Nama : Mihmidati Hilmia
N
I M : 16410212
PENGENALAN OBJEK
Untuk dapat mengenal objek sehari-hari,
interaksi antara sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif manusia
berlangsung cepat, hanya kurang dari sedetik. Inilah salah satu karakteristik
mengagumkan yang dimiliki manusia. Meskipun kemampuan kognitif seperti
dilakukan secara cepat dan tanpa banyak usaha, namun ternyata ada interaksi
rumit didalamnya untuk dapat mengenal pola (pattern recognition). Seperti yang sudah dipelajari dalam
neurosains kognitif sebelumnya, dalam hal ini dua hemisfer otak berpengaruh
besar karena memiliki “keistimewaan” yang berbeda, yaitu ketidaksimetrisan
fungsional. Hemisfer kiri berhubungan dengan kendali motorik dan bahasa (pada
orang non-kidal) serta hemisfer kanan berperan dalam analisis informasi
spasial. Selain itu, dalam hipotesis beberapa peneliti terdapat pula “sel
nenek” yang merupakan neuron tunggal yang menyala ketika menerima sinyal-sinyal
visual tentang sesuatu yang dirasa akrab oleh kita.
Kemampuan
mengenali dan mengolah pola serta objek-objek visual telah dipelajari dari
sejumlah perspektif teoreti, diantaranya: pemprosesan bottom-up dan top-down,
teori Gestalt, pencocokan template, analisis fitur, teori prototipe, dan
sebuah bentuk gabungan dari teori persepsi (perceptual).
1. Pemprosesan bottom-up dan
top-down
Pengenalan
objek dapat diawali oleh pengenalan terhadap pola yang diikuti kesimpulan terhadap
bentuk keseluruhan (pemprosesan bottom-up); namun dapat pula diawali
dengan dibentuknya suatu hipotesis yang dibuat oleh pengamat, yang menyebabkan
pengenalan terhadap keseluruhan pola dan diikuti pengenalan komponen-komponen
pola (pemprosesan top-down).
2. Teori Gestalt
Menurut
teori Gestalt, pengorganisasian pola
guna mengenal objek adalah dengan melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam
menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Terdapat
beberapa hukum dalam teori ini, yaitu: hukum keterdekatan (law of
proximity), hukum kesamaan (law of similarity), hukum penutupan (law
of closure), hukum simetri (law of symmetry), hukum kontinuitas (law
of continuity), dan hukum nasib bersama (law of common fate).
3. Pembentukan Template
Pengenalan
objek terjadi ketika representasi internal stimuli tersebut (yaitu gambaran
stimuli yang disimpan dalam memori pengamat) sama persis dengan stimuli yang
diindera sistem sensorik. Teori ini memiliki kegunaan konseptual dan praktikal,
tapi tidak dapat menjelaskan proses-proses kognitif yang rumit, misalnya;
kemampuan untuk menginterpretasi bentuk-bentuk yang asing dengan tepat.
4. Analisis Fitur
Teori
ini beranggapan bahwa pengenalan objek terjadi hanya setelah stimuli dianalisis
berdasarkan komponen dasarnya. Hubel & Wiesel (1963) dan peneliti lainnya
pernah melakukan eksperimen sel tunggal yang hasilnya ternyata sejumlah sel
memiliki kepekaan mendeteksi sisi-sisi atau tepian-tepian stimuli visual, sedangkan
sel-sel lain peka terhadap garis dan ada pula yang peka terhadap sudut. Setiap
sel memiliki fungsi yang spesifik dan masing-masing sel hanya merespons bentuk
stimulus tertentu dengan arah tertentu pula.
5. Pembentukan Prototipe
Pengenalan
objek dianggap sebagai hasil dari abstraksi terhadap stimuli yang disimpan
dalam memori dan berfungsi sebagai suatu bentuk ideal serta yang digunakan
untuk mengevaluasi pola-pola yang diamati. Ada dua model dalam teori ini: pertama,
teori tendensi sentral (sebuah prototipe mewakili rata-rata suatu set
eksemplar). Kedua, teori frekuensi atribut (suatu prototipe mewakili
mode atau penyajian terakhir atribut-atribut yang paling sering dijumpai).
6. Persepsi Perseptual
Untuk
dapat mengetahui dan memahami apa yang ada di lingkungan sekitar, para psikolog
mengembangkan dua teori utama, yaitu persepsi konstruktif dan persepsi
langsung. Persepsi konstruktif (constructive perception) meyakini bahwa
manusia “merekonstruksi” persepsi melalui penyaringan stimuli dan menggabungkan
sensansi dengan memori. Perubahan pola pada stimulus asli dianggap tetap dapat
dikenali karena adanya interfensi bawah – sadar (unconscious interference),
yakni sebuah proses pengintegrasian informasi secara spontan untuk menyusun
interpretasi. Strategi yang
digunakan adalah top-down. Berbeda halnya dengan persepsi langsung (direct
perception) yang menggunakan strategi bottom up dan menyatakan bahwa
persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan,
sehingga menyebabkan kognisi
tidak dianggap penting dalam persepsi, karena lingkungan diyakini telah
mengandung cukup informasi yang dapat digunakan untuk interpretasi. Kedua
teori tersebut sebenarnya sama – sama menjelaskan persepsi, namun fokus tahap –
tahap proses yang dilalui berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar