Nama : Muhammad
Ihza Firdaus
Nim : 16410076
Pengenalan Objek
Memori adalah elemen pokok dari sebagian
besar elemen kognitif. Memori jangka pendek adalah kapasitas penyimpanan yang
terbatas diimbangi oleh kapasitas pemrosesan yang juga terbatas, dan bukan
hanya itu, terdapat pula pertukaran konstan antara kapasitas penyimpanan dan
kemampuan pemrosesan. Berapakah kapasitas memori jangka pendek? Memori jangka
pendek (STM) merupakan memori yang
kapasitasnya terbatas pada 7 item, namun kepadatan (density) atau jumlah
informasi per item dapat ditingkatkan dengan chuking (“Bongkahan” informasi
yang memiliki makna). Menurut teknik Brown-Peterson mendemonstasikan bahwa
kapasitas kita untuk menyimpan informasi dalam suatu area penyimpanan-sementara
bersifat sangat terbatas dan rentan terhadap memudarnya informasi dengan cepat,
jika kita tidak memiliki kesempatan untuk mengulang (rehearse).
Memori jangka panjang adalah unsur pusat
perkembangan kognitif yang memusatkan seluruh situasi yang didalamnya individu
menyimpan informasi yang ia terima sepanjang waktu. Jenis-jenis Memori jangka
panjang di bagi menjadi memori eksplisit
(Deklaratif) dan memori implisit (Non-deklaratif). Eksplisit yaitu mengacu pada
ingatan masalalu seperti kita disuruh membuat cerita tentang berlibur dirumah
nenek, sedangkan implisit yaitu mengacu pada informasi yang disimpan tanpa
disadari seperti kita ditanya berapa saudara kandung kita, kita akan
menjawabnya dengan spontan.
Teori- teorinya antara lain?
1. Teori Perseptual
Dalam teori ini, ada beberapa teori
presepsi yang di kembangkan oleh para peneliti, yang membantu memahami
bagaimana sebuah sensasi di proses menjadi presepsi sebuah pola atau suatu
objek. Para tokoh psikolog yang mempelajari prespsi telah mengembangkan 2
teori, yaitu :
a. Persepsi konstruktif
menyatakan bahwa manusia “mengkonstruksi” presepsi dengan
secara aktif memilih stimuli dan menghubungkan sensasi dengan stimuli.
b. Persepsi langsung
persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung.
2. Pengenalan Pola Visual
Masing – masing sudut pandang memiliki
kesamaan dasar teori satu sama lain, sedangkan perbedaan yang ada akan
menyediakan sebuah kerangka organsiasional. Seorang konstruktivis akan
menyatakan bahwa otak bersifat interpretatif. Otak menggunakan heuristik dan logaritma
untuk memproses sinyal – sinyal informasi. Namun diantara keduanya otak
cenderung mengandalkan heuristik sehingga akan sering membuat kekeliruan.
Kekeliruan tersebut umumnya bersumber pada ilusi perseptual yang menyebabkan
kita melihat yang sesungguhnya tidak ada di dunia fisik. Jenis ilusi
menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus
menggambarkan pentingnya pikiran dalam pengenalan objek adalah ilusi yang
disebut kontur ilusoris (ilusory contour). Dalam kontur ilusoris ini terdapat
inhibisi lateral (lateral inhibition) yakni tendensi dari elemen – elemen
neural yang saling berdekatan dalam retina untuk merintangi sel - sel di
sekelilingnya, sehingga memperkuat kesan terhadap kontur. Para psikolog Gestalt
mengajukan argumen bahwa manusia membentuk ilusi – ilusi subjektif karena
adanya figur sederhana dan familiar dalam wujud yang baik di sebuah lingkungan.
Gagasan ini dikenal sebagai hukum Pragnanz dan dianggap hukum utama persepsi
Gestalt.
3. Teori Gestalt
Organisasi pola (pattern organization)
bagi psikolog Gestalt melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan
sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Beberapa pola stimuli,
menurut Max Wertheimer (1923) diorganisasikan secara natural. Hukum – hukum Gestalt meliputi: 1) Hukum
keterdekatan (law of promiximity). 2) Hukum kesamaan (law of
similarity). 3) Hukum penutupan (law of closure). 4) Hukum simetri (law
of symetry). 5) Hukum kontinuitas (law of continuity). 6) Hukum
nasib bersama (law of common fate).
4. Pemrosesan bottom-up dan pemrosesan
top-down
Terdapat dua teori dalam mengenali suatu
pola. Teori pertama, pemrosesan bottom – up (bottom – up processing) yakni
teori yang mengatakan bahwa proses pengenalan diawali oleh identifikasi
terhadap bagian – bagian spesifik suatu pola sebagai landasannya. Teori kedua,
pemrosesan top – down (top – down processing)mengajukan gagasan bahwa proses
pengenalan diawali oleh hipotesis mengenai suatu pola yang diikuti oleh
pengenalan bagian pola tersebut.
Pemrosesan top – down memerlukan sejumlah
waktu pelaksanaan. Para peneliti menguji pengenalan wajah telah menemukan bahwa
wajah dapat diinterpretasikan berdasarkan bagian – bagian secara fitural dan
konfigurasional.
5. Pencocokan template, analisis
fitur, dan pencocokan prototipe
Teori pencocokan template sebagai teori
pengenalan pola, memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihan dari teori ini
yakni dalam mengenali suatu pola otak melakukan pembandingan stimuli visual
dengan sesuatu yang berbentuk internal yang tersimpan dalam memori.
Kelemahannya, suatu interpretasi dari teori pencocokan template akan menghadapi
kesulitan.
Sebuah pendekatan terhadap problem
bagaimana kita menyaring informasi dari stimuli rumit disebut analisis fitur
(feature analysis). Teori ini mengatakan bahwa pengenalan objek merupakan
pemrosesan informasi tingkat tinggi yang didahului oleh pengidentifikasian
stimuli kompleks yang masuk ke retina sesuai dengan fitur – fitur yang lebih
sederhana. Dua aliran utama penelitian neurologis dan behavioral telah
mendukung hipotesis analisis fitural.
Teori ini mengasumsikan bahwa membentuk
template yang spesifik atau bahkan membentuk fitur – fitur berbagai ragam pola
yang harus diidentifikasi, kita akan menyimpan sejumlah pola abstraksi dalam
memori. Sebagai sebuah teori pengenalan pola, pencocokan template memiliki
kegunaan dalam program – program komputer, namun dalam bentuknya yang kaku,
pencocokan template tidak dapat menjelaskan pengenalan objek manusia yang
sangat beragam, akurat dan ekonomis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar