Minggu, 26 November 2017

FATIHATUN NURIL MUGHNIA

FATIHATUN NURIL MUGHNIA
16410037
Aktifitas kognitif selalu melibatkan berbagai proses-proses penting meliputi belajar, asosiasi, dan pengujian hipotesis.
Berpikir adalah proses internal yang membentuk representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran, penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas, dan kecerdasan. Proses berpikir ini juga dapat diarahkan dan menjadi fokus utama dalam pengambilan keputusan serta menghasilkan formasi dari representasi mental dalam pengambilan keputusan pada level struktural.
Konsep formasi melibatkan bentuk yang tajam untuk mengklasifikasikan objek dan pencarian tata cara yang relevan dengan konsep tersebut.  Nah, pembentukan konsep ini bergantung pada pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide atau lebih spesifiknya akan menjurus pada ciri konseptualnya.
Dalam deskripsinya konseptual diartikan sebagai proses yang digunakan untuk menentukan deteksi signal, yang mana pada penerimaannya sebagai ciri sebuah konsep ditentukan oleh kakunya kriteria. Penentuan kriteria ini juga dapat dikatakan sebagai penentuan objek tertentu.
Asosiasisme atau sering disebut dengan prinsip asosiasi merupakan teori yang sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep. Dalam format ringkas, prinsip memegang ikatan yang akan terbentuk di antara kejadian (atau objek) setiap saat dimunculkan bersama kembali. Reinforcement (penguatan), atau sistem hadiah, dapat memfasilitasi bentuk dari ikatan.
            Jadi, prinsip asosiasi mendalilkan bahwa pembelajaran konsep adalah hasil dari (1) menguatkan pasangan tepat dari sebuah stimulus dengan respons yang mengidentifikasikannya sebagai sebuah konsep (2) non-penguatan (bentuk hukuman) pasangan yang tidak tepat dari sebuah stimulus dengan respons untuk mengidentifikasikannya sebagai konsep.
            Strategi untuk formulasi dan pengujian hipotesis selama formasi konsep meliputi scanning dan fokus pada prosedur, dengan fokus pada teknik(hampir sama dengan prosedur ilmiah) yang menjadi lebih efektif daripada strategi scanning.
            Jika berpikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran, maka logika adalah ilmu berpikir. Berpikir logika menjadi subjek spekulasi untuk waktu yang lama. Sebuah silogisme mempunyai 3 langkah-sebuah premis mayor, premis minor, dan konklusi.
Konklusi diraih ketika panalaran silogistik diakui kebenran dan kevalidannya ketika premis-premisnya akurat dan bentuknya benar. Konklusi yang tidak logis dapat ditentukan dan sebab-sebabnya terisolasi.
Sebuah ciri dari penggunaan logika  silogistik adalah kemampuannya dalam mengevaluasi dan mengesahkan pembenaran dari proses pikiran berdasarkan bentuknya alih-alih isinya.
Peneltian terkait penalaran deduktif mengindikasikan bahwa kesimpulan silogisme dipengaruhi oleh bentuk presentasi (visual vs verbal), banyaknya alternatif bagi premis umum, bentuk argumen (positif vs negatif), pengetahuan jangka panjang yang berhubungan dengan masalah, dan level inteligensi plobem solver.
  Sedangkan pada penalaran induktif menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa kemungkinan pernyataan dan kesesuaian lebih pada pengambilan keputusan sehari-hari daripada silogisme atau penalaran deduktif.
Pada sebuah penelitian mengenai pengambilan keputusan menunjukkan bahwa solusi untuk masalah dipengaruhi oleh faktor memori (keberadaan hipotesis), referensi sudut pandang yang mempengaruhi formulasi masalah, kegagalan untuk menyadari seberapa samakah sebuah kejadian pada populasinya, dan meremehkan signifikansi matematis dari kejadian yang mungkin.

Tversky dan Kahneman (1981) menjelaskan bahwa kerangka keputuan adalah konsepsi tindakan, hasil keluaran, serta kontigensi pembuat keputusan yang diasosiasikan dengan pilihan-pilihan tertentu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar