Jumat, 22 Desember 2017

Artikel Pemecahan Masalah

Nama  : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM    : 16410036
Kelas   : Psikologi Kognitif D

A.   Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
1.   Psikologi Gestalt dan Pemecahan Masalah
Gestalt diterjemahkan sebagai "konfigurasi atau keseluruhan yang terorganisir". Perspektif dalam psikologi Gestalt adalah memandang perilaku sebagai sistem yang terorganisir. Suatu permasalahan (khususnya masalah perseptual) ada ketika ketegangan atau stres muncul sebagai hasil dari interaksi antara persepsi dan memori. Menurut psikolog Gestalt awal (seperti Max Wertheimer, Kurt Koffka, Wolfgang Kohler), sudut pandang persepsi reorganisasi dalam aktivitas pemecahan masalah memunculkan konsep "functional fixedness" (dikemukakan oleh Karl Duncker), yaitu adanya kecenderungan untuk mempersiapkan suatu barang sesuai dengan fungsi pada umumnya, dan kecenderungan tersebut dapat mempersulit kita ketika kita diminta untuk menggunakan barang-barang tersebut untuk hal-hal yang kurang lazim.
Dalam menyelesaikan tugas pemecahan masalah, kita sering mengasosiasikan kata set, yaitu ide-ide yang berhubungan dengan aktivitas kognitif yang mendahului pemikiran dan persepsi. Set dapat meningkatkan kualitas persepsi atau pemikiran melalui partisipasi yang lebih aktif dalam mengartikan suatu stimulus. Dalam proses pemecahan suatu masalah, terdapat beberapa tahapan tertentu. Pada umumnya, seseorang memulai dari apa yang menjadi harapan mereka, kemudian membuat hipotesis dari solusi-solusi yang mungkin muncul, menguji hipotesis, lalu melakukan konfirmasi. Apabila hipotesis tidak dapat dikonfirmasi, maka akan muncul hipotesis yang baru. Proses selanjutnya adalah trial dan error sebuah hipotesis yang baru (Solso, dkk, 2008).
2.   Representasi Masalah
Informasi yang didapat direpresentasikan dalam pemecahan masalah mempunyai pola yang berurutan. Berikut tahapan pemecahan masalah dan implikasinya dalam kehidupan yang dikemukakan oleh Hayes dalam Solso (2008)

Tindakan Kognitif
Sifat Permasalahan
1.   Mengidentifikasi Permasalahan
Bulan Mei depan saya akan lulus dari perguruan tinggi. Ini adalah akhir dari satu tahapan dalam hidup saya (waktumya untuk berkembang)
2.  Representiasi Masalah
Saya akan menjadi pengangguran dan tidak mempunyai pendapatan. Saya harus mendapatkan pekerjaan (tidak bisa lagi meminta pada ayah dan ibu)
3.  Merencanakan Solusi
Saya akan membuat lamaran, melihat lowongan pekerjaan yang ada, dan meminta pendapat dari teman dan guru (melihat apa yang ada di luar sana, mungkin saya dapat pergi ke Tibet dan menjadi biarawan)
4.  Merealisasikan Rencana
Saya akan membuat janji dengan perusahaan yang menarik. Saya akan diwawancarai oleh mereka (berspekulasi)
5.  Mengevaluasi Rencana
Saya akan mempertimbangkan setiap penawaran sesuai dengan kebutuhan dan keinginan saya, kemudian membuat keputusan (siapa yang menawarkan gaji yang besar, liburan yang panjang, dan pensiun awal)
6.  Mengevaluasi Solusi
Saya akan merefleksikan proses pemecahan masalah ini dan menggunakan pengetahuan ini sebagai cara pemecahan masalah di masa depan (di bagian mana kesalahan saya)

Permasalahan yang terdefinisikan dengan jelas (well-defined) akan lebih mudah untuk dipecahkan daripada permasalahan yang ill-defined (seperti “saya benci hidup saya”. Merepresentasikan suatu permasalahan dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam menemukan solusi. Pada umumnya, solusi untuk suatu permasalahan muncul dalam momen yang brilian (insight). Dan kecenderungan untuk merepresentasikan sesuatu secara visual dengan menggunakan prosa yang kaya akan imajinasi disebut gambaran kata.
3.   Representasi Internal dan Pemecahan Masalah
Terdapat hubungan antara struktur memori dan jaringan semantik selam proses pemecahan masalah.
a.    Model Representasi Internal: Eisenstadt dan Kareev
Representasi internal pada tugas penyelesaian masalah sangat subyektif; transkripsi mental terhadap konfigurasi pada dunia nyata tidak begitu saja sesuai dengan representasi internal seseorang. Representasi internal dibentuk oleh pencarian aktif. Operasi ini disebut proses ke atasa-ke-bawah (top-down) yang berarti analisis dimulai dengan usaha yang dibuat untuk memverifikasi dengan cara mencari rangsangan diikuti oleh hipotesis. Dan terdapat kemungkinan prosedur bawah-ke-atas (bottom-up) dimana rangsangan diperiksa dan dicocokkan dengan komponen struktural.
Memecahkan sebuah masalah tergantung padsa representasi subjektif yang disimpan dalam ingatan, serta pembentukan representasi internal merupakan sebuah proses yang aktif (Solso, dkk, 2008).

B.   Kreativitas
Kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif yang menghasilkan pendangan baru mengenai bentuk permasalahan dan tidak dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya). Proses kreativitas bukan hanya sebatas menghasilkan sesuatu yang bermanfaat saja.
1.   Proses Kreatif
Terdapat 4 tahapan dalam proses kreatif (Wallas dalam Solso, 2008), yaitu:
b.      Tahap 1: Persiapan.
Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya. Seluruh perjalanan kehidupan seseorang dapat menjadi bagian dari tahap persiapan. Pada masa kanak-kanak, ide dan pengetahuan berkembang dan pemikiran yang sifatnya sementara dalam bidang tertentu diterapkan. Ide-ide awal inilah yang menentukan masa depan orang yang kreatif.
c.      Tahap 2: Inkubasi
Masa dimana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lainnya. Tahap ini dapat membebaskan kita dari pikiran yang melelahkan akibat proses pemecahan masalah dan dapat membantu kita dalam proses kreatif karena menghentikan proses pemecahan masalah untuk semetara waktu dapat membantu kita untuk mengorganisasi/menyusun kembali pemikiran kita terhadap masalah yang sedang kita hadapi.
d.      Iluminasi
Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari masalah tersebut. Tahap inkubasi tidak selalu memicu terjadinya iluminasi/pencerahan. Saat iluminasi terjadi, jalan terang menuju permasalahan mulai terbuka. Semua trobosan-trobosan kreatif muncul.
e.      Verifikasi
Menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi. Setelah ide diperoleh, ide/solusi tersebut harus diuji dengan diverifikasi untuk membuktikan legitimasinya.
2.   Kreativitas dan Functional Fixedness
“Functional fixedness” dapat menghambat kreativitas, dimana ada kesamaan konsep antara pemecahan masalah dengan kreativitas. Orang ynag kreatif selalu melihat adanya hubungan yang unik dari beberapa hal yang tampaknya tidak saling berhubungan
3.   Teori Investasi Kreativitas
Orang yang kreatif adalah orang yang pertama kali tertantang untuk mencoba dan menghasilkan sesuatu yang baru. Sternberg dan Lubart dalam Solso (2008) mengembangkan teori kreativitas berdasarkan pendekatan multivariat terhadap sebuah topik yang mempunyai 6 atribut, yaitu:
a.      Proses inteligensi
b.      Gaya intelektual
c.      Pengetahuan
d.      Kepribadian
e.      Motovasi
f.      Konteks lingkungan
Keenam atribut tersebut sulit untuk bekerja bersamaan dan cenderung dilihat sebagai investasi portifolio. Portifolio kreativitas merupakan dasar dari tindakan kreatif kita. Kreativitas bukan hanya terdiri dari satu sifat, keahlian, dan ketangkasan saja tetapi merupakan kombinsi dari beberapa faktor yang dapat diidentifikasi dan dianalisa. Meneliti kreativitas lebih pada mengidentifikasi dan meneliti/menentukan kekuatan interaksi antara masing-masig atribut.
4.   Fungsi Adaptif Kreativitas
Fungsi adaptif (adaptive function) berarti menciptakan, melihat, memahami dunia (melalui seni, literatur, film, dan lain sebagainya) dapat membantu manusia dalam berlatih menghadapi kejadian yang nyata sehingga keinginan untuk menciptakan maupun memandang sebuah kreasi akan membantu kita mempengaruhi perilaku fungsional lainnya.
5.   Penilaian Kreativitas
Penilaian kreativitas sangat subjektif. Terkadang standar penilaiannya ditentukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan dalam bidang tertentu seperti profesor dan kritikus. Terdapat kemungkinan untuk menentukan/meneliti bakat kreatif dengan cara mengukur seberapa bagus seseorang melihat hubungan antara beberapa kata yang tampak tidak saling berhubungan. Tes ini disebut Remote Association Test (RAT).
a.    Divergence Production Test
Menurut J. P. Guilford dalam Solso (2008), tipe berpikir ada 2, yaitu:
1)    Berpikir konvergen/terpusat (convergent thingking) mengarah pada kesimpulan khusus dan  umumnya di bidang pendidikan
2)    Berpikir divergen/menyebar (divergent thingking) menekankan pada variasi jawaban yang berbeda terhadap suatu pernyataan sehingga kebenaran  jawabannya besifat subjektif. Jawaban divergen (jawaban yang lebih kreatif) memanfaatkan suatu objek atau ide dalam hal-hla yang lebih abstrak. Pemikir divergen lebih fleksibel dalam berpikir.
b.    Hambatan-hambatan Budaya
Budaya dapat menjadi faktor penentu kreatif atau tidaknya seseorang terhadap suatu objek. Kemampuan berpikir kreatif seseorang juga dipengaruhi oleh budaya maupun pendidikan.
c.    Mengajarkan Kreativitas
Kreativitas merupakan fungsi kebudayaan dan pendidikan. Kemungkinan mengajarkan kreativitas tergantung pada bagaimana kreativitas itu didefinisikan. Sangat mungkin mengajarkan seseorang untuk berpikir lebih fleksibel. Kreativitas dapat ditingkatkan dengan beberapa cara (Hayes dalam Solso, 2008), yaitu:
1)    Mengembangkan pengetahuan dasar. Semakin kaya latar belakang dalam bidang ilmu pengetahuan, literatur, seni, dan matematika maka semakin banyak informasi yang dimiliki orang kreatif untuk memunculkan bakat-bakat kreatifnya. Orang-orang yang kreatif selalu mengumpulkan informasi dan menyempurnakan kemampuan dasar mereka.
2)    Menciptakan atmosfer yang tepat untuk kreativitas, yakni dengan teknik "brainstorming". Inti teknik ini adalah sekelompok orang dalam suatu kelompok membuat ide sebanyak mungkin tanpa memberikan kritik terhadap anggota kelompok yang lain. Cara ini dapat memunculkan banyak ide dan solusi untuk memfasilitasi peningkatan kreativitas ide individu.
3)    Mencari analogi. Dalam memformulasikan solusi yang kreatif dalam suatu permasalahan, sangat penting untuk mengingat dan meninjau kembali masalah yang hampir sama yang mungkin pernah ditemui sebelumnya.
6.   Humprey Ocean (H. O.): Studi Kasus pada Seniman-Solso, Miall, dan Tchalenko
Ide seorang ahli dalam bidang tertentu baik matematika, musik, atletik, atau seni dapat menunjukkan atribut neurokognitif serta tindakan yang berbeda dengan orang-orang awam. Perhatikan gambar 1.











Gambar 1. fMRI scan yang dilakukan pada H. O. dan partisipan orang awam (non seniman)

Gambar diatas menunjukkan aktivitas parietal kanan dari semua peserta (lihat kolom A). Area ini termasuk dalam persepsi facial, tetapi terlihat bahwa non seniman menyita lenih banyak energi untuk memproses wajah dibandingkan H. O. Pada kolom C dan D, terdapat peningkatan aliran darah di wilayah paling depan sebelah kanan pada seniman, menyiratkan permintaan informasi abstraksi yang lebih tinggi
a.    H. O. dan fMRI
Terdapat aktivitas yang lebih banyak pada hemisfer bagian kanan partisipan, penglihatan geometris, pembentukan persepsi dan pemrosesan. Parietal posterior bagian kanan juga dilibatkan dalam persepsi muka (lihat kolom A dan perluasan di kolom B). Aktivitas otak kedua partisipan (seniman dan orang awam) menunjukkan adanya aktivitas yang lebih banyak pada wilayah itu. Pada orang awam, aliran darah lebih banyak pada parietal posterior bagian kanan (kolom A). Seniman lukis wajah sangat efisien dalam mempersepsikan dan mengingat wajah, kemudian mengubah perhatiannya menjadi bentuk kognisi yang lebih dalam yang melibatkan lebih banyak analisis wajah. Proses ini disebut sebagai pengetahuan wajah (facial cognizance).
Beberapa petunjuk pada proses yang lebih dalam dapat dilihat pada kolom C, dimana aktivitas otak depan sebelah kanan para ahli lebih besar daripada orang awam. Area ini dilibatkan dalam analisis yang lebih dalam, associative cortex, dimana pemikiran abstrak terjadi. Penelitian ini dapat juga diterapkan pada bidang spesialisasi yang lain seperti pada pemain catur profesional, astrofisikawan, juara bola voli, pemain cello, psikiater, dan ahli pahat.
b.    H. O. dan Menangkap Jejak Mata dan Pergerakan Motorik
Berdasarkan eksperimen pada fase kedua dalam penelitian H. O., peneliti menegaskan beberapa hal berikut.
1)     Fiksasi H. O. pada model berbeda dengan pola dia menggambar biasanya, hal ini berarti bahwa dia berasumsi tentang cara pandang yang lebih hebat ketika dia mengenakan “topi seniman”nya (artis hat)
2)     Selama proses menggambar, H. O. menggeser fiksasinya dari model ke kanvas, hal ini berarti bahwa hasil gambar tersusun secara lengkap, kemudian hasil gambar digunakan sebagai stimulus untuk perbaikan (touch up). Sebelum menggambar, H. O. mengamati model selama beberapa waktu agar dapat mengingat detil wajah model
3)     Ciri khas waktu fiksasi seniman selama menggambar adalah 0,6 sampai 1,0 detik, sedangkan orang awam adalah sekitar setengahnya. Seniman mengunci tatapannya pada satu posisi dan mempelajari beberapa detil, sedangkan orang awam berfiksasi pada 2 posisi atau lebih dan terkadang mengamatyi bagian yang berlainan.
4)     Kemampuan H. O. untuk menangkap informasi visual dan memproduksinya lebih cenderung berdasarkan proses detil demi detil daripada pendekatan holistik. Contohnya, seniman akan menggambar hidung garis demi garis, kemudian telinga, dan seterusnya.
5)     Setelah hasil pergerakan tangan seniman sudah direkam, mereka memberi visualisasi guratan akhir yang mengejutkan, lebih dari yang dibayangkan.
Seniman beraliran abstrak dan pemandangan memiliki pergerakan dan fiksasi mata serta respon motorik yang berbeda dari seniman lukis wajah (Solso, dkk, 2008).

C.   Inteligensi Manusia
1.    Permasalahan Definisi
Karena begitu luasnya penggunaan kata "inteligensi", maka ditemukan banyak definisi inteligensi itu sendiri. Namun dapat disimpulkan bahwa inteligensi manusia adalah kemampuan untuk memperoleh, memanggil kembali (recall), dan menggunakan pengetahuan untuk memahami konsep-konsep abstrak maupun konkret dan hubungan antara objek dan ide serta menerapkan pengetahuan secara tepat.
Pembahasan terbaru terkait inteligensi tiruan (artificial intelligence) menimbulkan isu tentang kemampuan yang diperlukan komputer untuk bertindak seperti inteligensi manusia adalah:
a.      Kemampuan untuk mengklasifikasikan pola. Manusia yang memiliki inteligensi normal akan menempatkan stimulus tak-identik ke dalam kelompok-kelompok. Kemampuan ini merupakan dasar untuk berpikir dan berbahasa karena kata-kata pada umumnya merepresentasikan pengkategorian informasi.
b.     Kemampuan untuk memodifikasi perilaku secara adaptif. Beradaptasi dengan lingkungan merupakan ciri terpenting dari inteligensi manusia
c.      Kemampuan untuk berpikir secara deduktif. Berpikir deduktif meliputi pembuatan kesimpulan yang logis dari suatu premis.
d.     Kemampuan untuk berpikir secara induktif (generalisasi). Orang yang berpikir secara induktif harus keluar dari informasi yang diberikan untuk menemukan aturan dan prinsip dari beberapa peristiwa yang spesifik.
e.      Kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan model konseptual. Kemampuan ini untuk membentuk kesan tentang dunia dan bagaimana dunia berfungsi serta menggunakan model tersebut untuk memahami dan menginterpretasikan semua peristiwa atau kejadian dalam hidup
f.      Kemampuan untuk memahamai/mengerti. Berkaitan dengan kemampuan untuk melihat hubungan antar masalah dan memahami makna hubungan tersebut dalam memecahkan masalah. Validasi pemahaman merupakan salah satu dari masalah yang terabaikan dalam uji inteligensi.
2.    Teori Kognitif Inteligensi
Jika pemrosesan informasi mengikuti tahapan tertentu dimana setiap tahap menunjukkan suatu operasi yang unik, maka inteligensi manusia merupakan salah satu komponen dari akal (inteligensi) manusia yang berinteraksi dengan pemrosesan informasi. Informasi dari dunia luar dirasakan atau dimasukkan, disimpan dalam memori, transformasi dari informasi ditampilkan, dan output dihasilkan. Pemrosesan informasi analog dengan program di komputer dan fungsi intelektual, termasuk intelegensi manusia.
a.    Kecepatan Pemrosesan Informasi
Berdasarkan asumsi dari hasil tes Hunt, kecepatan orang dalam memperoleh kembali informasi dari memori jangka panjangnya dihipotesiskan menjadi ukuran kemampuan verbalnya. Selain kemampuan verbal, ukuran lain dari inteligensi (seperti kemampuan matematis, kemampuan spasial, atau kemampuan secara umum) menunjukkan rahasia enigmatis dalam proses dan operasi kognitif sederhana. Memori jangka pendek berhubungan dengan komponen verbal dari inteligensi, tidak semata-mata karena jumlah yang diingat dalam memori jangka pendek berhubungan dengan inteligensi, tapi karena proses kognitif yang sederhana dan operasi, seperti mengidentifikasi huruf-huruf pada suatu nama atau ingatan tentang suatu trigram, tergantung pada memori jangka panjang dan memori jangka pendek bersifat sensitif terhadap perbedaan intelektual masing-masing individu.
b.   Pengetahuan Umum
Pengetahuan umum dipertimbangkan sebagai bagian integral dari inteligensi manusia. Berdasarkan kajiannya baik secara teoretis maupun pragmatis, pengetahuan umum dianggap mempunyai hubungan dengan inteligensi. Karakteristik dari salah satu tipe inteligensi adalah kemampuan untuk menyimpan informasi semantik dalam skema terorganisir dan untuk mengakses informasi secara efisien. Pengaruh pengetahuan dasar tidak berhubungan dengan jenis usia atau jenis inteligensi lainnya, tetapi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk recalling informasi-informasi yang berhubungan dengan pengetahuan dasar.
c.    Penalaran (Reasoning) dan Pemecahan Masalah
Sternberg mengemukakan teori tentang inteligensi yang disebut teori triarkhis (triarchic theory) yang meliputi 3 subteori:
1)    Perilaku inteligensi komponensial (componential intelligent behavior), menjelaskan struktur dan mekanisme yang mendasari perilaku inteligen. Terdapat 3 komponen dalam pemrosesan informasi: a) belajar bagaimana melakukan hal-hal tertentu; b) merencanakan hal-hal yang akan dilakukan serta bagaimana melakukannya; dan c) melakukan hal tersebut. Orang-orang dengan inteligensi jenis ini dapat melewati tes dengan baik dan menjadi yang terbaik dalam tes tersebut. Mereka dapat mengomentari pekerjaan orang lain dengan baik dan mereka mempunyai kemampuan berpikir analitis yang tinggi.
2)    Perilaku inteligen eksperiensial (experiential intelligent behavior). Komponen ini menunjukkan bahwa untuk tugas maupun situasi yang unik, perilaku yang tepat secara kontekstual adalah perilaku yang tidak dianggap sebagai perilaku yang inteligen menurut pengalaman umum. Orang-orang dengan komponen ini kemungkinan tidak memperoleh skor tertinggi dalam tes IQ, tetapi mereka kreatif. Pada umumnya, kemampuan mereka dapat menuntut pada kesuksesan dalam berbagai bidang, baik bisnis, medis, maupun pertukangan.
3)    Perilaku inteligen kontekstual (contextual intelligent behavior). Perilaku inteligen kontekstual meliputi: a) adaptasi terhadap lingkungan; b) pemilihan terhadap lingkungan yang lebih optimal dibanding apa yang dilakukan individu pada umumnya; dan c) menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi peningkatan keahlian, minat, dan nilai-nilai. Perilaku inteligen kontekstual membantu seseorang menemukan hal apa yang paling sesuai dengan lingkungan dengan cara mengubah salah satu maupun keduanya. Jenis inteligensi ini merupakan alat/instrumen yang, paling penting dalam pergaulan sehari-hari, baik dalam perkampungan maupun dalam ruang rapat.
Dalam teori Sternberg, penalaran (reasoning) dikarakteristikkan sebagai usaha untuk mengkombinasikan elemen-elemen yang berasal dari informasi lama untuk diubah menjadi informasi baru. Informasi lama dapat berasal dari luar/eksternal (seperti buku, film, atau surat kabar), dari dalam/internal (tersimpan dalam memori/ingatan), maupun kombinasi keduanya. Teknik yang digunakan oleh Sternberg adalah dengan menggunakan analogi. Tipe analogi ini merupakan alat untuk mengukur inteligensi yang berhubungan dengan perbendaharaan kata. Saran Sternberg, untuk menyelesaikan masalah-masalah semacam analogi tersebut, yang harus dilakukan adalah memecah masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyelesaikan bagian-bagian tersebut, baru menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Beberapa tahapan yang digunakan untuk menyelesaikan suatu analogi yang diadaptasi dari Sternberg (dalam Solso, 2008) adalah:
1)     Melakukan encoding terhadap istilah-istilah dalam analogi
2)     Membuat kesimpulan antara pihak yang satu dengan yang lain
3)     Memetakan hubungan antara analogi pertama dengan analogi kedua
4)     Menerapkan hubungan yang serupa antara analogi pertama dengan analogi kedua
5)     Membuat tanggapan/jawaban.
Sternberg mengembangkan suatu teori intelegensi yang diuraikan menjadi 5 komponen[1] berdasarkan cara menganalisis inteligensi itu sendiri, yaitu:
1)     Metakomponen[2]
2)     Komponen-komponen perilaku (performance components)
3)     Komponen-komponen penguasaan (acquisition components)
4)     Komponen-komponen ingatan (retention components), dan 
5)     Komponen-komponen pemindahan (transfer components) (Solso, dkk, 2008).

D.   Dukungan Neurosains Kognitif
Berdasarkan positron emission tomography (PET), melalui pengukuran kuantitas waktu pada partikel-partikel radio aktifkombinasi hidrogen dan oksigen 15, suatu isotop radioaktif oksigendalam aliran darah, dapat diketahui tempat-tempat dalam otak yang membutuhkan nutrisi berupa asupan glukosa. Area tersebut membutuhkan lebih banyak energi dalam bentuk glukosa dan merupakan area yang lebih aktof dibandingkan area lain yang membutuhkan energi dan area ini dapat digambarkan melalui pengamatan PET.
Otak merupakan suatu organ yang berfungsi secara tepat sehingga otak yang inteligen dan terlatih akan menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontrol pembanding. GMR (glucose metabolic rate) otak pada orang-orang yang memiliki skor tinggi dalam tes abstrak lebih sedikit/lebih kecil dibandingkan grup kontrol. Inteligensi bukan dipandang dari seberapa keras otak bekerja, tetapi lebih pada seberapa efisien otak bekerja. Belajar dapat menurunkan kerja metabolis otak karena rutinitas yang biasa kita lakukan sehari-hari akan berjalan otomatis dan tidak memerlukan perhatian khusus.
Haier dkk. dalam Solso (2008) juga melakukan penelitian mengenai GMR pada individu yang mengalami retardasi mental dan down syndrom. Hasil dari MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukkan bahwa individu dengan keadaan tersebut mempunyai volume otak 80% dari otak para partisipan yang digunakan sebagai kontrol. Data PET menunjukkan bahwa GMR lapisan luar (cortex)pada otak individu yang mengalami retardasi mental dan dowm syndrom mempunyai ukuran yang lebih besar dibanding korteks otak partisipan yang digunakan sebagai kontrol.
Tentang apakah inteligensi manusia itu tersusun atas beberaps komponen, Charles dalam Solso (2008) meneliti lapisan luar otak bagian depan (lateral frontal cortex) ketika seseorang sedang melakukan bermacam-macam aktivitas kognitif. Hasil scan fMRI menunjukkan bahwa aktivitas proses verbal maupun spasial berlangsung di otak bagian depan. Proses spasial melibatkan hemisper kanan dan kiri. Dan dalam penelitian yang lain oleh para ahli genetik mengenai intelegensi, trecetus ide bahwa usaha coba-coba terhadap struktur genetik otak dapat memunculkan makhluk hidup yang lebih pintar (Solso, dkk, 2008).







Gambar 2. Area yang Terlibat dalam Pemrosesan Spasial dan Verbal dalam Otak




[1] Komponen adalah langkah-langkah yang harus dilalui seseorang saar hendak memecahkan permasalahan.
[2]Matakomponen yakni mengarah pada pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang cara memecahkan permasalahan.