Artikel
Neurosains Kognitif
Nama : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM : 16410036
A. Sistem
Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (central nervous system/CNS)
terdiri dari saraf tulang belakang dan otak. Namun pada pembahasan ini kita lebih
berfokus pada otak. Unsur dasar pembentuk CNS adalah neuron, yakni sebuah sel
yang mampu mengirimkan informasi sepanjang sistem saraf, baik informasi inter
(di dalam) neuron maupun antar neuron.
Jumlah neuron dalam otak manusia melebihi 100 miliar yang
terdiri dari ribuan jenis neuron yang berbeda. Namun, secara umum setiap neuron
terdiri dari:
1. Dendrit,
yakni penerima impuls neural dari neuron lain yang tidak berperan dalam proses
penyampaian sinyal, bentuknya seperti pohon dengan cabang dan ranting.
2. Tubuh
sel (soma), yakni sebagai penjaga kondisi dasar neuron yang menerima nutrisi
dan melenyapkan limbah organik.
3. Akson,
yakni jalur panjang berbentuk tabung, penghubung tubuh sel dengan sel-sel lain
melalui sebuah persimpangan yang disebut sinapsis (disini terjadi pertukaran
informasi kimiawi dari satu neuron ke neuron lain dalam bentuk senyawa kimia
yang disebut neurotransmitter[1]).
Akson dikelilingi oleh selubung myelin (myelin sheath) yang berfungsi
sebagai insulator yang mempercepat transmisi impuls neural.
4. Terminal
prasinaptik, yakni ujung akson yang dekat dengan permukaan dendrit neuron lain.
(Solso, dkk, 2008)
Mekanisme Komunikasi Neuron
Muatan listrik mengalir sepanjang akson -> Neurotransmitter dilepaskan saat
muatan listrik mencapai dendrit -> Neuron mengalir sepanjang sinapsis
menuju reseptor di dendrit.
Neurotransmitter
kimiawi mengubah polaritas atau potensi elektrik pada dendrit penerima. Sejenis
neurotransmitter memiliki efek inhibitoris, yakni mencegah neuron penerima
menembakkan impuls. Neurotransmitter lain memiliki fungsi eksitatoris, yaitu
merangsang neuron penerima menembakkan impuls.
Beberapa senyawa
yang berfungsi sebagai neurotransmitter berperan dalam tugas-tugas dasar
seperti menjaga keutuhan kondisi fisik sel. Beberapa senyawa lain seperti acetylcholine
berperan dalam proses belajar dan mengingat. Pengetahuan manusia itu
disandikan, tidak disimpan dalam satu neuron saja. Proses kognisi manusia
berlangsung di pola-pola besar aktivitas neural yang terealisasi di seluruh
bagian otak secara paralel melalui koneksi eksitatoris dan inhibitoris atau switches.
Semakin sering sebuah neuron menembakkan impuls, semakin besar efek yang ditimbulkannya
terhadap sel-sel yang memiliki hubungan sinapsis dengan neuron tersebut.
Teori Donald Hebb
(1949) menyatakan pentingnya mengenali kekuatan koneksi antar unit. Pada sebuah
sinapsis antara A dan B, jika A merangsang B dan menyebabkan hasil yang memuaskan
(baik secara kognitif maupun behavioral) maka koneksi tersebut akan diperkuat
sehingga pada koneksi selanjutnya A memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
merangsang B. Mengapa demikian? Sebab fungsi kognitif apapun yang diproses dari
A ke B jika hasilnya bersifat adaptif (menguntungkan) maka kemampuan tersebut
akan dipertahankan. Sebaliknya, jika hasilnya tidak memuaskan, maka koneksi
akan dikurangi hingga hasilnya sama sekali diredam (Solso,
dkk, 2008).
Anatomi
Otak — Otak manusia terbagi menjadi 2 bagian yang
sejenis, yakni hemisfer serebral kiri dan kanan. Kedua hemisfer ini diselimuti
oleh lapisan korteks serebral,yakni sejenis material tipis dan basah, berwarna
abu-abu, dipenuhi oleh soma-soma neuron dan akson-akson pendek yang tidak
berselubung myelin dan tebalnya sekitar 1,5-5 mm. Bukit yang tampak diantara
lipatan disebut gyri (bentuk jamak gyrus), sedangkan galur-galur di otak
disebut sulci (sulcus). Sulci yang dalam dan meyolok disebut fissure (belahan,
retakan). Seluruh pikiran manusia, sensasi, pemrosesan bahasa, serta berbagai
kegiatan kognitif lain berlangsung di serebral korteks ini (Solso,
dkk, 2008).
Korteks Serebral — Pada manusia, korteks serebral terlibat
dalam persepsi, berbicara, tindakan-tindakan kompleks, berpikir, pemrosesan dan
produksi bahasa, dan proses-proses lain yang menjadikan manusia berbeda dengan
mamalia lain (Solso, dkk, 2008).
Lobus-lobus di Korteks Serebral — Korteks serebral dibagi menjadi 4 bagian
yang ditandai oleh fissures utama.
1. Lobus frontal, terlibat dalam
pengendalian impuls, pertimbangan (judgement), pemecahan masalah, pengendalian
dan pelaksanaan perilaku, dan pengorganisasian yang kompleks
2. Lobus temporal, memproses
sinyal-sinyal auditori, pendengaran, pemrosesan auditori tingkat tinggi
(bicara), pengenalan wajah.
3. Lobus parietal, mengintegrasikan
informasi sensoris dari pancaindera, pemanipulasian objek, pemrosesan visual-spasial
4. Lobus oksipital atau korteks
striat, terlibat dalam pemrosesan visual, yakni menerima informasi visual dari
retina, memproses informasi tersebut dan mengirimkannya ke area-area yang
relevan (Solso, dkk, 2008).
Area-area
Sensori-Motor — Dalam sebuah penelitian, seekor anjing yang
dibius diberi stimulus elektrik terhadap bagian korteks. Hal ini menyebabkan
reaksi menggeletar (twitch) karena arus listrik ringan pada lobus frontal
menyebabkan reaksi refleks pada kaki depan (pada lengan bila diterapkan pada
manusia). Arus listrik ringan diproses secara kontralateral, artinya informasi
sensorik dari saraf tulang belakang (saat manusia menyentuh objek) memasuki
bagian tubuh kiri dan berpindah ke tubuh bagian kanan, lalu diproses oleh
hemisfer kanan. Area-area motorik di setiap hemisfer mengendalikan pergerakan
sisi tubuh yang berlawanan (misalnya hemisfer kiri mengendalikan gerakan tubuh
bagian kanan, dan sebaliknya).
Pada penilitian
lebih lanjut, sengatan listrik ringan yang diberikan terhadap pasien-pasien
manusia sebelum pembedahan membuat mereka mampu menceritakan ingatan-ingatan
yang telah lama dilupakan. Dari hal ini, sang peneliti berkebangsaan Kanada,
Roger Penfield, memetakan area sensorik dan motorik di otak mamalia (termasuk
manusia) dan mendapatkan gambaran mengenai ukuran topografis dan fungsi otak
secara umum. Semakin penting fungsi suatu organ, semakin besar ukuran korteks
motorik yang mengendalikan organ atau bagian tubuh tersebut. Pemetaan terhadap
area sensorik menunjukkan bahwa pemberian stimulasi listrik ringan terhadap
bagian otak menghasikan sensasi di bagian tubuh yang berlawanan dengan korteks
sensorik yang mendapatkan rangsangan. Misalnya pemberian stimulasi terhadap
area somatosensorik yang mengendalikan gerakaan tangan di bagian otak kiri akan
menghasilkan sensasi geli (tingling) di tangan bagian kanan, dan sebaliknya (Solso,
dkk, 2008).
B. Neurosains
Kognitif
Neurosains kognitif adalah ilmu yang menyediakan dasar-dasar
untuk lebih jauh lagi meyelidiki isu-isu lama terkait pikiran dan tubuh. Ilmu
ini menurut Richard Thompson dari University of Shoutern California, …adalah
perkawinan alami antara neurosains dan ilmu kognitif-secara bebas dapat disebut
juga ilmu tentang otak dan pikiran” (2000, hal 411). Tugas neurosains kognitif
adalah membongkar ulang otak: membedah arsitektur komputasionalnya menjadi
unit-unit pemrosesan informasi yang terisolasi dan kemudian menentukan
bagaimana unit-unit tersebut bekerja
secara komputasi maupun fisik. fungsi otak kita adalah menghasilkan perilaku
yang sesuai dengan lingkungan kita. –Cosmides & Tooby (Solso, dkk,
2008).
C. Psikologi
Kognitif dan Neurosains Kognitif
Beberapa alasan para psikolog kontemporer membutuhkan
informasi dan teknik neurosains, dan sebaliknya, para ilmuwan neurosains
membutuhkan informasi ilmu psikologi kognitif antaralain sebagai berikut.
1. Kebutuhan
untuk menemukan bukti-bukti fisik yang yang mendukung struktur pikiran yang
bersifat teoretik. Misalnya pengidentifikasian fungsi-fungsi kognitif seperti
persepsi dan bahasa menggunakan alat-alat canggih
2. Kebutuhan
para ilmuwan neurosains untuk menghubungkan penemuan mereka dengan model-model
fungsi otak dan kognisi yang lebih komprehensif
3. Sasaran
klinis untuk menemukan korelasi antara phatologi otak dan perilaku (simtom)
4. Meningkatnya
keterlibatan fungsi-fungsi neurologis dalam model-model yang menggambarkan
kinerja pikiran
5. Upaya
para ahli komputer untuk membuat simulasi kognisi manusia dengan mengembangkan
piranti lunak yang mampu berperilaku seperti otak manusia
6. Berkembangnya
teknik-teknik yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengintip ke dalam otak
manusia dan mengungkap struktur-struktur dan proses-proses yang belum pernah
terlihat sebelumnya (Solso, dkk, 2008).
D. Peralatan
Para Ilmuwan Neurosains
Pada
pembahasan ini disajikan informasi tentang sejumlah teknologi canggih disertai
informasi yang disediakan oleh teknologi tersebut yang biasanya digunakan para
peneliti untuk mengamati dan mengeksplorasi otak manusia secara langsung (Solso,
dkk, 2008).
Nama
|
Alat
|
Informasi yang
Direkam
|
Tampilan
|
Informasi yang
Didapat
|
EEG
(Elektroence-phalogram)
|
Elektroda-elektroda noninvasif
di kulit kepala
|
Sinyal-sinyal
elektrik (aktivitas
neural)
|
Grafik
|
Waktu yang dibutuhkan untuk memproses stimuli
|
CT (Computed Axial
Tomography)
|
Pemindai X-ray
|
Kepadatan jaringan
|
Tampilan 3D
|
Struktur otak
|
PET (Positron
Emission Tomography)
|
Pemindai radioaktif
|
Aliran darah serebral regional (penggunaan glukosa)
|
Tampilan 3D yang diberi kode-kode berwarna
|
Fungsi otak
|
MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
|
Pemindai
Elektromagnetik
|
Kepadatan atom-atom hidrogen
|
Tampilan 3D
|
Struktur otak
|
fMRI (Functional
Magnetic Resonance Imaging)
|
Pemindai
Elektromagnetik
|
Kepadatan atom-atom hidrogen
|
Tampilan-tampilan 3D
|
Struktur dan fungsi otak
|
MEG
(Magnetoence-phalography)
|
Pemindai
Elektromagnetik
|
Medan-medan magnetik (dari aktivitas sel saraf)
|
Tampilan 3D
|
Fungsi otak
|
TMS (Transcranial
Magnetic Stimulation)
|
Tongkat yang
menembakkan muatan magnetik
|
Aktivitas neural
|
Digabungkan dengan EEG atau MEG
|
Fungsi otak; subjek penelitian melaporkan pengalaman selama
pengetesan
|
Micro CT (X-ray micro
tomography)
|
Pemindai X-ray
|
Kepadatan material
|
Tampilan 3D
|
Struktur objek-objek yang sangat kecil
|
[1]
Neurotransmitter adalah pesan kimiawi yang diaktifkan di membran dendrit di
neuron penerima. Lihat: Solso, dkk., Psikologi Kognitif,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar