Jumat, 22 Desember 2017

Artikel Kognisi Sepanjang Masa Kehidupan

Nama  : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM    : 16410036
Kelas   : Psikologi Kognitif D
Berdasarkan sudut pandang dari dikotomi sifat dasar (nature) dan hasil proses pengasuhan (nurture), muncullah beberapa pandangan berikut.
1.      Pandangan tabula rasa atau kertas, menyatakan bahwa bayi terlepas dari sifat bawaan dan murni dipengaruhi oleh pengalaman hidupnya (nurture)
2.      Bayi mempunyai potensi fisik dan neurologis yang bersifat bawaan, dan perkembangan kognitif merupakan hasil interaksi struktur bawaan tersebut dengan dorongan dan tuntutan lingkungan
3.      Pengaruh komponen genetik cukup besar dalam perkembangan manusia.
Kesimpulan yang lebih aman menyatakan bahwa kognisi dipengaruhi oleh fbawaan dan faktor lingkungan. Kita dibentuk oleh skema biologis kita yang diisi oleh pengalaman-pengalaman kita (Solso, dkk, 2008).

A.   Perkembangan Kognitif
Perhatian terhadap perkembangan kognisi sepanjang masa kehidupan berawal dari penelitian Jean Piaget (Swiss) dan Lev. S. Vigotsky (Rusia). Berikut uraiannya.
1.   Asimilasi dan Akomodasi: Piaget
Intelektualitas adalah hasil dari hasil dari adaptasi evolusioner (evolutionary adaptation), yang mana cara memahami sifat dasar pikiran orang dewasa adalah dengan sudut pandang biologis dan evolusioner melalui penelitian terhadap perkembangan dan perubahannya sebagai upaya proses adaptasi terhadap lingkungan
Prinsip-prinsip Utama
Dua prinsip utama dalam perkembangan kognitif adalah organisasi dan adaptasi
Organisasi (organizatiton) merupakan sifat dasar struktur mental yang digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. Pikiran bersifat terstruktur atau terorganisasi, terintegrasi, dan meningkat kompleksitasnya. Tingkat berpikir yang paling sederhana adalah skema (scheme), yaitu representasi mental terhadap beberapa tindakan (fisik maupun mental) yang dilakukan terhadap objek. Misalnya, bayi yang baru lahir mengunakan strategi kognitif skema menghisap, menggenggam, dan melihat untuk mengetahui dunia. Seiring berjalannya waktu, skema ini terintegrasi secara progresif dan terkoordinasi dalam pola yang teratur sehingga membentuk pikiran orang dewasa.
Adaptasi (adaptation) mencakup dua proses, yakni (1) asimilasi (assimilation), yaitu proses perolehan informasi dari luar lalu diasimilasikan dengan pengetahuan dan perilaku sebelumnya; dan (2) akomodasi (accomodation), meliputi proses perubahan (adaptasi) skema lama untuk memproses informasi dan objek baru di lingkungannya. Misalnya, anak bayi yang skema pertamanya adalah memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya (skema lama), maka ketika ia menjumpai benda yang lebih besar dari biasanya ia tidak akan memasukkan benda tersebut ke dalam mulutnya, melainkan mengubah (mengakomodasi) skema lamanya dengan skema (cara) yang baru. Piaget meyakini bahwa fenomena ini juga terjadi pada aktivitas mental, yakni kita memiliki struktur mental, mengasimilasikan peristiwa-peristiwa eksternal, dan mengkonversikannya menjadi peristiwa-peristiwa mental atau pikiran, artinya kita mengakomodasikan struktur bilohgis untuk menghadapi permasalahan yang baru. Kedua proses ini, asimilasi dan akomodasi adalah representasi dua objek yang saling melengkapi satu sama lain dalam proses adaptasi.
Karakteristik perkembangan kognitif dalam teori Piaget adalah (1) periode dalam satu periode yang sama bersifat kuantitatif dan linear; (2) terdapat perubahan kualitatif dalam perbedaan antarperiode dan menunjukkan adanya rangkaian kemajuan dari satu periode ke periode lainnya; (3) suatu periode harus dilalui terlebih dahulu sebelum meningkat ke priode berikutnya; dan (4) terdapat subjek skema dalam tiap tahapan untuk tujuan akomodasi. Berikut tahapan perkembangan kognitif dalam pandangan Piaget.
a.      Tahap 1: Periode Sensorimotor (sejak kelahiran hingga usia 2 tahun). Ciri-cirinya adalah fase interkoordinasi progresif dari skema menjadi lebih kompleks dan terintegrasi, dan respon yang pada fase pertama bersifat bawaan dan berupa refleks yang tidak disengaja maka pada fase selanjutnya skema refleks akan terkontrol secara sadar, artinya jika skema awal telah terinterkoordinasi maka selanjutnya skema ini akan berubah sehingga mengantar individu menuju skema berikutnya.
b.     Tahap 2: Periode Pra-Operasional (usia 2-7 tahun). Perilaku anak berubah dari dependensi tindakan menuju pemanfaatan representasi mental dalam segala tindakannya (yang disebut berpikir). Pada tahap ini anak belum mengembangkan sistem organisasi pikirannya sehingga ia sulit untuk membedakan antara persepsi mereka dengan persepsi orang lain (dikenal dengan istilsah egosentrisme[1]). Namun kapasitas representasi mental memunculkan skema dan kemampuan baru, memunculkan kemampuan anak untuk berpura-pura melakukan sesuatu terutama dalam menggunakan benda-benda untuk hal yang tidak semestinya (misalnya menggunakan pakaian sebagai bantal dan berbuat seolah-olah hendak tidur), dan memunculkan kemampuan anak dalam penggunaan bahasa.
c.      Tahap 3: Periode operasional konkret (7-11 tahun). Tahap penyempurnaan yang terdiri 3 ranah berikut.
1)    Konservasi (conversation) adalah kemampuan untuk mentransformasikan sifat objek
2)   Klasifikasi (classification) yaitu mengelompokkan dan mengkategorikan objek-objek yang mirip. Sistem ini mirip dengan konservasi
3)   Seriasi (seriation) dan transivitas (transivity) adalah dua kemampuan yang terpisah namun saling berhubungan. Seriasi adalah kemampuan untuk merangkai serangkaian elemen secara bersamaan menurut hubungan tertentu (misalnya mengatur beberapa tongkat menurut panjangnya). Sedangkan transivitas berhubungan dengan kemampuan seriasi.
d.     Tahap 4: Periode operasional-formal (masa remaja dan dewasa). Ciri-cirinya adalah anak mampu memformulasikan hipotesis dan mengujinya terhadap realitas, dan adanya koordinasi atas sistem terisolir pada tahap operasional konkret. Dengan meningkatnya sistem pemikiran, individu mampu memikirkan tidak hanya hal-hal yang bersifat konkret, melainkan abstrak juga. Menurut Piaget, tahap ini menjadi penutup tahap perkembangan intelektual manusia. Teori Piaget bertumpu pada peningkatan logis dan alamiah perkembangan individu menurut prinsip-prinsip teoretis.
Kritik atas Perspektif Piaget
Jean Mandler (1998,2000) membantah pandangan Piaget bahwa bayi belum dapat sepenuhnya membentuk pikiran. Berdasarkan bukti yang ditunjukkannya, terdapat konseptualisasi perspetual di usia dini. Pada tahun 1979, Spelke membawa hasil eksperimennya yang menyatakan bahwa anak mampu membedakan dan mengkombinasikan dua stimulus terpisah(film dan suara). Percobaan Meltzoff dan Borton (1979) mengungkap sebuah fakta bahwa bayi mampu menuntaskan beberapa proses sentral dari dua pola informasi yang mirip. Dengan demikian, terdapat cara persepsi silang (cross-perceptual mode) pada bayi dalam mengingat objek. Menurut Mandler, bukti-bukti yang dikumpulkan oleh para psikolog tentang ketidakmampuan konseptual bayi kemungkinan adalah ketidakmampuan motorik. Dengan demikian, kemungkinan bayi memiliki operasi logis yang luar biasa jauh lebih awal daripada yang dipikirkan oleh Piaget.
2.   Pikiran dalam Masyarakat: Vygotsky
Tahapan-tahapan dalam Perkembangan
Menurut Vygotsky, secara ilmiah dan inheren pikiran anak bersifat sosial, dan speech egocentric bersifat sosial, baik dari asal mulanya maupun tujuannya. Anak belajar speech egocentric dari orang lain dan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Prinsip inilah yang menjadi pembeda utama antara teorinya dengan teori Piaget.
Perkembangan anak didahului oleh proses belajar. Perkembangan wicara anak terkait perkembangan kognitifnya mengikuti proses yang ada. Tujuan utama berbicara adalah komunikasi yang didorong oleh kebutuhan dasar manusia untuk melakukan kontak sosial. Bentuk-bentuk bicara awal (habling, menangis, cooing) secara esensial bersifat sosial. Berbicara menjadi egosentrik ketika anak mentransfer bentuk kolaborasi sosial perilaku untuk melapisi bagian dalam (inner personal) dan fungsi fisik (Vygotsky, 1934/1962). Perkembangan pemikiran berasal dari masyarakat ke individu, bukan sebaliknya.
Fenomena Internalisasi
Internalisasi adalah proses mentransformasikan tindakan eksternal (perilaku berbicara) menjadi fungsi psikologis internal (proses berbicara). Kesadaran manusia terbentuk dari internalisasi sosial dan hubungan interpersonal. Anak mengikuti contoh yang diberikan orang dewasa dan secara gradual mengembangkan kemampuannya untuk melakukan berbagai hal tanpa bantuan orang dewas. Perbedaan anak yang dapat melakukan segala sesuatu tanpa dan dengan bantuan orang tua disebut Vygotsky sebagai zona perkembangan proksimal.
Tahap-tahap Perkembangan
Anak dalam perkembangan konseptualnya melalui tiga tahapan berikut.
1.      Pembentukan konsep tematik, dimana hubungan antar-objek memiliki peran penting
2.      Pembentukan konsep berantai
3.      Pembentukan konsep abstrak yang menyerupai pembentukan konsep pada orang dewasa

Teori Vygotsky tentang Bahasa
Tahapan
Fungsi
Sosial (eksternal)
(Sebelum usia 3 tahun)

Mengontrol perilaku orang lain
Mengekspresikan pikiran-pikiran dan emosi-emosi sederhana
Egosentris
(Usia 3-7 tahun)

Fase antara bicara eksternal dan internal
Mengontrol perilaku tetapi diekspresikan dengan keras
Internal (inner)
(Usia 7 tahun ke atas)
Pembicaraan dengan diri sendiri (self-talk) yang memungkinkan pemikiran terarah
Bahasa melibatkan fungsi mental yang lebih tinggi

Perkembangan Pikiran dan Internalisasi Kemampuan Berbicara
Menurut Vygotsky, pikiran dan bahasa memiliki akar genetik yang berbeda, sehingg tingkat perkembangan keduanya pun berbeda. Pikiran bersumber pada perkembangan biologis anak, sementara bahasa pada lingkungan sosialnya. Hubungan antar keduanya terjalin ketika anak sampai pada realisasi bahwa setiap benda memiliki nama. Setelah itu, pikiran dan bahasa tidak dapat  terpisahkan lagi. Internalisasi bahasa menyebabkan pikiran dapat diekspresikan dalam bicara internal (Solso, dkk, 2008).

B.   Perkembangan Saraf
Berbagai proses kognitif seperti persepsi dan memori didasarkan pada struktur dan proses neurologis. Dengan demikian, pembahasan tentang perkembangan kognitif akan semakin lengkap jika melibatkan dasar alamiah neuropsikologi perkembangan. Dengan demikian, kita dapat memahami fungsi sistem saraf sepanjang rentang kehidupan manusia.
1.   Tahap Awal Perkembangan Saraf
Perhatikan gambar berikut.





















Gambar 1. Perkembangan Otak pada Tahap Pranatal
Pada awal perkembangan, otak belum tumbuh secara sempurna, tetapi pada permulaan trimester kedua korteks serebral mulai terdiferensiasi dari spinal cord. Tujuh bulan kemudian, lobus-lobus penting mulai terbentuk. Pada bulan kesembilan, beberapa lobus mulai dapat dibedakan dan invaginasi mulai tampak. Namun pada tahap ini kognisi masih berada pada fase embrionik. Perkembangan kognitif belum sepenuhnya muncul hingga pertengahan bulan kedua puluh.
Pembentukan sinapsis yang berhubungan dengan fungsi kognitif otak menunjukkan bahwa jumlah sinapsis meningkat hingga kurang lebih usia 2 tahun. Kemudian melalui proses alamiah, jumlah sinapsis berkurang hingga 50 persen sementara dendrit meluas menjadi lebih kompleks dan semakin banyak serta membentuk cabang-cabang dan perubahan ini terjadi dari hari ke hari.
 











GAMBAR 12.6



Gambar 2. Tahap Perkembangan Otak Manusia[2]

2.   Lingkungan dan Perkembangan Saraf
Lingkungan mempengaruhi perkembangan otak dan kognitif. Tampaknya, ukuran otak juga dipengaruhi oleh lingkungan. Fakta membuktikan bahwa hewan peliharaan memiliki area korteks 10-20% lebih kecil daripada hewan liar. Bayi yang dibesarkan di lingkungan yang miskin stimulasi (seperti kasus anak yang dibesarkan oleh serigala [Sing & Zing, 1940]) nampak tidak mampu menghadapi permasalahan barunya.
Efek stimulasi awal terhadap fungsi kognitif sangat penting. Stimulasi diperlukan untuk menjamin bahwa sistem saraf berfungsi secara optimal. Lingkungan yang kaya stimulasi mampu meningkatkan ukiran neokorteks otak. Stimulasi akan menyebabkan seseorang memiliki resiliensi yang luar biasa, sementara pemiskinan dapat terjadi akibat perubahan lingkungan.
3.   Asimetri Serebral
Berdasarkan hasil temuan terkini, terdapat perbedaan subsistem hemisfer pada anak sekitar usia 5 tahun. Masing-masing hemisfer cenderung untuk fokus pada tugas kognitif tertentu. Efek lateralisasi ditemukan pada anak kecil dan secara tentatif struktur dan proses otak terbentuk sangat dini pada masa bayi atau bahkan masa pranatal dan bukan masalah tekanan lingkungan (Solso, dkk, 2008).

C.   Perkembangan Kemampuan Kognitif
Tujuan pembahasan ini adalah untuk menggambarkan bagaimana sudut pandang kognitif berguna untuk memahami beberapa aspek penting perkembangan manusia.
1.   Inteligensi
Faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan mental dan inteligensi anak serta berperan penting dalam menentukan kemampuan verbal dan spasial mereka. Sementara bentuk spesifik perilaku manusia terutama anak-anak juga dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
2.   Kemampuan Akuisisi-Informasi
Anak perlu secara efektif memperhatikan, mempersepsikan, dan mencari informasi yang relevan di lingkungannya. Keberhasilannya mencari informasi akan berdampak pada perkembangan neurologis dan sensory register, perhatian terfokus, dan kecepatan pemrosesan.
Atensi/Perhatian Selektif (Selective Attention)
Atensi selektif mengacu pada kemampuan untuk fokus pada informasi yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak kurang mampu mengontrol proses atensionalnya daripada orang dewasa. Namun semakin dewasa, mereka semakin mampu mengontrol perhatiannya dan beradaptasi terhadap tugas-tugas yang berbeda.
Perhatian pada Wajah
Berdasarkan beberapa penelitian, bayi yang masih sangat kecil (yang belum banyak belajar tentang wajah dan stimulus visual) memiliki predisposisi bawaan untuk melihat stimulus yang menggambarkan wajah. Sesuai sudut pandang biologis atau bertahan hidup (survival), persepsi wajah adalah sarana penting awal untuk merekognisi tanda-tanda kritis selama menit-menit pertama setelah kelahiran. Dan penting untuk diketahui bahwa peningkatan pengaruh korteks berimplikasi pada kemampuan manusia mempersepsi wajah manusia sebaik binatang lain (misalnya monyet).
3.   Memori
Berdasarkan bukti ilmiah, bayi memiliki memori terhadap peristiwa sebaik ia membentuk suatu konsep (Mandler & McDonough, 1998). Pada level dasar, bayi menunjukkan rekognisi pada stimulus yang dilihat sebelumnya, seperti wajah ibu, respon terkondisi klasik, imitasi, dan habituasi. Usaha pertama untuk menemukan memori paling awal tergantung pada laporan introspektif dan rata-rata di usia 39-42 bulan.
Pada memori anak yang lebih besar sampai dewasa awal, periode antara usia 10-30 tahun menghasilkan sebagian besar ingatan tentang memori otobiografis. Selain itu, memori personal (seperti kencan, lagu spesial, pengalaman di negara asing, dan lain sebagainya) adalah memori penting yang terjadi sepanjang rentang waktu remaja hingga dewasa awal dan paling banyak diingat.
Organisasi (Chunking)
Diantara beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kemampuan memori dan rekognisi pada anak usia sekolah adalah chunking. Chunking merupakan pengelompokan kata-kata berdasarkan suatu kategori. Dengan melakukan chunking, kita membentuk hukum tingkat lanjut (higher order rule) yang akan digunakaan saat melakukan recall nanti. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa proses recall menggunakan metode tersebut lebih mudah daripada terhadap daftar yang tidak terkategorisasikan. Selain itu, anak yang lebih besar lebih mampu mengkategorisasikan sesuatu dan memanfaatkannya untuk mengoptimalkan performansi memorinya. Mereka mampu melihat dan memanfaatkan hubungan higher-order pada stimulus dan menjadkannya dasar pengelompokan. Dengan demikian, karakteristik pertumbuhan kemampuan memori anak usia sekolah adalah perkembangan strategi organisasi yang aktif, terencana, dan spontan.
4.   Kognisi Tingkat Lanjut (Higher-Order Cognition) pada Anak
Higher-order cognition terdapat pada anak dan orang dewasa. Pembahasan selanjutnya adalah persamaan dan perbedaan higher-order cognition diantara keduanya.
Struktur Pengetahuan dan Memori
Berdasarkan beberapa eksperimen, dalam usia yang sangat muda seseorang kesulitan untuk membuat skema cerita dimana mereka melakukan enconding terhadap pengalamnnya.
Berpikir Metaforis
Salah satu ciri khas anak adalah make-believe. Mereka memperlakukan balok seperti mobil, menjadikan jari layaknya pistol, atau menciptkan teman bermain imajiner. Pemikiran metaforis pada anak berhubungan dengan kemampuan intelektual, kretivitas, dan imagery.
Membayangkan Bentuk (Imagery)
Perepresentasian informasi pada orang dewasa lebih didasari oleh arti semantik dan dalam bentuk proposisi abstrak, sedangkan pada anak-anak lebih didasari oleh persepsi. Menurut beberapa ahli, anak cenderung menggunakan imagery daripada penyimpanan informasi yang berbasis proposisional untuk menjawab pertanyaan.
5.   Pembentukan Prototipe pada Anak
Manusia membentuk representasi abstrak impresi sensorik dalam bentuk prototipe dan/atau kategori-kategori konseptual. Kecenderungan ini muncul pada masa bayi dan pembentukan kategori ini berkembang sebelum perkembangan bahasa. Pembentukan prototipe merupakan penyimpan berbagai pengalaman yang sering dialami ke dalam contoh terbaik yang bersifat tunggal. Berdasarkan penelitian dan literatur tentang proses kognitif, abstraksi informasi verbal dan visual (yang disebut skema, gramatika, pembentukan kategori, atau prototipe) adalah atribut penting dalam aktivitas pemrosesan informasi pada anak, sebagaimana pada orang dewasa (Solso, dkk, 2008).

D.   Kognisi dan Penuaan (Senescence)
Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari masalah penuaan. Berbeda dengan geriatri yang mempelajari penyakit-penyakit yang muncul seiring proses penuaan, gerontologi mempelajari perubahan sosial, fisik, dan mental pada lansia. Psikolog kognitif lebih memperdalam kajian dampak penuaan terhadap kemampuan mental kognitif seperti pengmbilan keputusan, memori, dan kemampuan perseptual.
Beberapa penelitian menggunakan metode cross-sectional [3] dan longitudinal[4] menginformasikan bahwa kedua jenis memori (eksplisit dan implisit) bersifat disosiabel. Terjadi penurunan dalam kedua jenis memori tersebut. Menurut penelitian cross-sectional Lars Nilsson (2003), performa memori jangka pendek, memori semantik, dan memori prosedural tidak berhubungan dengan penuaan yang normal. Tetapi terjadi penurunan pada memori episodik, dimana penurunan ini mengakibatkan manusia memerlukan waktu lebih lama untuk mencari kunci atau mengingat-ingat dimana mobilnya diparkirkan.
Dukungan Neurosains Kognitif
Berdasarkan penelitian Roberto Cabeza (2002) dari Universitas Duke dengan mengembangkan model HAROLD, seiring bertambahnya usia pemrosesan tugas-tugas dilakukan oleh kedua sisi hemisfer (tidak lagi berlaku asimetri hemisfer, misalnya hemisfer kiri dikhususkan pada masalah bahasa). Dan sebaliknya, terjadi reduksi pada asimetri hemisfer. Belum diketahui secara pasti penyebab perubahan tersebut. Namun menurut sudut pandang psikogenik, hal ini mungkin disebabkan oleh perubahan strategi pemrosesan kognitif. Sedangkan sudut pandang neurogenik menganggap bahwa hal ini disebabkan oleh perubahan mekanisme neural aktual (Solso, dkk, 2008).







Gambar 3. Pertambahan Usia Mengakibatkan Reduksi Asimetri Hemisfer



[1] Menurut Piaget, bicara egosentrik (egocentric speech) yang digunakan anak saat berpikir dengan (suara) keras mengarahkannya pada bicara sosial, dimana anak mengingat hukum pengalaman dan berbicara untuk tujuan komunikasi (Solso, dkk, 2008)
[2] Catatan: Grafik ini menyajikan pentingnya peristiwa-peristiwa pranatal, misalnya pembentukan selongsong neural (nerulasi)dan migrasi sel; aspek-aspek kritis dari pembentukan sinaps dan myelinasi setelah umur 3 tahun; an pembentukan sinaps yang bergantung pengalaman, begitu pula neurogenesis di daerah penting dalam hipokampus (gyrus dentat), selama hampir seluruh masa hidup.
Dari Thompson & Nelson (2001)
[3] Dengan membandingkan performansi subjek dewasa muda dengan subjek lansia (Solso, dkk, 2008)
[4] Dengan mengambil data secara berulang terhadap kelompok subjek yang sama seiring dengan pertambahan usia mereka (Solso, dkk, 2008)

2 komentar: