MUHAMMAD IRVAN
JUNAEDI
16410111
PSIKOLOGI
KOGNITIF – D
TENTANG PENGENALAN OBJEK
Pengenalan
objek merupakan kemampuan mengenali jenis – jenis objek yang familiar merupakan
suatu karakteristik yang dimiliki manusia. Pengenalan tersebut merupakan kemampuan
kognitif yang pada umumnya terjadi secara cepat dan tanpa banyak usaha. Dilansir dari kompasiana.com, adanya pengenalan pola melibatkan sebuah interaksi rumit antara
sensasi, persepsi, memori, dan pencarian kognitif dengan tujuan pengenalan
terhadap pola tersebut.
1.Teori Perseptual
Para psikolog yang telah mempelajari persepsi
mengembangkan dua teori utama tentang cara manusia memahami dunia. Teori
pertama, persepsi konstruktif
(constructive
perception) menyatakan
bahwa manusia “merekonstruksi” persepsi dengan secara aktif memilih stimuli dan
menggabungkan sensansi dengan memori. Para konstruktivis berpendapat bahwa
perubahan pola pada stimulus asli tetap dapat dikenali karena adanya interfensi bawah – sadar (unconscious interference), yakni sebuah proses
pengintegrasian informasi secara spontan untuk menyusun interpretasi.
Sedangkan teori kedua, persepsi langsung (direct perception), menyatakan bahwa
persepsi terbentuk dari perolehan informasi secara langsung dari lingkungan.
Kedua teori tersebut sama – sama menjelaskan persepsi namun berfokus pada tahap
– tahap proses yang berbeda.
2.Pengenalan pola visual
Masing – masing sudut pandang memiliki
kesamaan dasar teori satu sama lain, sedangkan perbedaan yang ada akan
menyediakan sebuah kerangka organsiasional. Seorang konstruktivis akan
menyatakan bahwa otak bersifat interpretatif. Otak menggunakan heuristik dan
algoritma untuk memproses sinyal – sinyal informasi. Namun diantara keduanya
otak cenderung mengandalkan heuristik sehingga akan sering membuat kekeliruan.
Kekeliruan tersebut umumnya bersumber pada ilusi perseptual yang menyebabkan
kita melihat yang sesungguhnya tidak ada di dunia fisik. Jenis ilusi
menggambarkan cara pikiran mengorganisasikan stimuli visual sekaligus
menggambarkan pentingnya pikiran dalam pengenalan objek adalah ilusi yang
disebut kontur ilusoris (ilusory contour). Dalam kontur ilusoris
ini terdapat inhibisi lateral
(lateral
inhibition)
yakni tendensi dari elemen – elemen neural yang saling berdekatan dalam retina
untuk merintangi sel - sel di sekelilingnya, sehingga memperkuat kesan terhadap
kontur. Para psikolog Gestalt mengajukan argumen bahwa manusia membentuk ilusi
– ilusi subjektif karena adanya figur sederhana dan familiar dalam wujud yang
baik di sebuah lingkungan. Gagasan ini dikenal sebagai hukum Prägnanz dan dianggap hukum
utama persepsi Gestalt.
3.Teori Gestalt
Organisasi pola (pattern organization) bagi psikolog Gestalt melibatkan kerjasama seluruh stimuli dalam
menghasilkan sebuah kesan yang melampaui gabungan seluruh sensasi. Beberapa
pola stimuli, menurut Max Wertheimer (1923) diorganisasikan secara natural.
Hukum – hukum Gestalt meliputi :
a.Hukum
keterdekatan (law of promiximity)
b.Hukum
kesamaan (law of similarity)
c.Hukum
penutupan (law of closure)
d.Hukum
simetri (law of symetry)
e.Hukum
kontinuitas (law of continuity)
f.Hukum
nasib bersama (law of common fate)
Asumsi yang dikemukakan oleh Kohler, awalnya,
bahwa pengorganisasian spontan terhadap suatu pola adalah suatu fungsi natural
dari stimulus itu sendiri. Namun demikian, teori ini mengalami kontroversi yang
masih terus berlanjut.
Studi terhadap pengenalan pola yang telah
dilakukan oleh para psikolog kognitif telah memperluas bidang penelitian para
psikolog Gestalt awal. Beberapa psikolog kognitif modern berkonsentrasi pada
struktur – struktur dan proses – proses internal yang berhubungan dengan
pengenalan pola yang rumit, alih – alih menekankan pada karakteristik dari
stimuli sederhana.
4.Pemrosesan Bottom – Up Vs Pemrosesan Top –
Down
Terdapat dua pola dalam mengenali suatu pola.
Teori pertama, pemrosesan bottom – up (bottom – up processing)
yakni teori yang mengatakan bahwa proses pengenalan diawali oleh identifikasi
terhadap bagian – bagian spesifik suatu pola sebagai landasannya. Teori kedua, pemrosesan top – down (top – down processing)mengajukan gagasan bahwa
proses pengenalan diawali oleh hipotesis mengenai suatu pola yang diikuti oleh
pengenalan bagian pola tersebut.
Pemrosesan top
– down memerlukan sejumlah waktu pelaksanaan. Para peneliti menguji
pengenalan wajah telah menemukan bahwa wajah dapat diinterpretasikan
berdasarkan bagian – bagian secara fitural dan konfigurasional.
5.Pencocokan template
Sebuah teori mula – mula tentang cara otak
mengenali pola dan objek disebut teori pencocokan
template (template
maching). Teori
pencocokan template sebagai teori pengenalan pola, memiliki kelemahan dan
kelebihan. Kelebihan dari teori ini yakni dalam mengenali suatu pola otak
melakukan pembandingan stimuli visual dengan sesuatu yang berbentu internal
yang tersimpan dalam memori. Kelemahannya, suatu interpretasi dari teori
pencocokan template akan menghadapi kesulitan.
6.Analisis fitur
Sebuah pendekatan terhadap problem bagaimana
kita menyaring informasi dari stimuli rumit disebut analisis fitur (feature analysis). Teori ini mengatakan
bahwa pengenalan objek merupakan pemrosesan informasi tingkat tinggi yang
didahului oleh pengidentifikasian stimuli kompleks yang masuk ke retina sesuai
dengan fitur – fitur yang lebih sederhana.Dua aliran utama penelitian – neurologis
dan behavioral – telah mendukung hipotesis analisis – fitural.
7.Pencocokan prototype
Teori
ini mengasumsikan bahwa membentuk template yang spesifik atau bahkan membentuk
fitur – fitur berbagai ragam pola yang harus diidentifikasi, kita akan menyimpan
sejumlah pola abstraksi dalam memori. Sebagai sebuah teori pengenalan pola,
pencocokan template memiliki kegunaan dalam program – program komputer, namun
dalam bentuknya yang kaku, pencocokan template tidak dapat menjelaskan
pengenalan objek manusia yang sangat beragam, akurat dan ekonomis.
Sumber
: https://www.kompasiana.com/esthu666/pengenalan-objek-dalam-psiko-kognitif_54f44fb9745513a32b6c897a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar