PEMBENTUKAN KONSEP LOGIKA DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Untuk beberapa orang psikologi kognitif
adalah ilmu tentang berpikir dan pemikiran dapat dikatakan sebagai mahkota
kognisi. Untuk beberapa orang menjadi sangat brilian, bahkan menjadi amat mulia
diantara kebanyakan orang; dan dalam kenyataanya fakta tersebut terjadi, salah
satu keajaiban spesies kita. Dalam realitas, “berpikir” merupakan istilah umum
dari pemrosesan informasi. Dengan demikian berpikir tentang pemikiran-meta,
mungkin menjadi suatu tugas yang sulit ditanggulangi, karena mengaitkan seluruh tema yang telah kita pelajari sebelumnya—deteksi energy
eksternal, neurofisiologi, persepsi, memori, bahasa, perbandingan, dan pribadi
yang berkembang.
1.
Pembentukan Konsep
Pembentukan konsep berhubungan dengan
pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide. Dalam hal ini kita akan lebih
berkonsentrasi dengan ciri konseptual. Definisi awal konsep adalah
“penggambaran mental, ide, atau proses”. Konsep didefinisikan dalam
ciri-cirinyaa. Ciri-ciri adalah karakteristik suatu objek atau kejadian yang
juga merupakan karakteristik objek. Dasar untuk menerima sebuah karakteristik
sebagai sebuah ciri adalah subjektif. Jadi, seorang dapat membayangkan sesuatu
dengan “ciri kritis” seuah objek atau ide adalah penggunaan sesuai keadaan.
Dalam hal ini konseptual mirip dengan proses yang dibutuhkan dalam deteksi
signal, yang mana penerimanya sebagai ciri dari sebuah konsep ditentukan oleh
kakunya kriteria. Penentuan kriteria adalah seperti menentukan toleransi untuk
beberapa banyak ciri yang dibutuhkan untuk dapat menjadi bagian kelas objek
tertentu.
a.
Asosisasi
Proses asosiasi mendalilkan bahwa
pembelajaran konsep adalah hasil dari (1) menguatkan sesuatu dari sebuah stimulus dengan
respons yang mengindentifikasikannya sebagai sebuah konsep, dan (2)
non-penguatan (bentuk hukuman) pasangan yang tidak tepat dari sebuah stimulus
dengan respons untuk mengidentifikasikannya sebagai konsep.
b.
Pengujian Hipotesis
Tahap awal dalam pembentukan konsep adalah memilih
hipotesis atau strategi yang konsisten dengan objek penyelidikan kita. Ketika
kita mencari untuk menemukan sesuatu prosesnya meliputi pembentukan
prioritas-prioritas.
Partisipan strategi boleh memilih dalam
pembentukan konsep untuk menyertakan pemindaian dan pemusatan, masing-masing
memiliki subtipenya yaitu pemindaian simultan, pemindaian berturut-turut,
pemusatan konservatif dan kemungkinan focus. Dari strategi yang diutarakan,
pemfokusan konservatif menjadi paling efektif; teknik memindai hanya memberikan
tingkat kesuksesan marginal.
2.
Logika
Berfikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran,
sementara logika adalah ilmu berpikir. Walaupun dua orang dapat berpikir tentang
hal yang sama, kesimpulan keduanya
diraih melalui pemikiran yang mungkin
berbeda, yang satu
logis, yang lain tidak logis. Berpikir dan logika telah menjadi subjek
spekulasi untuk waktu yang lama. Lebih dari 2000 tahun lalu Aristoteles
memperkenalkan suatu system penalaran atau validasi argument yang kita sebut
silogisme. Sebuah silogisme mempunyai 3 langkah yakni sebuah premis mayor, premis
minor, dan konklusi
Konklusi diraih ketika penalaran silogistik diakui valid atau benar,
jika premis-premisnya akurat dan bentuknya benar. Maka, sangat mungkin untuk
menggunakan logika soligistik untuk validasi argument. Konklusin yang tak logis
dapat ditentukan dan sebab-sebabnya terisolasi. Ini merupakan pernyataan
ringkas dasar teori dan banyak reset mengenai pemikiran dan logika.
Sebuah ciri menarik dari penggunaan logika silogistik dalam penelitian
kognitif adalah kemampuannya memungkinkan kita untuk mengevaluasi atau
mengesahkan pembenaran dari proses pikiran berdasarkan bentuknya maupun isinya.
a.
Penalaran Deduktif
Proses penalaran yang di dalamnya kesimpulan-kesimpulan yang spesifik
disusun berdasarkan prinsip-prinsip yang lebih umum atau berdasarkan
fakta-fakta yang telah diketahui sebelumnya.
Deduksi 1) dalam logika tradisional, protes
penarikan, dengan penalaran, konklusi tertentu dari prinsip-prinsip umum yang
diasumsikan benar. Silogisme Aristoteles adalah contoh klasik dari penalaran
deduktif dalam tradisi. 2) dalam logika kontemporer, pernyataan apapun
diperoleh dengan sebuah transformasi aturan dalam sebuah aksioma; lebih umum,
istilah ini sekarang ditujukan pada
sebuah proses mendapatkan teorema dalam aksioma-aksiomanya, atau konklusi dari
premis-premis, dengan aturan formal (aturan transformasi).
b.
Penalaran Silogistik
Riset awal untuk mempelajari penalaran
silogistik didasarkan pada laporan partisipan dari “apa yang terjadi dalam
kepalaku” yang juga diketahui sebagai prosedur “berbicara kera” ketika
partisipan mengungkapkan secara verbal langkah yang mereka gunakan untuk
menyelesaikan masalah. Walaupun teknik intropeksi ini kekurangan dasar ilmu
empiris yang dibutuhkan, 3 variabel independen telah muncul dari sana: bentuk
argument, isi argument, dan kemajemukan individu partisipan.
Bentuk, salah satu cara memecahkan
silogisme adalah dengan menggambar diagram yang disebut diagram Venn. Beberapa
silogisme lebih sulit dibandingkan yang lain mungkin disebabkan oleh
pengetahuan dan kemampuan yang anda miliki untuk mengenali argument yang logis
ketika anda menghadapinya.
Efek
Atmosfer adalah kecendurungan untuk menerima atau menolak suatu argument
berdasarkan bentuknya. Dengan kata lain, mengajukan suatu argument dengan cara
tertentu saja bisa mempengaruhi tingkat penerimaan argument itu.sebuah studi
menarik pernah dilakukan oleh Clement dan Fahmagne (1986) yang menyatakan bahwa
pengetahuan dunia dan gambaran mental berhubungan dengan penalaran logis. Pada
dasarnya, peneliti mengubah-ubah tingkat gambaran dari istilah-istilah dan
keterkaitannya
dengan premis bersyarat dalam silogisme.
Isi, karena bisa mempertahankan bentuk argument
sambil mengubah-ubah isinya, yang belakangan juga telah menjadi alat yang
berguna dalam analisis proses penalaran. Jika premis dari silogisme-silogisme
benar, maka kesimpulannya juga benar, walaupun suatu kesimpulan mungkin lebih
sulit diterima daripada kesimpulan yang lain. Pengaruh isi atas keabsahan suatu
argumen mengingatkan kita bahwa proses kognitif tidaklah sederhana dan tidak
mengesampingkan dampak pengetahuan yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
3.
Pengambilan Keputusan
Penalaran Induktif
Salah satu bentuk lain dari penalaran disebut penalaran induktif. Dalam
penalaran induktif, sebuah kesimpulan biasaya dinyatakan secara implisit atau
eksplisit dalam konteks pernyataan kemungkinan. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita biasa membuat keputusan yang tidak terlalu mencerminkan hasil paradigma
silogistik yang sudah dipikirkan baik-baik, tapi dalam konteks induktif, yang
keputusannya berdasarkan masa lalu dan ksimpulannya berdasarkanyang dirasa
sebagai pilihan terbaik dari sejumlah alternative.
Induksi dalam logika proses penalaran dari khusus ke umum. Francis Bacon
mengajukan induksi sebagai logika penemuan ilmiah dan deduksi sebagai logika
argumentasi. Sebenarnya, kedua proses ini digunakan bersama secara teratur dalam
ilmu empiric, dengan pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa tertentu atau
induksi dan dari prinsi-prinsip yang sudah diketahui atau deduksi, prinsip
hipotesis baru kemudian dirumuskan dan hukum dimunculkan.
Pengambilan Keputusan dalam Kehidupan Nyata
Dialog Penalaran¸salah satu argument bisa
diuraikan adalah dengan mengindentifikasikan komponen structural pokok seperti
yang dilakukan oleh RIPS dan Koleganya ( RIPS 1998; RIPS, Brem, Baylenson,
1999). Komponen dialog dari argumentative terdiri dari tuntutan kadang-kadang
diikuti oleh kelonggaran, permitaan atas dasar kebenaran atau penyangkalan;
penyangkalan bisa diikuti oleh kelonggaran atau sangkalan tandingan, dll
Buah Pikiran yang Keliru dari Reifikakasi, Reifikasi suatu ide artinya
menganggap bahwa ide itu nyata ketika sebenarnya ide itu bersifat hipotetis
atau metafora.
Argumen Ad Hominem, argument Ad Hominem
adalah argument yang menyerang karakter dan bukan isi argumennya. Yang
berkaitan dengan argument Ad Hominem adalah argument yang disahkan berdasarkan
pengalaman seseorang atau pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman
seseorang.
Argumen yang Menggunakan Paksaan dan
Kekuatan, kekuatan dan moralitas mungkin bagus, tapi tidak ada hubungannya
dengan perjanjian dan hak suatu bangsa atas kedaulatan. Meskipun demikian,
sungguh “manusiawi” untuk mengajukan argument semacam itu.
Menggunakan Kekuasaan dan Ketenaran,
praktek ini biasa dijumpai diantara para pembuat iklan.
Argumen Mayoritas Pasti Benar, argumennya
adalah jika kebanyakan orang melakukan sesuatu, hal itu pasti benar.
Argumen Manusia Jerami, argumen manusia
jerami artinya membangun suatu argumen yang leamah dan menghubungkannya dengan
orang lain sehingga anda bisa mengalahkannya. Karakteristik argumen manusia
jerami yaitu sebuah ciri yang mencolok ( meskipun sangat tidak penting)
difokuskan dan dipentingkan untuk mengalihkan tujuan utama argument.
Dukungan Neurosains Kognitif
Studi ilmiah mengenai hubungan antara otak
disatu sisi dan penalaran serta pemikiran disisi lain sudah sejak dulu menjadi
wilayah ahli saraf (yang berkonsentrasi pada pasien dengan beragam masalah
saraf) dan, baru belakangan, ahli neuropsikologi kognitif (yang berkonsentrasi
pada studi pengambaran dengan partisipan normal).
Kerangka Keputusan
Kerangka Keputusan merupakan konsepsi
tindakan, hasil keluaran, serta kontigensi pembuat keputusan yang diasosiasikan
dengan pilihan-pilihan tertentu. Sebuah kerangka diadopsi oleh seseorang saat
akan membuat keputusan, dikendalikan oleh permulasi masalah serta norma,
kebiasaan, dan karakteristik personal dari individu tersebut. Para peneliti
telah mendemontrasikan secara jelas kuatnya sebuah kerangka dalam menentukan
kesimpulan yang dicapai individu dengan fakta-fakta yang diberikan kepadanya,
tetapi dalam konteks yang berbeda.
Mengukur Kemungkinan/Probabilitas
Dalam beberapa hal, probabilitas suatu
peristiwa dapat dikalkulasikan dengan matematika. Sementara kejadian-kejadian
lain ditentukan hanya dengan pengalaman kita sebelumnya. Pada serangkaian
studi, Tvresky dan Kahnerman (Kahneman, 1973; Tvresky & Kahnerman, 1981)
memeriksa orang-orang yang terkadang berakhir dengan kesimpulan yang buruk
ketika keputusan mereka yang didasarkan pada pengalaman masa lalu.
Heuristik Keterwakilan (Representativiness
Heuristic)
Mengukur probabilitas peluang sebuah
kejadian dipengaruhi tidak hanya oleh ketersidaan (Availibility) kejadian
tersebut, namun juga besarnya keterwakilan keterjadian dalam hubungan dengan
seberapa sama kejadian tersebut dengan ciri esensial populasinya.
Teorema Bayes dan Pengambilan Keputusan
Sebuah model matematika yang menyediakan
metode untuk mengevaluasi hipotesis perubahan nilai probabilitas ini disebut
Teorema Bayes sesuai dengan penemunya, Thomas Bayes, ahli matematika di abad ke
18.
Probabilitas Kondisional(peluang yang
terkondisikan)—peluang informasi baru adalah benar apabila hipotesis-hipotesis
tertentu benar.
Beberapa bukti yang dikumpulkan oleh Edward
(1968) yang mengatakan bahwa kita cenderung untuk menduga kemungkinan kondisi
lingkungan yang lebih konservatif daripada teori Bayes. Pada salah satu
penelitian mengenai dampak informasi baru terhadap estimasi kemungkinan yang
diputuskan oleh partisipan.
Ketertarikan pada metode Bayes telah
bertambah selama beberapa tahun (Melakoff, 1999). Satu alas an bertambah banyaknya
penelitian adalah populernya desktop computer dan perkembangan algoritma baru.
Beberapa telah menggunakan simulasi tekhnologi yang dikenal dengan Markoff
Chain Monte Carlo (dikenal sebagai MCMC bagi praktisi) yang menggunakan konsep
matematis Bayes dalam memanfaatkan pengetahuan sebelumnya dalam memprediksi
segala sesuatu, dari resonansi inti magnet hingga siapa yang mungkin menjadi
tersangka pada kasus terminal. Penggunaan yang belakangan ini telah
dipertanyakan karena mengandung “Riwayat Rasial”.
4. Pembuatan Keputusan dan Rasionalitas
Bab ini nampaknya mempresentasikan manusia
sebagai makhluk yang paling rasional. Diskusi kita tentang pembentukan konsep
akhirnya menunjukkan bahwa keseluruhan makhluk hidup membentuk konsep
menggunakan ketentuan rasional. Pada diskusi pemikiran silogisme, kita belajar
bahwa paliditas sebuah argumen dapat
ditentukan olleh ketentuan logis, bahwa jika kita dikelabui oleh salah satu
dari struktur atau isi dari argument yang salah. Akhirnya, menurut subbab
pengambilan keputusan, kita belajar bahwa kaum manusia yang “ rasional” pada
umumnya bertindak irasional ketika mengambil keputusan tentang sekumpulan
kejadian yang benar, kita berpikir bahwa akan menjadi bodoh untuk mendebatkan
apakah benar orang lain sama rasionalnya seperti kita memperlakukan diri kita,
tapi apa benar demikian diri kita, sebagai spesies, dengan kesimpulan yang
begitu irasionalnya berdasakan kumpulan hasil yang empiris dari tugas-tugas
pengambilan keputusan ?
Penemuan dari Tveresky dan Kahman, sejalan
dengan penelitian mengenai pemikiran silogisme, mengatakan bahwa manusia adalah
makhluk yang berpikir rasional secara sempurna, beberapa kalangan telah
menyangkal penemuan ini atas dasar rancangan eksperimen dan kesimpulan filosofi
pasti yang dipaksakan oleh eksperimen ini. Kritik dari L.G Cohen (1981), dari
universitas Oxford, yang memperdebatkan bahwa (1) rasionalitas seharusnya
ditentukan oleh orang-orang yang pada umumnya, bukan menurut penyusunan
eksperimen laboratorium yang tidak dibuat untuk mengilustrasikan pengambilan
keputusan setiap hari dan tidak relavan pada tampilan kenyataannya. (2) tidak
beralasan bahwa orang biasa diharapkan menjadi ahli dalam bidang hukum
kemungkinan hukum dan statistika yang menjadi dasar dan batas dari penyimpangan
bebrapa percobaan. (3) hukum system logis dan rasionalitas tidak relavan dengan
prilaku manusia sehari-hari. Ambillah kasus individu yang tidak beruntung pada
percobaan menghindari mantannya menggunakan teori Bayes, kemungkinan dari
pertemuan dengan orang yang ingin dihindari pesta adalah 0,32. Bagaimana dengan
perilaku individu yang melakukan penghindaran ? jika permusuhan antar pasangan
tersebut jelas (saya tidak mau sedekat
sampai 100 mil dari dia), bilangan tidak memiliki kemampuan sejauh ini
sebagai perilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar