FATIHATUN NURIL MUGHNIA
16410037
Aktifitas kognitif selalu melibatkan berbagai
proses-proses penting meliputi belajar, asosiasi, dan pengujian hipotesis.
Berpikir adalah proses internal yang membentuk
representasi mental baru melalui transformasi informasi oleh interaksi kompleks
dari atribusi mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakan, penalaran,
penggambaran, pemecahan masalah logis, pembentukan konsep, kreativitas, dan
kecerdasan. Proses berpikir ini juga dapat diarahkan dan menjadi fokus utama
dalam pengambilan keputusan serta menghasilkan formasi dari representasi mental
dalam pengambilan keputusan pada level struktural.
Konsep formasi melibatkan bentuk yang tajam untuk
mengklasifikasikan objek dan pencarian tata cara yang relevan dengan konsep
tersebut. Nah, pembentukan konsep ini
bergantung pada pengasahan sifat-sifat yang sesuai dengan kelas objek atau ide
atau lebih spesifiknya akan menjurus pada ciri konseptualnya.
Dalam deskripsinya konseptual diartikan sebagai proses
yang digunakan untuk menentukan deteksi signal, yang mana pada penerimaannya
sebagai ciri sebuah konsep ditentukan oleh kakunya kriteria. Penentuan kriteria
ini juga dapat dikatakan sebagai penentuan objek tertentu.
Asosiasisme atau sering disebut dengan prinsip asosiasi
merupakan teori yang sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep. Dalam format
ringkas, prinsip memegang ikatan yang akan terbentuk di antara kejadian (atau
objek) setiap saat dimunculkan bersama kembali. Reinforcement
(penguatan), atau sistem hadiah, dapat memfasilitasi bentuk dari ikatan.
Jadi,
prinsip asosiasi mendalilkan bahwa pembelajaran konsep adalah hasil dari (1)
menguatkan pasangan tepat dari sebuah stimulus dengan respons yang
mengidentifikasikannya sebagai sebuah konsep (2) non-penguatan (bentuk hukuman)
pasangan yang tidak tepat dari sebuah stimulus dengan respons untuk
mengidentifikasikannya sebagai konsep.
Strategi
untuk formulasi dan pengujian hipotesis selama formasi konsep meliputi scanning
dan fokus pada prosedur, dengan fokus pada teknik(hampir sama dengan prosedur
ilmiah) yang menjadi lebih efektif daripada strategi scanning.
Jika
berpikir adalah proses umum untuk menentukan sebuah isu dalam pikiran, maka
logika adalah ilmu berpikir. Berpikir logika menjadi subjek spekulasi untuk
waktu yang lama. Sebuah silogisme mempunyai 3 langkah-sebuah premis mayor,
premis minor, dan konklusi.
Konklusi diraih ketika panalaran silogistik diakui
kebenran dan kevalidannya ketika premis-premisnya akurat dan bentuknya benar.
Konklusi yang tidak logis dapat ditentukan dan sebab-sebabnya terisolasi.
Sebuah ciri dari penggunaan logika silogistik adalah kemampuannya dalam
mengevaluasi dan mengesahkan pembenaran dari proses pikiran berdasarkan
bentuknya alih-alih isinya.
Peneltian terkait penalaran deduktif mengindikasikan
bahwa kesimpulan silogisme dipengaruhi oleh bentuk presentasi (visual vs
verbal), banyaknya alternatif bagi premis umum, bentuk argumen (positif vs
negatif), pengetahuan jangka panjang yang berhubungan dengan masalah, dan level
inteligensi plobem solver.
Sedangkan pada penalaran induktif menghasilkan
sebuah kesimpulan bahwa kemungkinan pernyataan dan kesesuaian lebih pada
pengambilan keputusan sehari-hari daripada silogisme atau penalaran deduktif.
Pada sebuah penelitian mengenai pengambilan keputusan
menunjukkan bahwa solusi untuk masalah dipengaruhi oleh faktor memori
(keberadaan hipotesis), referensi sudut pandang yang mempengaruhi formulasi
masalah, kegagalan untuk menyadari seberapa samakah sebuah kejadian pada
populasinya, dan meremehkan signifikansi matematis dari kejadian yang mungkin.
Tversky dan Kahneman (1981) menjelaskan bahwa kerangka
keputuan adalah konsepsi tindakan, hasil keluaran, serta kontigensi pembuat
keputusan yang diasosiasikan dengan pilihan-pilihan tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar