Rabu, 04 Oktober 2017

MUHAMMAD IRVAN JUNAEDI

MUHAMMAD IRVAN JUNAEDI
16410111
PSIKOLOGI KOGNITIF – D
TENTANG PENGENALAN OBJEK
Pengenalan objek merupakan kemampuan mengenali jenis – jenis objek yang familiar merupakan suatu karakteristik yang dimiliki manusia. Pengenalan tersebut merupakan kemampuan kognitif yang pada umumnya terjadi secara cepat dan tanpa banyak usaha.  Dilansir dari kompasiana.com, adanya pengenalan pola melibatkan sebuah interaksi rumit antara sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan terhadap pola tersebut.
1.Teori Perseptual
Para psikolog yang telah mempelajari persepsi mengembangkan dua teori utama tentang cara manusia memahami dunia. Teori pertama, persepsi konstruktif (constructive perception) menyatakan bahwa manusia “merekonstruksi” persepsi dengan secara aktif memilih stimuli dan menggabungkan sensansi dengan memori. Para konstruktivis berpendapat bahwa perubahan pola pada stimulus asli tetap dapat dikenali karena adanya interfensi bawah – sadar (unconscious interference), yakni sebuah proses pengintegrasian informasi secara spontan untuk menyusun interpretasi.
Sedangkan teori kedua, persepsi langsung (direct perception), menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan. Kedua teori tersebut sama – sama menjelaskan persepsi namun berfokus pada tahap – tahap proses yang berbeda.
2.Pengenalan pola visual
Masing – masing sudut pandang memiliki kesamaan dasar teori satu sama lain, sedangkan perbedaan yang ada akan menyediakan sebuah kerangka organsiasional. Seorang konstruktivis akan menyatakan bahwa otak bersifat interpretatif. Otak menggunakan heuristik dan algoritma untuk memproses sinyal – sinyal informasi. Namun diantara keduanya otak cenderung mengandalkan heuristik sehingga akan sering membuat kekeliruan. Kekeliruan tersebut umumnya bersumber pada ilusi perseptual yang menyebabkan kita melihat yang sesungguhnya tidak ada di dunia fisik. Jenis ilusi menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus menggambarkan pentingnya pikiran dalam pengenalan objek adalah ilusi yang disebut kontur ilusoris (ilusory contour). Dalam kontur ilusoris ini terdapat inhibisi lateral (lateral inhibition) yakni tendensi dari elemen – elemen neural yang saling berdekatan dalam retina untuk merintangi sel - sel di sekelilingnya, sehingga memperkuat kesan terhadap kontur. Para psikolog Gestalt mengajukan argumen bahwa manusia membentuk ilusi – ilusi subjektif karena adanya figur sederhana dan familiar dalam wujud yang baik di sebuah lingkungan. Gagasan ini dikenal sebagai hukum Prägnanz dan dianggap hukum utama persepsi Gestalt.
3.Teori Gestalt
Organisasi pola (pattern organization) bagi psikolog Gestalt melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Beberapa pola stimuli, menurut Max Wertheimer (1923) diorganisasikan secara natural. Hukum – hukum Gestalt meliputi :
a.Hukum keterdekatan (law of promiximity)
b.Hukum kesamaan (law of similarity)
c.Hukum penutupan (law of closure)
d.Hukum simetri (law of symetry)
e.Hukum kontinuitas (law of continuity)
f.Hukum nasib bersama (law of common fate)
Asumsi yang dikemukakan oleh Kohler, awalnya, bahwa pengorganisasian spontan terhadap suatu pola adalah suatu fungsi natural dari stimulus itu sendiri. Namun demikian, teori ini mengalami kontroversi yang masih terus berlanjut.
Studi terhadap pengenalan pola yang telah dilakukan oleh para psikolog kognitif telah memperluas bidang penelitian para psikolog Gestalt awal. Beberapa psikolog kognitif modern berkonsentrasi pada struktur – struktur dan proses – proses internal yang berhubungan dengan pengenalan pola yang rumit, alih – alih menekankan pada karakteristik dari stimuli sederhana.
4.Pemrosesan Bottom – Up Vs Pemrosesan Top – Down
Terdapat dua pola dalam mengenali suatu pola. Teori pertama, pemrosesan bottom – up (bottom – up processing) yakni teori yang mengatakan bahwa proses pengenalan diawali oleh identifikasi terhadap bagian – bagian spesifik suatu pola sebagai landasannya. Teori kedua, pemrosesan top – down (top – down processing)mengajukan gagasan bahwa proses pengenalan diawali oleh hipotesis mengenai suatu pola yang diikuti oleh pengenalan bagian pola tersebut.
Pemrosesan top – down memerlukan sejumlah waktu pelaksanaan. Para peneliti menguji pengenalan wajah telah menemukan bahwa wajah dapat diinterpretasikan berdasarkan bagian – bagian secara fitural dan konfigurasional.
5.Pencocokan template
Sebuah teori mula – mula tentang cara otak mengenali pola dan objek disebut teori pencocokan template (template maching). Teori pencocokan template sebagai teori pengenalan pola, memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihan dari teori ini yakni dalam mengenali suatu pola otak melakukan pembandingan stimuli visual dengan sesuatu yang berbentu internal yang tersimpan dalam memori. Kelemahannya, suatu interpretasi dari teori pencocokan template akan menghadapi kesulitan.
6.Analisis fitur
Sebuah pendekatan terhadap problem bagaimana kita menyaring informasi dari stimuli rumit disebut analisis fitur (feature analysis). Teori ini mengatakan bahwa pengenalan objek merupakan pemrosesan informasi tingkat tinggi yang didahului oleh pengidentifikasian stimuli kompleks yang masuk ke retina sesuai dengan fitur – fitur yang lebih sederhana.Dua aliran utama penelitian – neurologis dan behavioral – telah mendukung hipotesis analisis – fitural.




7.Pencocokan prototype
Teori ini mengasumsikan bahwa membentuk template yang spesifik atau bahkan membentuk fitur – fitur berbagai ragam pola yang harus diidentifikasi, kita akan menyimpan sejumlah pola abstraksi dalam memori. Sebagai sebuah teori pengenalan pola, pencocokan template memiliki kegunaan dalam program – program komputer, namun dalam bentuknya yang kaku, pencocokan template tidak dapat menjelaskan pengenalan objek manusia yang sangat beragam, akurat dan ekonomis.

Sumber : https://www.kompasiana.com/esthu666/pengenalan-objek-dalam-psiko-kognitif_54f44fb9745513a32b6c897a


Tidak ada komentar:

Posting Komentar