peka terhadap garis dan ada pula yang peka terhadap sudut. Setiap sel memiliki fungsi yang spesifik dan masing-masing sel hanya merespons bentuk stimulus tertentu dengan arah tertentu pula.
5.    Pembentukan Prototipe
Pengenalan objek dianggap sebagai hasil dari abstraksi terhadap stimuli yang disimpan dalam memori dan berfungsi sebagai suatu bentuk ideal serta yang digunakan untuk mengevaluasi pola-pola yang diamati. Ada dua model dalam teori ini: pertama, teori tendensi sentral (sebuah prototipe mewakili rata-rata suatu set eksemplar). Kedua, teori frekuensi atribut (suatu prototipe mewakili mode atau penyajian terakhir atribut-atribut yang paling sering dijumpai).
6.  Persepsi Perseptual
Untuk dapat mengetahui dan memahami apa yang ada di lingkungan sekitar, para psikolog mengembangkan dua teori utama, yaitu persepsi konstruktif dan persepsi langsung. Persepsi konstruktif (constructive perception) meyakini bahwa manusia “merekonstruksi” persepsi melalui penyaringan stimuli dan menggabungkan sensansi dengan memori. Perubahan pola pada stimulus asli dianggap tetap dapat dikenali karena adanya interfensi bawah – sadar (unconscious interference), yakni sebuah proses pengintegrasian informasi secara spontan untuk menyusun interpretasi. Strategi yang digunakan adalah top-down. Berbeda halnya dengan persepsi langsung (direct perception) yang menggunakan strategi bottom up dan menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan, sehingga menyebabkan kognisi tidak dianggap penting dalam persepsi, karena lingkungan diyakini telah mengandung cukup informasi yang dapat digunakan untuk interpretasi. Kedua teori tersebut sebenarnya sama – sama menjelaskan persepsi, namun fokus tahap – tahap proses yang dilalui berbeda.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar