Rabu, 04 Oktober 2017

Fachriza Mahdiyatul Husna

Nama : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM   : 16410036
Kelas  : Psikologi Kognitif D
 
Artikel Pengenalan Objek

Suatu karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia adalah kemampuan untuk mengenali objek-objek yang familiar. Pengenalan pola dan kemampuan mengenali objek merupakan kemampuan kognitif yang pada umumnya dilaksanakan dengan mulus, cepat, dan tanpa banyak usaha, dimana prosesnya berlangsung kurang dari satu detik. Pengenalan pola (pattern recognition) sehari-hari melibatkan interaksi rumit antara sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan terhadap pola tersebut (Solso, dkk, 2008).

A.   Teori-teori Perseptual
Dua teori utama tentang tata cara manusia memahami dunia, persepsi konstruktif (constructive perception) yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi persepsi dengan memilih stimuli dan menggabungkan sensasi dengan memori, dan persepsi langsung (direct perseption) yang menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan. Persepsi konstruktif menggunakan strategi top-down. Sedangkan persepsi langsung menggunakan strategi bottom-up (Solso, dkk, 2008).
1.    Persepsi Konstruktif
Berdasarkan teori persepsi konstruktif, selama persepsi terjadi kita membentuk dan menguji hipotesis-hipotesis yang berhubungan dengan persepsi berdasarkan apa yang kita indra dan kita ketahui. Persepsi dalam hal ini merupakan sebuah efek kombinasi dari sistem informasi yang diterima sistem sensorik dan pengetahuan kita tentang dunia dan hal ini sangat erat kaitannya dengan apa yang disebut interferensi bawah-sadar (unconscious interference), yakni sebuah proses dimana kita secara spontan mengintegrasikan informasi dari sejumlah sumber untuk menyusun suatu interpretasi. Teori persepsi konstruktif ini berguna bagi pemahaman kita tentang bagaimana kesan-kesan sensorik dipahami oleh otak (Solso, dkk, 2008).
2.    Persepsi Langsung
Berdasarkan teori persepsi langsung, informasi dalam stimuli adalah elemen penting dalam persepsi sedangkan pembelajaran dan kognisi tidaklah demikian karena lingkungan telah mengandung informasi yang cukup yang dapat digunakan untuk interpretasi. Pandangan persepsi langsung penting bagi pemahaman kita terhadap persepsi karena (1) teori ini menekankan pentingnya stimuli sensorik yang mengindikasikan bahwa pemrosesan stimuli berlangsung secara sederhana dan langsung, dan (2) kognisi dan persepsi adalah fenomena yang alamiah dan ekologis (Solso, dkk, 2008)

B.   Pengenalan Pola Visual
Sejumlah teori spesifik tentang pengenalan pola visual antara lain adalah teori komputasional, teori Gestalt, pemrosesan bottom-up, pencocokan template, analisis fitur, teori prototipe, dan sebuah gabungan dari teori persepsi.
Organisasi Subjektif
Otak menggunakan heuristik dan algoritma untuk memproses sinyal-sinyal informasi. Heuristik adalah penyelidikan atau perumusan pikiran baru yang menuntun akan penemuan sesuatu yang baru. Heruistik dianggap sebagai suatu tebakan bagus berdasarkan aturan main (good guess based on rule of thumb). Algoritma merupakan tatanan aturan yang spesifik yang mengarahkan proses pada hasil yang dapat diprediksikan sebelumnya.
Sejenis ilusi yang menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus menggambarkan pentingnya pikiran dalam pengenalan objek disebut kontur ilusoris (illusory contour). Kontur ilusoris adalah persepsi terhadap bentuk yang hanya ada pada sistem perseptual-kognitif, bukan di stimulus. Ilusi tersebut seolah-olah berada di depan bentuk-bentuk lain, bukan di belakang (ground) dan memiliki bentuk perseptual yang nyata (terlihat dengan jelas) yang diasumsikan bahwa ilusi tersebut muncul karena adanya inhibisi lateral (lateral inhibition), yakni tendensi dari elemen-elemen neural yang saling berdekatan dalam retina untuk merintangi sel-sel di sekelilingnya sehingga memperkuat kesan terhadap kontur.
 











Gambar 1. Segitiga Kanizsa. Terdapat sebuah segitiga putih yang melayang pada gambar. Sebenarnya, segitiga tersebut sungguh-sungguh nyata secara fisik atau hanya eksis dalam pikiran?

Para psikolog Gestalt berargumen bahwa manusia membentuk ilusi-ilusi subjektif karena adanya tendensi untuk melihat figur-figur sederhana dan familiar dalam wujud yang baik (utuh dan lengkap) di lingkungan kita. Gagasan ini dikenal sebagai Hukum Pragnanz dan dianggap sebagai hukum utama persepsi Gestalt (Solso, dkk, 2008).

C.    Teori Gestalt
Cara kita mengorganisasi dan mengklasifikasi stimuli disebut organisasi pola (pattern organization) yang melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Hukum Gestal yang lain meliputi hukum keterdekatan (law of proximity), hukum kesamaan (law of similarity), hukum penutupan (law of closure), hukum simetri (law of symmetry), hukum kontinuitas (law of continuity), dan hukum nasib bersama (law of common fate).
Beberapa pola stimuli diorganisasikan secara natural (spontan). Pengorganisasian spontan terhadap suatu pola adalah fungsi natural dari stimulus itu sendiri dan hanya sedikit berhubungan dengan pengalaman masa lalu terkait objek tersebut. Mata pikiran kita secara konstan mencari organisasi perseptual yang berbeda-beda (Solso, dkk, 2008).
Perspektif Kanonik
Perspektif Kanonik (canoninc perspective) adalah sudut pandang terbaik untuk merepresentasikan (menggambarkan) suatu objek atau suatu citra (image) yang pertama muncul di pikiran saat kita mengingat suatu bentuk. Sebuah teoretis tentang generalitas perspektif kanonik adalah bahwa berdasarkan pengalaman keseharian dengan objek-objek, kita mengembangkan memori permanen tentang pemandangan atau penampilan paling representatif dari suatu objek dan tentang suatu pemandangan yang memberikan informasi terbanyak. Studi terhadap perspektif kanonik mengajarkan sebuah persepsi bentuk, namun mengungkapkan lebih banyak pemrosesan informasi pada manusia, formasi prototipe (yakni kelaziman objek-objek sebagaimana yang tersimpan dalam memori), dan keekonomisan dalam berpikir, dan efisiensi dalam komunikasi (Solso, dkk, 2008).

D.   Pemrosesan Bottom-up versus Pemrosesan Top-Down
Pemrosesan bottom-up (bottom-up processing) yakni teori dengan gagasan bahwa proses pengenalan diawali oleh identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola yang menjadi landasan bagi pengenalan pola secara keseluruhan. Pemrosesan top-down (bottom-up processing) yakni teori dengan gagasan bahwa proses pengenalan diawali oleh hipotesis mengenai identitas suatu pola yang diikuti oleh pengenalan terhadap bagian-bagian pola tersebut berdasarkan asumsi yang sebelumnya telah dibuat.
Beberapa ahli teori mengajukan gagasan bahwa interpretasi terhadap bagian dan keseluruhan pola dalam sebagian besar situasi terjadi secara top-down dan bottom-up dan secara bersamaan. Pemrosesan top-down memerlukan sejumlah waktu pelaksanaan. Pengetahuan tentang dunia memudahkan identifikasi terhadap objek-objek dalam konteks yang familiar dan sebaliknya menghambat pengenalan objek dalam konteks yang janggal. Persepsi terhadap objek sangat dipengaruhi oleh ekspektasi seseorang terhadao konteks (Solso, dkk, 2008).


E.    Pencocokan Template, Analisis Fitur, dan Pencocokan Prototipe
Teori pencocokan template (template matching) adalah teori tentang cara otak mengenali pola dan objek. Sebuah template dalam konteks pengenalan pola pada manusia merujuk pada konstruk internal yang disesuaikan dengan stimuli sensorik dapat menyebabkan terjadinya pengenalan terhadap objek. Pengalaman sepanjang hidup kita membentuk sejumlah template dan masing-masing terasosiasi dengan sebuah makna yang spesifik. Dengan demikian, kronologi identifikasi visual terhadap suatu bentuk (seperti suatu bentuk geometri) adalah: Energi cahaya yang dipantulkan oleh bentuk tersebut diterima retina dan ditransduksi ke energi neural yang dikirim ke otak. Otak mencari arsip template untuk mencari template yang cocok dengan pola neural yang diterima. Jika otak menemukan template yang cocok dengan pola neural, seseorang akan mengenali apa yang dilihatnya. Setelah pencocokan dilakukan, pemrosesan dan interpretasi lebih lanjut terhadap bentuk dapat dilakukan. Dalam pencocokan template, jika konfigurasi visual sesuai dengan representasi memori, maka informasi dalam ruang lingkup pengenalan pola akan dilepaskan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori pencocokan template mengindikasikan bahwa pengenalan objek terjadi ketika representasi internal stimuli tersebut (yakni gambar stimuli yang disimpan dalam memori pengamat) sama persis dengan stimuli yang diindra sistem sensorik. Teori ini memiliki kegunaan konseptual dan praktikal namun tidak dapat menjelaskan proses-proses yang rumit seperti kemampuan kita untuk menginterpretasi bentuk-bentuk yang asing dengan tepat.
Teori analisis fitur (feature analysis) menyatakan bahwa pengenalan objek merupakan pemrosesan tingkat tinggi yang didahului oleh pengidentifikasian stimuli kompleks yang masuk ke retina sesuai dengan fitur-fitur yang lebih sederhana. Dengan demikian, pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli dianalisis berdasarkan komponen-komponen dasarnya. Data-data dari penelitian neurologis dan behavioral cenderung mendukung hipotesis analisis-fitural ini.
Menurut teori pencocokan prototipe (prototype matching), pengenalan terhadap objek terjadi sebagai hasil dari abstraksi terhadap stimuli yang disimpan di dalam memori dan berfungsi sebagai bentuk ideal yang digunakan untuk mengevaluasi pola-pola yang diamati. Sebuah pola yang diindra akan dibandingkan dengan prototipe dalam memori, dan jika terdapat kesamaan di antara keduanya maka pola tersebut akan dikenali. Pencocokan prototipe memungkinkan pengenala pola-pola yang tidak lazim namun tetap memiliki hubungan dengan prototipe. Pengenalan pola mengasumsikan adanya suatu operasi (tindakan) yang berlangsung di dalam memori. Sebuah pola diidentifikasi oleh sejumlah proses yang melibatkan pencocokan informasi sensorik dengan sejumlah jejak ingatan yang disimpan di tempat penyimpanan informasi dalam memori.
Terdapat 2 jenis model dalam teori pembentukan prototipe yakni teori tendensi sentral (central-tendency theory) dengan gagasan bahwa sebuah prototipe mewakili rata-rata (mean; average) suatu set eksemplar; dan teori frekuensi atribut (attribute-frequency theory) dengan gagasan bahwa suatu prototipe mewakili mode atau penyajian terakhir (summation) dari atribut-atribut yang paling sering dialami seseorang (Solso, dkk, 2008).

F.    Pengenalan Pola pada Pakar
Atribut manusia yang lazim yang dapat diaplikasikan ke seluruh bentuk sensorik adalah tendensi untuk menyandikan informasi menjadi abstraksi realita tingkat tinggi yang didalamnya informasi-informasi baru disesuaikan. Berbagai eksperimen mengenai persepsi seperti yang dilakukan oleh Chase dan Simon (1973a, 1973b) dalam permainan catur beserta eksperimen-eksperimen lain yang melibatkan abstraksi terhadap stimuli langsung mendukung postulat di atas. Dan penting untuk diketahui bahwa pengelan objek visual pada manusia melibatkan analisis visual terhadap stimuli sebagai input serta melibatkan penyimpanan memori jangka panjang. (Solso, dkk, 2008).


Sumber: Solso, Robert L., (2008). Psikologi Kognitif : Cognitive Psychology (Mikael Rahardanto & Kristianto Batuadji, Penerjemah.) (Edisi Kedelapan). tt.: Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar