Selasa, 12 September 2017

Mihmidati Hilmia

Nama  : Mihmidati Hilmia
NIM   : 16410212
Neurosains Kognitif: Antara Otak dan Pikiran
Saat kita membaca tulisan ini, berarti kita sedang berpikir, yaitu mengolah huruf-huruf yang berjejer menjadi kata-kata  yang kemudian diproses oleh otak sehingga diperoleh sebuah pemahaman. Istilah “berpikir” sendiri merupakan kunci utama dalam Psikologi Kognitif dan selalu dikaitkan dengan otak. James Watson pernah mengatakan “Otak manusia adalah daerah yang belum dijelajahi yang terakhir dan terbesar… suatu benda yang paling rumit di alam semesta, yang belum sempat kita jelajahi”. Apa yang sebenarnya ada di dalam otak manusia yang menjadikan mereka tampak begitu sempurna? Otak manusia kira-kira hanya berbobot 2% dari berat badan, lunak, dan kecil; tapi kemampuannya dalam memproses informasi seolah tak terbatas. Inilah kemudian yang menjadi objek kajian Neurosains Kognitif, hubungan antara otak dan kemampuan berpikir manusia.
Sesuai dengan namanya , neurosains (Neurosciences) adalah gabungan dari neuron dan sains (science) dengan kata kognitif yang merupakan salah satu dari kajian dalam ilmu psikologi. Jadi, secara bebas dapat disebut sebagai ilmu tentang otak & pikiran. Di dalam setiap tubuh manusia terdapat dua sistem saraf, yaitu Sistem Saraf Pusat (Central Nervous System/CNS) yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang serta Sistem Saraf Tepi (Perifier Neuron System/PNS) yang berupa serat panjang dan berfungsi untuk menghubungakan CNS ke setiap bagian tubuh.
Unsur dasar pembentuk sistem saraf pusat adalah neuron, yang mampu mengirimkan informasi sepanjang sel saraf. Neuron tersebut dapat mencapai jumlah miliaran yang saling bersambung untuk bisa memproses sebuah informasi. Setiap neuron memiliki beberapa bagian, yaitu: Dendrit yang berfungsi menerima impuls dari neuron lain, Tubuh Sel yang bertanggung jawab menjaga kondisi dasar neuron: menerima nutrisi & melenyapkan limbah organik, Akson sebagai penghubung tubuh sel dengan sel-sel lain melalui semacam persimpangan yang disebut sinapsis dan dikelilingi myelin yg berperan sebagai insulator untuk mempercepat transmisi impuls neural, serta Terminal prasinaptik yang bersama dendrit membentuk sinapsis.





            
             Gambar 1. Struktur neuron
Lalu bagaimanakah informasi itu ditransmisikan di dalam otak melalui neuron-neuron tersebut? Jadi, pada sinapsis terjadi pertukaran informasi kimiawi dari satu neuron ke neuron lain dalam wujud neurotransmitter yang terdapat di dalam akson yang kemudian dilepaskan ke celah sinaptik melalui perantaraan impuls neural.


 











          Gambar 2. Transmisi Sinaptik
Di dalam otak, ada sebuah bagian yang dinamakan korteks serebral yang terlibat dalam persepsi, kemampuan berbicara, tindakan kompleks, berpikir, pemprosesan & produksi bahasa, serta proses lain yang menjadikan manusia berbeda dengan mamalia lain. Korteks serebral memiliki 4 lobus, yaitu: Lobus frontal  berfungsi mengendalikan impuls, kemampuan melakukan pertimbangan, pemecahan masalah, pengendalian & pelaksanaan perilaku. Lobus temporal untuk memproses sinyal-sinyal auditori, pendengaran, pemprosesan auditori tingkat tinggi (wicara), dan pengenalan wajah. Lobus Periental bertugas mengintegrasikan informasi sensoris dari pancaindera, pemanipulasian objek, pemprosesan visual-spasial. Dan yang terakhir adalah Lobus oksipital   yang mampu melakukan pemprosesan visual. Lobus-lobus tersebut menjadi sangat penting bagi manusia karena mampu menyokong korteks serebral yang mengemban fungsi vital, terutama dalam hal berpikir rasional dan daya ingat.
Melihat rumitnya struktur dan hubungan otak dengan pikiran, lalu apa yang membuat para ahli menggabungkan dua keilmuan ini? Antara neurosains dan psikologi. Ada beberapa hal yang menjadi alasan psikolog kontemporer meminjam informasi & teknik dari neurosains dan sebaliknya, yaitu:
1.     Kebutuhan menemukan bukti fisik yang mendukung struktur pikiran (yang bersifat teoretik).
2.    Kebutuhan para ilmuwan neurosains untuk menghubungkan penemuan mereka dengan model-model fungsi otak & kognisi yang lebih komprehensif.
3.    Sasaran klinis untuk menemukan korelasi antara patologi otak & perilaku (simtom).
4.    Meningkatnya keterlibatan fungsi neurologis dalam model-model yang menggambarkan kinerja pikiran.
5.    Berkembangnya teknik-teknik yang memungkinkan para ilmuwan “mengintip” ke dalam otak manusia & mengungkap struktur serta proses yang belum pernah terlihat sebelumnya, seperti melalui pemindaian PET, pemindaian CT, teknologi MRI, & teknologi EEG.

Sumber:

Solso, R. L., Maclin, O. H., & Maclin, M. K. Psikologi Kognitif. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar