Pengenalan Objek
Oleh : nur amalia hamida
Nim :16410046
Salah satu
karakteristik yang mengagumkan yang dimiliki manusia ialah kemampuannya dalam
mengenali objek. Ketika mengenali objek, kita menggunkan kemampuan kognitif
yang biasanya dilakukan dengan cepat dan tepat. Jika membahas mengenai objek
maka tak akan lepas dari pembahasan mengenai pola. Pola adalah struktur yang
dapat diterapkan pada objek. Upaya pengenalan pola (pattern recognition) pada
kehidupan sehari-hari melibatkan sensasi, atensi, persepsi dan pencarian
kognitif (Solso, 2007). Namun, berkat pengalam kita dalam keidupan sehari-hari,
akan mudah bagi kita untuk mengenali suatu objek meskipun itu terlihat asing.
Nantinya, dalam mempersepsi suatu pola atau objek akan dibahas beberapa teori
terkait. Diantaranya teori mengenai persepsi, teori gesalt, teori pencocokan
tample, dll.
Terdapat dua teori
persepsi mengenai cara manusia memahami lingkungan yakni. Pertama, persepsi
konstruktif (constructive perception), berpendapat bahwa manusia membangun
persepsi dengan memilih stimuli secara aktif dan menggabungkannya dengan
sensasi dan memori. Kedua, persepsi langsung (direct perception),
berpendapat bahwa manusia membangun persepsi melalu informasi langsung dari lingkungan.
Persepsi
konstruktif dimisalkan pada kejadian ketika anda berjalan menuju dapur, anda
akan dapat mengenali ibu anda yang memasak di dapur karena anda mengetahui
bentuk fisiknya dan mengetahui informasi bahwa ibu anda sedang berada di dapur.
Sehubungan dengan hal ini, kita akan mengenali adanya interferensi bawh-sadar
(unconscious interference), proses dimana kita secara spontan menyatukan
informasi dari berbagai sumber untuk menyusun suatu interpretasi. Selain itu,
para ahli konstruktif meyakini bahwa kita melihat suatu objek bukan hanya denan
mata, tetapi sekaligus menggunakan otak yang memiliki bekal pengetahuan tentang
dunia. Sedangkan para ahli yang mendukung teori langsung meyakini bahwasannya
pembelajaran dan elemen kognisi tidak penting dalam menginterpretasikan sesuatu
karena lingkungan telah mengandung banyak informasi yang dapat digunakan untuk
menginterpretasikan sesuatu. Meskipun kedua teori yang telah dipaparkan diatas
memiliki pendapat yang bersebrangan, namun sebenarnya kedua teori tersebut
saling melengkapi karena berfokus pada proses yang berbeda.
Para
psikolog Gesalt beragumen bahwa manusia membentuk ilusi-ilusi subjektif karena
adanya tendensi untuk melihat figur-figur sederhana dan familiar dalam wujud
yang utuh di lingkungan kita. Pendapat
ini dikenal dengan hukum Pragnanz. Pengaruh pragnanz membuat kita dapat mengenali
suatu objek yang abstrak. Pragnanz merupakan hukum dasar dan utama persepsi
gesalt.
Dalam proses
mengenali suatu pola, terdapat dua teori yang terkait yakni pemrosesan
Bottom-up dan pemrosesan Top-down. Teori buttom-up adalah teori yang memilliki
gagasan bahwasannya proses pengenalan
diawali oleh identifikasi terhadap bagian-bagian spesifik dari suatu pola, yang
menjadi landasaan pola keseuruhan. Sedangkan
teori Top-down menggagas bahwa proses pengenalan diawali oleh suatu hipotesis
mengenai indentitas suatu pola, yang diikuti oleh pengenalan terhadap
bagian-bagian pola tersebu, berdasarkan asumsi yang telah dibuat sebelumnya (Solso, 2007) .
Selain
teori diatas, ada juga teori pencocokan tample dimana dalam teori ini digunakan proses menyesuaikan
atau mencocokkan suatu objek sehingga kita mengenali objek tersebut. Pencocokan
template dapat terjadi ketika terdapat identifikasi visual. Kelemahan teori ini
adalah apabila bentuk suatu objek agak sedikit berbeda dengan tample yang ada
pada otak kita, maka kita akan kesulitan dalam mengenali objek tersebut.
Kemudian muncul teori Geon yang menyempurnakan teori tample. Teori ini
mengatakan bahwa seluruh bentuk-bentuk yang tersusun dari geon-geon. Contohnya,
sebuah cangkir tersusun dari dua geon: sebuah silinder dan sebuah ellips.
Sebelum
proses pengenalan tingkat tinggi terhadap suatu objek dapat dilaksanakan,
terlebih dahulu kita akan melakukan analisis fitur. Menurut teori analisis
fitur, kita akan menganalisis informasi visual terlebih dahulu kemudian dapat
memahami keseluruhan informasi visual. Misalnya, ketika seseorang menyebut
bunga, maka tidak serta merta akan memikirkan tumbuhan yang harum dan indah,
namun kita akan cenderung mendetksi dan menganalisa fitur dari masing-masing
huruf. Ketika anda memandang suatu fitur dalam waktu yang lama, anda akan
memperoleh lebih banyak informasi dari pada ketika melihat hanya sekilas.
Selanjutnya, terdapat bantahan tentang
membentuk tample dan menganalisa fitur dalam sebuah proses mengenali objek.
Menurut teori pencocokan prototipe, kita akan menyimpan sejumlah jenis pola-pola
abstrak dalam memori yang berperan sebagai prototipe. Menurut Solso (2008), ” dalam wacana yang
paling sederhana, tampaknya aaman untuk
menyatakan bahwa sebuah pola diidentifikasi oleh sejumlah proses yang
melibatkan pencocokan informasi sensorik dengan sejumlah “jejak ingatan” yang
disimpan di tempat penyimpanan informasi dalam memori.(p. 144)
Setelah
membahasan mengenai keseluruhan teori diatas, kita mungkin akan sulit mengambil
kesimpulan mengenai letak spesifik pengenalan dalam otak. Setiap teori memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Bahkan meskipun terlihat berlawanan,
namun sebenarnya saling menguatkan satu sama lain. Namun, dari semua teori
diatas, kita dapat mengambil benang merah yakni proses pengenalan objek sangat terkait dengan memori dalam otak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar