Jumat, 22 Desember 2017

Artikel Neurosains Kognitif

Nama  : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM    : 16410036
Kelas   : Psikologi Kognitif D
 
A.   Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat (central nervous system/CNS) terdiri dari saraf tulang belakang dan otak. Namun pada pembahasan ini kita lebih berfokus pada otak. Unsur dasar pembentuk CNS adalah neuron, yakni sebuah sel yang mampu mengirimkan informasi sepanjang sistem saraf, baik informasi inter (di dalam) neuron maupun antar neuron.
Jumlah neuron dalam otak manusia melebihi 100 miliar yang terdiri dari ribuan jenis neuron yang berbeda. Namun, secara umum setiap neuron terdiri dari:
1.      Dendrit, yakni penerima impuls neural dari neuron lain yang tidak berperan dalam proses penyampaian sinyal, bentuknya seperti pohon dengan cabang dan ranting.
2.     Tubuh sel (soma), yakni sebagai penjaga kondisi dasar neuron yang menerima nutrisi dan melenyapkan limbah organik.
3.     Akson, yakni jalur panjang berbentuk tabung, penghubung tubuh sel dengan sel-sel lain melalui sebuah persimpangan yang disebut sinapsis (disini terjadi pertukaran informasi kimiawi dari satu neuron ke neuron lain dalam bentuk senyawa kimia yang disebut neurotransmitter[1]). Akson dikelilingi oleh selubung myelin (myelin sheath) yang berfungsi sebagai insulator yang mempercepat transmisi impuls neural.
4.     Terminal prasinaptik, yakni ujung akson yang dekat dengan permukaan dendrit neuron lain. (Solso, dkk, 2008)

Mekanisme Komunikasi Neuron
Muatan listrik mengalir sepanjang akson -> Neurotransmitter dilepaskan saat muatan listrik mencapai dendrit -> Neuron mengalir sepanjang sinapsis menuju reseptor di dendrit.
Neurotransmitter kimiawi mengubah polaritas atau potensi elektrik pada dendrit penerima. Sejenis neurotransmitter memiliki efek inhibitoris, yakni mencegah neuron penerima menembakkan impuls. Neurotransmitter lain memiliki fungsi eksitatoris, yaitu merangsang neuron penerima menembakkan impuls.
Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai neurotransmitter berperan dalam tugas-tugas dasar seperti menjaga keutuhan kondisi fisik sel. Beberapa senyawa lain seperti acetylcholine berperan dalam proses belajar dan mengingat. Pengetahuan manusia itu disandikan, tidak disimpan dalam satu neuron saja. Proses kognisi manusia berlangsung di pola-pola besar aktivitas neural yang terealisasi di seluruh bagian otak secara paralel melalui koneksi eksitatoris dan inhibitoris atau switches. Semakin sering sebuah neuron menembakkan impuls, semakin besar efek yang ditimbulkannya terhadap sel-sel yang memiliki hubungan sinapsis dengan neuron tersebut.
Teori Donald Hebb (1949) menyatakan pentingnya mengenali kekuatan koneksi antar unit. Pada sebuah sinapsis antara A dan B, jika A merangsang B dan menyebabkan hasil yang memuaskan (baik secara kognitif maupun behavioral) maka koneksi tersebut akan diperkuat sehingga pada koneksi selanjutnya A memiliki kemampuan yang lebih besar untuk merangsang B. Mengapa demikian? Sebab fungsi kognitif apapun yang diproses dari A ke B jika hasilnya bersifat adaptif (menguntungkan) maka kemampuan tersebut akan dipertahankan. Sebaliknya, jika hasilnya tidak memuaskan, maka koneksi akan dikurangi hingga hasilnya sama sekali diredam (Solso, dkk, 2008).

Anatomi Otak Otak manusia terbagi menjadi 2 bagian yang sejenis, yakni hemisfer serebral kiri dan kanan. Kedua hemisfer ini diselimuti oleh lapisan korteks serebral,yakni sejenis material tipis dan basah, berwarna abu-abu, dipenuhi oleh soma-soma neuron dan akson-akson pendek yang tidak berselubung myelin dan tebalnya sekitar 1,5-5 mm. Bukit yang tampak diantara lipatan disebut gyri (bentuk jamak gyrus), sedangkan galur-galur di otak disebut sulci (sulcus). Sulci yang dalam dan meyolok disebut fissure (belahan, retakan). Seluruh pikiran manusia, sensasi, pemrosesan bahasa, serta berbagai kegiatan kognitif lain berlangsung di serebral korteks ini (Solso, dkk, 2008).

Korteks Serebral Pada manusia, korteks serebral terlibat dalam persepsi, berbicara, tindakan-tindakan kompleks, berpikir, pemrosesan dan produksi bahasa, dan proses-proses lain yang menjadikan manusia berbeda dengan mamalia lain (Solso, dkk, 2008).

Lobus-lobus di Korteks Serebral Korteks serebral dibagi menjadi 4 bagian yang ditandai oleh fissures utama.
1.      Lobus frontal, terlibat dalam pengendalian impuls, pertimbangan (judgement), pemecahan masalah, pengendalian dan pelaksanaan perilaku, dan pengorganisasian yang kompleks
2.     Lobus temporal, memproses sinyal-sinyal auditori, pendengaran, pemrosesan auditori tingkat tinggi (bicara), pengenalan wajah.
3.     Lobus parietal, mengintegrasikan informasi sensoris dari pancaindera, pemanipulasian objek, pemrosesan visual-spasial
4.     Lobus oksipital atau korteks striat, terlibat dalam pemrosesan visual, yakni menerima informasi visual dari retina, memproses informasi tersebut dan mengirimkannya ke area-area yang relevan (Solso, dkk, 2008).

Area-area Sensori-Motor Dalam sebuah penelitian, seekor anjing yang dibius diberi stimulus elektrik terhadap bagian korteks. Hal ini menyebabkan reaksi menggeletar (twitch) karena arus listrik ringan pada lobus frontal menyebabkan reaksi refleks pada kaki depan (pada lengan bila diterapkan pada manusia). Arus listrik ringan diproses secara kontralateral, artinya informasi sensorik dari saraf tulang belakang (saat manusia menyentuh objek) memasuki bagian tubuh kiri dan berpindah ke tubuh bagian kanan, lalu diproses oleh hemisfer kanan. Area-area motorik di setiap hemisfer mengendalikan pergerakan sisi tubuh yang berlawanan (misalnya hemisfer kiri mengendalikan gerakan tubuh bagian kanan, dan sebaliknya).
Pada penilitian lebih lanjut, sengatan listrik ringan yang diberikan terhadap pasien-pasien manusia sebelum pembedahan membuat mereka mampu menceritakan ingatan-ingatan yang telah lama dilupakan. Dari hal ini, sang peneliti berkebangsaan Kanada, Roger Penfield, memetakan area sensorik dan motorik di otak mamalia (termasuk manusia) dan mendapatkan gambaran mengenai ukuran topografis dan fungsi otak secara umum. Semakin penting fungsi suatu organ, semakin besar ukuran korteks motorik yang mengendalikan organ atau bagian tubuh tersebut. Pemetaan terhadap area sensorik menunjukkan bahwa pemberian stimulasi listrik ringan terhadap bagian otak menghasikan sensasi di bagian tubuh yang berlawanan dengan korteks sensorik yang mendapatkan rangsangan. Misalnya pemberian stimulasi terhadap area somatosensorik yang mengendalikan gerakaan tangan di bagian otak kiri akan menghasilkan sensasi geli (tingling) di tangan bagian kanan, dan sebaliknya (Solso, dkk, 2008).

B.   Neurosains Kognitif
Neurosains kognitif adalah ilmu yang menyediakan dasar-dasar untuk lebih jauh lagi meyelidiki isu-isu lama terkait pikiran dan tubuh. Ilmu ini menurut Richard Thompson dari University of Shoutern California, …adalah perkawinan alami antara neurosains dan ilmu kognitif-secara bebas dapat disebut juga ilmu tentang otak dan pikiran” (2000, hal 411). Tugas neurosains kognitif adalah membongkar ulang otak: membedah arsitektur komputasionalnya menjadi unit-unit pemrosesan informasi yang terisolasi dan kemudian menentukan bagaimana  unit-unit tersebut bekerja secara komputasi maupun fisik. fungsi otak kita adalah menghasilkan perilaku yang sesuai dengan lingkungan kita. –Cosmides & Tooby (Solso, dkk, 2008).



C.   Psikologi Kognitif dan Neurosains Kognitif
Beberapa alasan para psikolog kontemporer membutuhkan informasi dan teknik neurosains, dan sebaliknya, para ilmuwan neurosains membutuhkan informasi ilmu psikologi kognitif antaralain sebagai berikut.
1.      Kebutuhan untuk menemukan bukti-bukti fisik yang yang mendukung struktur pikiran yang bersifat teoretik. Misalnya pengidentifikasian fungsi-fungsi kognitif seperti persepsi dan bahasa menggunakan alat-alat canggih
2.     Kebutuhan para ilmuwan neurosains untuk menghubungkan penemuan mereka dengan model-model fungsi otak dan kognisi yang lebih komprehensif
3.     Sasaran klinis untuk menemukan korelasi antara phatologi otak dan perilaku (simtom)
4.     Meningkatnya keterlibatan fungsi-fungsi neurologis dalam model-model yang menggambarkan kinerja pikiran
5.     Upaya para ahli komputer untuk membuat simulasi kognisi manusia dengan mengembangkan piranti lunak yang mampu berperilaku seperti otak manusia
6.     Berkembangnya teknik-teknik yang memungkinkan para ilmuwan untuk mengintip ke dalam otak manusia dan mengungkap struktur-struktur dan proses-proses yang belum pernah terlihat sebelumnya (Solso, dkk, 2008).

D.   Peralatan Para Ilmuwan Neurosains
Pada pembahasan ini disajikan informasi tentang sejumlah teknologi canggih disertai informasi yang disediakan oleh teknologi tersebut yang biasanya digunakan para peneliti untuk mengamati dan mengeksplorasi otak manusia secara langsung (Solso, dkk, 2008).
Nama
Alat
Informasi yang Direkam
Tampilan
Informasi yang Didapat
EEG (Elektroence-phalogram)
Elektroda-elektroda noninvasif di kulit kepala
Sinyal-sinyal elektrik (aktivitas neural)
Grafik
Waktu yang dibutuhkan untuk memproses stimuli
CT (Computed Axial Tomography)
Pemindai X-ray
Kepadatan jaringan
Tampilan 3D
Struktur otak
PET (Positron Emission Tomography)
Pemindai radioaktif
Aliran darah serebral regional (penggunaan glukosa)
Tampilan 3D yang diberi kode-kode berwarna
Fungsi otak
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemindai Elektromagnetik
Kepadatan atom-atom hidrogen
Tampilan 3D
Struktur otak
fMRI (Functional Magnetic Resonance Imaging)
Pemindai Elektromagnetik
Kepadatan atom-atom hidrogen
Tampilan-tampilan 3D
Struktur dan fungsi otak
MEG (Magnetoence-phalography)
Pemindai Elektromagnetik
Medan-medan magnetik (dari aktivitas sel saraf)
Tampilan 3D
Fungsi otak
TMS (Transcranial Magnetic Stimulation)
Tongkat yang menembakkan muatan magnetik
Aktivitas neural
Digabungkan dengan EEG atau MEG
Fungsi otak; subjek penelitian melaporkan pengalaman selama pengetesan
Micro CT (X-ray micro tomography)
Pemindai X-ray
Kepadatan material
Tampilan 3D
Struktur objek-objek yang sangat kecil




[1] Neurotransmitter adalah pesan kimiawi yang diaktifkan di membran dendrit di neuron penerima. Lihat: Solso, dkk., Psikologi Kognitif,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar