|
A. Sistem Saraf Pusat
Sistem
saraf pusat (central nervous system/CNS) terdiri dari saraf tulang
belakang dan otak. Namun pada pembahasan ini kita lebih berfokus pada otak.
Unsur dasar pembentuk CNS adalah neuron, yakni sebuah sel yang mampu
mengirimkan informasi sepanjang sistem saraf, baik informasi inter (di dalam)
neuron maupun antar neuron.
Jumlah
neuron dalam otak manusia melebihi 100 miliar yang terdiri dari ribuan jenis
neuron yang berbeda. Namun, secara umum setiap neuron terdiri dari:
1. Dendrit, yakni penerima impuls neural dari neuron lain yang
tidak berperan dalam proses penyampaian sinyal, bentuknya seperti pohon dengan
cabang dan ranting.
2. Tubuh sel (soma), yakni sebagai penjaga kondisi dasar neuron
yang menerima nutrisi dan melenyapkan limbah organik.
3. Akson, yakni jalur panjang berbentuk tabung, penghubung
tubuh sel dengan sel-sel lain melalui sebuah persimpangan yang disebut sinapsis
(disini terjadi pertukaran informasi kimiawi dari satu neuron ke neuron lain dalam
bentuk senyawa kimia yang disebut neurotransmitter[1]).
Akson dikelilingi oleh selubung myelin (myelin sheath) yang berfungsi
sebagai insulator yang mempercepat transmisi impuls neural.
4. Terminal prasinaptik, yakni ujung akson yang dekat dengan
permukaan dendrit neuron lain. (Solso, dkk, 2008)
Mekanisme
Komunikasi Neuron
Muatan
listrik mengalir sepanjang akson -> Neurotransmitter dilepaskan saat muatan listrik mencapai
dendrit -> Neuron mengalir sepanjang sinapsis menuju reseptor di
dendrit.
Neurotransmitter kimiawi
mengubah polaritas atau potensi elektrik pada dendrit penerima. Sejenis
neurotransmitter memiliki efek inhibitoris, yakni mencegah neuron penerima
menembakkan impuls. Neurotransmitter lain memiliki fungsi eksitatoris, yaitu
merangsang neuron penerima menembakkan impuls.
Beberapa senyawa yang berfungsi
sebagai neurotransmitter berperan dalam tugas-tugas dasar seperti menjaga
keutuhan kondisi fisik sel. Beberapa senyawa lain seperti acetylcholine
berperan dalam proses belajar dan mengingat. Pengetahuan manusia itu
disandikan, tidak disimpan dalam satu neuron saja. Proses kognisi manusia
berlangsung di pola-pola besar aktivitas neural yang terealisasi di seluruh
bagian otak secara paralel melalui koneksi eksitatoris dan inhibitoris atau switches.
Semakin sering sebuah neuron menembakkan impuls, semakin besar efek yang ditimbulkannya
terhadap sel-sel yang memiliki hubungan sinapsis dengan neuron tersebut.
Teori Donald Hebb (1949)
menyatakan pentingnya mengenali kekuatan koneksi antar unit. Pada sebuah
sinapsis antara A dan B, jika A merangsang B dan menyebabkan hasil yang memuaskan
(baik secara kognitif maupun behavioral) maka koneksi tersebut akan diperkuat
sehingga pada koneksi selanjutnya A memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
merangsang B. Mengapa demikian? Sebab fungsi kognitif apapun yang diproses dari
A ke B jika hasilnya bersifat adaptif (menguntungkan) maka kemampuan tersebut
akan dipertahankan. Sebaliknya, jika hasilnya tidak memuaskan, maka koneksi
akan dikurangi hingga hasilnya sama sekali diredam (Solso,
dkk, 2008).
Anatomi
Otak — Otak
manusia terbagi menjadi 2 bagian yang sejenis, yakni hemisfer serebral kiri dan
kanan. Kedua hemisfer ini diselimuti oleh lapisan korteks serebral,yakni
sejenis material tipis dan basah, berwarna abu-abu, dipenuhi oleh soma-soma
neuron dan akson-akson pendek yang tidak berselubung myelin dan tebalnya
sekitar 1,5-5 mm. Bukit yang tampak diantara lipatan disebut gyri (bentuk jamak
gyrus), sedangkan galur-galur di otak disebut sulci (sulcus). Sulci yang dalam
dan meyolok disebut fissure (belahan, retakan). Seluruh pikiran manusia, sensasi,
pemrosesan bahasa, serta berbagai kegiatan kognitif lain berlangsung di
serebral korteks ini (Solso, dkk, 2008).
Korteks Serebral — Pada
manusia, korteks serebral terlibat dalam persepsi, berbicara, tindakan-tindakan
kompleks, berpikir, pemrosesan dan produksi bahasa, dan proses-proses lain yang
menjadikan manusia berbeda dengan mamalia lain (Solso, dkk, 2008).
Lobus-lobus di Korteks Serebral — Korteks
serebral dibagi menjadi 4 bagian yang ditandai oleh fissures utama.
1. Lobus frontal,
terlibat dalam pengendalian impuls, pertimbangan (judgement), pemecahan
masalah, pengendalian dan pelaksanaan perilaku, dan pengorganisasian yang
kompleks
2. Lobus temporal,
memproses sinyal-sinyal auditori, pendengaran, pemrosesan auditori tingkat
tinggi (bicara), pengenalan wajah.
3. Lobus parietal,
mengintegrasikan informasi sensoris dari pancaindera, pemanipulasian objek,
pemrosesan visual-spasial
4. Lobus oksipital atau
korteks striat, terlibat dalam pemrosesan visual, yakni menerima informasi
visual dari retina, memproses informasi tersebut dan mengirimkannya ke
area-area yang relevan (Solso, dkk, 2008).
Area-area
Sensori-Motor — Dalam
sebuah penelitian, seekor anjing yang dibius diberi stimulus elektrik terhadap
bagian korteks. Hal ini menyebabkan reaksi menggeletar (twitch) karena arus
listrik ringan pada lobus frontal menyebabkan reaksi refleks pada kaki depan
(pada lengan bila diterapkan pada manusia). Arus listrik ringan diproses secara
kontralateral, artinya informasi sensorik dari saraf tulang belakang (saat
manusia menyentuh objek) memasuki bagian tubuh kiri dan berpindah ke tubuh
bagian kanan, lalu diproses oleh hemisfer kanan. Area-area motorik di setiap
hemisfer mengendalikan pergerakan sisi tubuh yang berlawanan (misalnya hemisfer
kiri mengendalikan gerakan tubuh bagian kanan, dan sebaliknya).
Pada penilitian lebih lanjut,
sengatan listrik ringan yang diberikan terhadap pasien-pasien manusia sebelum
pembedahan membuat mereka mampu menceritakan ingatan-ingatan yang telah lama
dilupakan. Dari hal ini, sang peneliti berkebangsaan Kanada, Roger Penfield,
memetakan area sensorik dan motorik di otak mamalia (termasuk manusia) dan
mendapatkan gambaran mengenai ukuran topografis dan fungsi otak secara umum.
Semakin penting fungsi suatu organ, semakin besar ukuran korteks motorik yang
mengendalikan organ atau bagian tubuh tersebut. Pemetaan terhadap area sensorik
menunjukkan bahwa pemberian stimulasi listrik ringan terhadap bagian otak
menghasikan sensasi di bagian tubuh yang berlawanan dengan korteks sensorik
yang mendapatkan rangsangan. Misalnya pemberian stimulasi terhadap area
somatosensorik yang mengendalikan gerakaan tangan di bagian otak kiri akan
menghasilkan sensasi geli (tingling) di tangan bagian kanan, dan sebaliknya (Solso,
dkk, 2008).
B. Neurosains Kognitif
Neurosains
kognitif adalah ilmu yang menyediakan dasar-dasar untuk lebih jauh lagi
meyelidiki isu-isu lama terkait pikiran dan tubuh. Ilmu ini menurut Richard
Thompson dari University of Shoutern California, …adalah perkawinan alami
antara neurosains dan ilmu kognitif-secara bebas dapat disebut juga ilmu
tentang otak dan pikiran” (2000, hal 411). Tugas neurosains kognitif adalah
membongkar ulang otak: membedah arsitektur komputasionalnya menjadi unit-unit
pemrosesan informasi yang terisolasi dan kemudian menentukan bagaimana unit-unit tersebut bekerja secara komputasi
maupun fisik. fungsi otak kita adalah menghasilkan perilaku yang sesuai dengan
lingkungan kita. –Cosmides & Tooby (Solso, dkk, 2008).
C. Psikologi Kognitif dan Neurosains Kognitif
Beberapa
alasan para psikolog kontemporer membutuhkan informasi dan teknik neurosains,
dan sebaliknya, para ilmuwan neurosains membutuhkan informasi ilmu psikologi
kognitif antaralain sebagai berikut.
1. Kebutuhan untuk menemukan bukti-bukti fisik yang yang
mendukung struktur pikiran yang bersifat teoretik. Misalnya pengidentifikasian
fungsi-fungsi kognitif seperti persepsi dan bahasa menggunakan alat-alat
canggih
2. Kebutuhan para ilmuwan neurosains untuk menghubungkan
penemuan mereka dengan model-model fungsi otak dan kognisi yang lebih
komprehensif
3. Sasaran klinis untuk menemukan korelasi antara phatologi otak
dan perilaku (simtom)
4. Meningkatnya keterlibatan fungsi-fungsi neurologis dalam
model-model yang menggambarkan kinerja pikiran
5. Upaya para ahli komputer untuk membuat simulasi kognisi
manusia dengan mengembangkan piranti lunak yang mampu berperilaku seperti otak
manusia
6. Berkembangnya teknik-teknik yang memungkinkan para ilmuwan
untuk mengintip ke dalam otak manusia dan mengungkap struktur-struktur dan
proses-proses yang belum pernah terlihat sebelumnya (Solso, dkk, 2008).
D. Peralatan Para Ilmuwan Neurosains
Pada
pembahasan ini disajikan informasi tentang sejumlah teknologi canggih disertai
informasi yang disediakan oleh teknologi tersebut yang biasanya digunakan para
peneliti untuk mengamati dan mengeksplorasi otak manusia secara langsung (Solso,
dkk, 2008).
Nama
|
Alat
|
Informasi yang Direkam
|
Tampilan
|
Informasi yang Didapat
|
EEG (Elektroence-phalogram)
|
Elektroda-elektroda noninvasif di
kulit kepala
|
Sinyal-sinyal elektrik (aktivitas neural)
|
Grafik
|
Waktu
yang dibutuhkan untuk memproses stimuli
|
CT (Computed Axial Tomography)
|
Pemindai X-ray
|
Kepadatan
jaringan
|
Tampilan
3D
|
Struktur
otak
|
PET (Positron Emission Tomography)
|
Pemindai radioaktif
|
Aliran
darah serebral regional (penggunaan glukosa)
|
Tampilan
3D yang diberi kode-kode berwarna
|
Fungsi
otak
|
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
|
Pemindai Elektromagnetik
|
Kepadatan
atom-atom hidrogen
|
Tampilan
3D
|
Struktur
otak
|
fMRI (Functional Magnetic Resonance
Imaging)
|
Pemindai Elektromagnetik
|
Kepadatan
atom-atom hidrogen
|
Tampilan-tampilan
3D
|
Struktur
dan fungsi otak
|
MEG (Magnetoence-phalography)
|
Pemindai Elektromagnetik
|
Medan-medan
magnetik (dari aktivitas sel saraf)
|
Tampilan
3D
|
Fungsi
otak
|
TMS (Transcranial Magnetic
Stimulation)
|
Tongkat yang menembakkan muatan
magnetik
|
Aktivitas
neural
|
Digabungkan
dengan EEG atau MEG
|
Fungsi
otak; subjek penelitian melaporkan pengalaman selama pengetesan
|
Micro CT (X-ray micro tomography)
|
Pemindai X-ray
|
Kepadatan
material
|
Tampilan
3D
|
Struktur
objek-objek yang sangat kecil
|
[1] Neurotransmitter adalah
pesan kimiawi yang diaktifkan di membran dendrit di neuron penerima. Lihat:
Solso, dkk., Psikologi Kognitif,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar