|
Artikel Pengenalan Objek
Suatu
karakteristik mengagumkan yang dimiliki manusia adalah kemampuan untuk
mengenali objek-objek yang familiar. Pengenalan pola dan kemampuan mengenali
objek merupakan kemampuan kognitif yang pada umumnya dilaksanakan dengan mulus,
cepat, dan tanpa banyak usaha, dimana prosesnya berlangsung kurang dari satu
detik. Pengenalan pola (pattern recognition) sehari-hari
melibatkan interaksi rumit antara sensasi, persepsi, memori, dan pencarian
kognitif dengan tujuan pengenalan terhadap pola tersebut (Solso, dkk, 2008).
A. Teori-teori
Perseptual
Dua teori utama
tentang tata cara manusia memahami dunia, persepsi konstruktif (constructive
perception) yang
menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi persepsi dengan memilih stimuli dan
menggabungkan sensasi dengan memori, dan persepsi langsung (direct perseption) yang
menyatakan bahwa persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung
dari lingkungan. Persepsi konstruktif menggunakan strategi top-down.
Sedangkan persepsi langsung menggunakan strategi bottom-up (Solso,
dkk, 2008).
1.
Persepsi Konstruktif
Berdasarkan teori persepsi konstruktif, selama
persepsi terjadi kita membentuk dan menguji hipotesis-hipotesis yang
berhubungan dengan persepsi berdasarkan apa yang kita indra dan kita ketahui.
Persepsi dalam hal ini merupakan sebuah efek kombinasi dari sistem informasi
yang diterima sistem sensorik dan pengetahuan kita tentang dunia dan hal ini
sangat erat kaitannya dengan apa yang disebut interferensi bawah-sadar (unconscious
interference), yakni sebuah proses dimana kita secara spontan
mengintegrasikan informasi dari sejumlah sumber untuk menyusun suatu
interpretasi. Teori persepsi konstruktif ini berguna bagi pemahaman kita
tentang bagaimana kesan-kesan sensorik dipahami oleh otak (Solso,
dkk, 2008).
2.
Persepsi Langsung
Berdasarkan teori persepsi langsung, informasi dalam
stimuli adalah elemen penting dalam persepsi sedangkan pembelajaran dan kognisi
tidaklah demikian karena lingkungan telah mengandung informasi yang cukup yang
dapat digunakan untuk interpretasi. Pandangan persepsi langsung penting bagi pemahaman
kita terhadap persepsi karena (1) teori ini menekankan pentingnya stimuli
sensorik yang mengindikasikan bahwa pemrosesan stimuli berlangsung secara
sederhana dan langsung, dan (2) kognisi dan persepsi adalah fenomena yang
alamiah dan ekologis (Solso, dkk, 2008)
B. Pengenalan Pola Visual
Sejumlah teori
spesifik tentang pengenalan pola visual antara lain adalah teori komputasional,
teori Gestalt, pemrosesan bottom-up, pencocokan template,
analisis fitur, teori prototipe, dan sebuah gabungan dari teori persepsi.
Organisasi
Subjektif
Otak
menggunakan heuristik dan algoritma untuk memproses sinyal-sinyal informasi.
Heuristik adalah penyelidikan atau perumusan pikiran baru yang menuntun akan
penemuan sesuatu yang baru. Heruistik dianggap sebagai suatu tebakan bagus
berdasarkan aturan main (good guess based on rule of thumb). Algoritma
merupakan tatanan aturan yang spesifik yang mengarahkan proses pada hasil yang
dapat diprediksikan sebelumnya.
Sejenis ilusi
yang menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus
menggambarkan pentingnya pikiran dalam pengenalan objek disebut kontur
ilusoris (illusory contour). Kontur ilusoris adalah persepsi
terhadap bentuk yang hanya ada pada sistem perseptual-kognitif, bukan di
stimulus. Ilusi tersebut seolah-olah berada di depan bentuk-bentuk lain, bukan
di belakang (ground) dan memiliki bentuk perseptual yang nyata (terlihat
dengan jelas) yang diasumsikan bahwa ilusi tersebut muncul karena adanya inhibisi
lateral (lateral inhibition), yakni tendensi dari elemen-elemen
neural yang saling berdekatan dalam retina untuk merintangi sel-sel di
sekelilingnya sehingga memperkuat kesan terhadap kontur.
Gambar
1. Segitiga Kanizsa. Terdapat sebuah segitiga putih yang melayang pada gambar.
Sebenarnya, segitiga tersebut sungguh-sungguh nyata secara fisik atau hanya
eksis dalam pikiran?
Para psikolog
Gestalt berargumen bahwa manusia membentuk ilusi-ilusi subjektif karena adanya
tendensi untuk melihat figur-figur sederhana dan familiar dalam wujud yang baik
(utuh dan lengkap) di lingkungan kita. Gagasan ini dikenal sebagai Hukum
Pragnanz dan dianggap sebagai hukum utama persepsi Gestalt (Solso,
dkk, 2008).
C. Teori Gestalt
Cara kita
mengorganisasi dan mengklasifikasi stimuli disebut organisasi pola (pattern organization)
yang melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam menghasilkan kesan yang
melampaui gabungan seluruh sensasi. Hukum Gestal yang lain meliputi hukum
keterdekatan (law of proximity), hukum kesamaan (law of similarity),
hukum penutupan (law of closure), hukum simetri (law of symmetry),
hukum kontinuitas (law of continuity), dan hukum nasib bersama (law
of common fate).
Beberapa pola
stimuli diorganisasikan secara natural (spontan). Pengorganisasian spontan
terhadap suatu pola adalah fungsi natural dari stimulus itu sendiri dan hanya
sedikit berhubungan dengan pengalaman masa lalu terkait objek tersebut. Mata
pikiran kita secara konstan mencari organisasi perseptual yang berbeda-beda (Solso,
dkk, 2008).
Perspektif
Kanonik
Perspektif
Kanonik (canoninc perspective) adalah sudut pandang terbaik untuk
merepresentasikan (menggambarkan) suatu objek atau suatu citra (image)
yang pertama muncul di pikiran saat kita mengingat suatu bentuk. Sebuah
teoretis tentang generalitas perspektif kanonik adalah bahwa berdasarkan
pengalaman keseharian dengan objek-objek, kita mengembangkan memori permanen
tentang pemandangan atau penampilan paling representatif dari suatu objek dan
tentang suatu pemandangan yang memberikan informasi terbanyak. Studi terhadap
perspektif kanonik mengajarkan sebuah persepsi bentuk, namun mengungkapkan lebih
banyak pemrosesan informasi pada manusia, formasi prototipe (yakni kelaziman
objek-objek sebagaimana yang tersimpan dalam memori), dan keekonomisan dalam
berpikir, dan efisiensi dalam komunikasi (Solso, dkk, 2008).
D. Pemrosesan Bottom-up
versus Pemrosesan Top-Down
Pemrosesan bottom-up (bottom-up processing) yakni teori
dengan gagasan bahwa proses pengenalan diawali oleh identifikasi terhadap
bagian-bagian spesifik dari suatu pola yang menjadi landasan bagi pengenalan
pola secara keseluruhan. Pemrosesan top-down (bottom-up
processing) yakni teori dengan gagasan bahwa proses
pengenalan diawali oleh hipotesis mengenai identitas suatu pola yang diikuti
oleh pengenalan terhadap bagian-bagian pola tersebut berdasarkan asumsi yang
sebelumnya telah dibuat.
Beberapa ahli
teori mengajukan gagasan bahwa interpretasi terhadap bagian dan keseluruhan
pola dalam sebagian besar situasi terjadi secara top-down dan bottom-up
dan secara bersamaan. Pemrosesan top-down memerlukan sejumlah waktu pelaksanaan.
Pengetahuan tentang dunia memudahkan identifikasi terhadap objek-objek dalam konteks
yang familiar dan sebaliknya menghambat pengenalan objek dalam konteks yang
janggal. Persepsi terhadap objek sangat dipengaruhi oleh ekspektasi seseorang
terhadao konteks (Solso, dkk, 2008).
E. Pencocokan
Template,
Analisis Fitur, dan
Pencocokan Prototipe
Teori pencocokan
template
(template matching) adalah teori tentang cara otak mengenali pola
dan objek. Sebuah template dalam konteks pengenalan pola pada manusia merujuk
pada konstruk internal yang disesuaikan dengan stimuli sensorik dapat menyebabkan
terjadinya pengenalan terhadap objek. Pengalaman sepanjang hidup kita membentuk
sejumlah template dan masing-masing terasosiasi dengan sebuah makna yang
spesifik. Dengan demikian, kronologi identifikasi visual terhadap suatu bentuk
(seperti suatu bentuk geometri) adalah: Energi cahaya yang dipantulkan oleh
bentuk tersebut diterima retina dan ditransduksi ke energi neural yang dikirim
ke otak. Otak mencari arsip template untuk mencari template yang cocok dengan
pola neural yang diterima. Jika otak menemukan template yang cocok dengan pola
neural, seseorang akan mengenali apa yang dilihatnya. Setelah pencocokan
dilakukan, pemrosesan dan interpretasi lebih lanjut terhadap bentuk dapat
dilakukan. Dalam pencocokan template, jika konfigurasi visual sesuai dengan
representasi memori, maka informasi dalam ruang lingkup pengenalan pola akan
dilepaskan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa teori pencocokan template mengindikasikan
bahwa pengenalan objek terjadi ketika representasi internal stimuli tersebut
(yakni gambar stimuli yang disimpan dalam memori pengamat) sama persis dengan
stimuli yang diindra sistem sensorik. Teori ini memiliki kegunaan konseptual
dan praktikal namun tidak dapat menjelaskan proses-proses yang rumit seperti
kemampuan kita untuk menginterpretasi bentuk-bentuk yang asing dengan tepat.
Teori analisis
fitur (feature analysis) menyatakan bahwa pengenalan objek merupakan
pemrosesan tingkat tinggi yang didahului oleh pengidentifikasian stimuli
kompleks yang masuk ke retina sesuai dengan fitur-fitur yang lebih
sederhana. Dengan demikian, pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli
dianalisis berdasarkan komponen-komponen dasarnya. Data-data dari penelitian
neurologis dan behavioral cenderung mendukung hipotesis analisis-fitural ini.
Menurut teori pencocokan
prototipe (prototype matching), pengenalan terhadap objek terjadi
sebagai hasil dari abstraksi terhadap stimuli yang disimpan di dalam memori dan
berfungsi sebagai bentuk ideal yang digunakan untuk mengevaluasi pola-pola yang
diamati. Sebuah pola yang diindra akan dibandingkan dengan prototipe dalam
memori, dan jika terdapat kesamaan di antara keduanya maka pola tersebut akan
dikenali. Pencocokan prototipe memungkinkan pengenala pola-pola yang tidak
lazim namun tetap memiliki hubungan dengan prototipe. Pengenalan pola
mengasumsikan adanya suatu operasi (tindakan) yang berlangsung di dalam memori.
Sebuah pola diidentifikasi oleh sejumlah proses yang melibatkan pencocokan
informasi sensorik dengan sejumlah jejak ingatan yang disimpan di tempat
penyimpanan informasi dalam memori.
Terdapat 2
jenis model dalam teori pembentukan prototipe yakni teori tendensi sentral (central-tendency
theory) dengan gagasan bahwa sebuah prototipe mewakili rata-rata (mean;
average) suatu set eksemplar; dan teori frekuensi atribut (attribute-frequency
theory) dengan gagasan bahwa suatu prototipe mewakili mode atau penyajian
terakhir (summation) dari atribut-atribut yang paling sering dialami seseorang
(Solso,
dkk, 2008).
F. Pengenalan
Pola pada Pakar
Atribut manusia yang lazim yang dapat
diaplikasikan ke seluruh bentuk sensorik adalah tendensi untuk menyandikan
informasi menjadi abstraksi realita tingkat tinggi yang didalamnya
informasi-informasi baru disesuaikan. Berbagai eksperimen mengenai persepsi
seperti yang dilakukan oleh Chase dan Simon (1973a, 1973b) dalam permainan
catur beserta eksperimen-eksperimen lain yang melibatkan abstraksi terhadap
stimuli langsung mendukung postulat di atas. Dan penting untuk diketahui bahwa
pengelan objek visual pada manusia melibatkan analisis visual terhadap stimuli
sebagai input serta melibatkan penyimpanan memori jangka panjang. (Solso,
dkk, 2008).
Sumber:
Solso, Robert L., (2008). Psikologi
Kognitif : Cognitive Psychology (Mikael
Rahardanto & Kristianto Batuadji, Penerjemah.) (Edisi Kedelapan). tt.:
Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar