Nama : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM : 16410036
Kelas : Psikologi Kognitif D
|
Berdasarkan sudut pandang dari dikotomi sifat
dasar (nature) dan hasil proses pengasuhan (nurture), muncullah
beberapa pandangan berikut.
1.
Pandangan tabula rasa atau kertas, menyatakan
bahwa bayi terlepas dari sifat bawaan dan murni dipengaruhi oleh pengalaman
hidupnya (nurture)
2.
Bayi mempunyai potensi fisik dan neurologis yang bersifat
bawaan, dan perkembangan kognitif merupakan hasil interaksi struktur bawaan
tersebut dengan dorongan dan tuntutan lingkungan
3.
Pengaruh komponen genetik cukup besar dalam perkembangan
manusia.
Kesimpulan yang lebih aman menyatakan bahwa
kognisi dipengaruhi oleh fbawaan dan faktor lingkungan. Kita dibentuk oleh
skema biologis kita yang diisi oleh pengalaman-pengalaman kita (Solso, dkk, 2008).
A. Perkembangan Kognitif
Perhatian
terhadap perkembangan kognisi sepanjang masa kehidupan berawal dari penelitian
Jean Piaget (Swiss) dan Lev. S. Vigotsky (Rusia). Berikut uraiannya.
1.
Asimilasi
dan Akomodasi: Piaget
Intelektualitas
adalah hasil dari hasil dari adaptasi evolusioner (evolutionary adaptation),
yang mana cara memahami sifat dasar pikiran orang dewasa adalah dengan sudut
pandang biologis dan evolusioner melalui penelitian terhadap perkembangan dan
perubahannya sebagai upaya proses adaptasi terhadap lingkungan
Prinsip-prinsip
Utama
Dua prinsip utama dalam
perkembangan kognitif adalah organisasi dan adaptasi
Organisasi
(organizatiton) merupakan sifat dasar struktur mental yang
digunakan untuk mengeksplorasi dan memahami dunia. Pikiran bersifat terstruktur
atau terorganisasi, terintegrasi, dan meningkat kompleksitasnya. Tingkat
berpikir yang paling sederhana adalah skema (scheme), yaitu representasi
mental terhadap beberapa tindakan (fisik maupun mental) yang dilakukan terhadap
objek. Misalnya, bayi yang baru lahir mengunakan strategi kognitif skema
menghisap, menggenggam, dan melihat untuk mengetahui dunia. Seiring berjalannya
waktu, skema ini terintegrasi secara progresif dan terkoordinasi dalam pola
yang teratur sehingga membentuk pikiran orang dewasa.
Adaptasi (adaptation) mencakup
dua proses, yakni (1) asimilasi (assimilation), yaitu proses perolehan
informasi dari luar lalu diasimilasikan dengan pengetahuan dan perilaku
sebelumnya; dan (2) akomodasi (accomodation), meliputi proses perubahan
(adaptasi) skema lama untuk memproses informasi dan objek baru di
lingkungannya. Misalnya, anak bayi yang skema pertamanya adalah memasukkan
benda-benda ke dalam mulutnya (skema lama), maka ketika ia menjumpai benda yang
lebih besar dari biasanya ia tidak akan memasukkan benda tersebut ke dalam
mulutnya, melainkan mengubah (mengakomodasi) skema lamanya dengan skema (cara)
yang baru. Piaget meyakini bahwa fenomena ini juga terjadi pada aktivitas
mental, yakni kita memiliki struktur mental, mengasimilasikan
peristiwa-peristiwa eksternal, dan mengkonversikannya menjadi
peristiwa-peristiwa mental atau pikiran, artinya kita mengakomodasikan struktur
bilohgis untuk menghadapi permasalahan yang baru. Kedua proses ini, asimilasi
dan akomodasi adalah representasi dua objek yang saling melengkapi satu sama
lain dalam proses adaptasi.
Karakteristik
perkembangan kognitif dalam teori Piaget adalah (1) periode dalam satu periode
yang sama bersifat kuantitatif dan linear; (2) terdapat perubahan kualitatif
dalam perbedaan antarperiode dan menunjukkan adanya rangkaian kemajuan dari
satu periode ke periode lainnya; (3) suatu periode harus dilalui terlebih
dahulu sebelum meningkat ke priode berikutnya; dan (4) terdapat subjek skema
dalam tiap tahapan untuk tujuan akomodasi. Berikut tahapan perkembangan
kognitif dalam pandangan Piaget.
a.
Tahap 1: Periode Sensorimotor
(sejak kelahiran hingga usia 2 tahun). Ciri-cirinya adalah fase
interkoordinasi progresif dari skema menjadi lebih kompleks dan terintegrasi,
dan respon yang pada fase pertama bersifat bawaan dan berupa refleks yang tidak
disengaja maka pada fase selanjutnya skema refleks akan terkontrol secara
sadar, artinya jika skema awal telah terinterkoordinasi maka selanjutnya skema
ini akan berubah sehingga mengantar individu menuju skema berikutnya.
b.
Tahap 2: Periode
Pra-Operasional (usia 2-7 tahun). Perilaku anak berubah
dari dependensi tindakan menuju pemanfaatan representasi mental dalam segala
tindakannya (yang disebut berpikir). Pada tahap ini anak belum mengembangkan sistem
organisasi pikirannya sehingga ia sulit untuk membedakan antara persepsi mereka
dengan persepsi orang lain (dikenal dengan istilsah egosentrisme[1]). Namun kapasitas representasi mental memunculkan skema
dan kemampuan baru, memunculkan kemampuan anak untuk berpura-pura melakukan
sesuatu terutama dalam menggunakan benda-benda untuk hal yang tidak semestinya
(misalnya menggunakan pakaian sebagai bantal dan berbuat seolah-olah hendak
tidur), dan memunculkan kemampuan anak dalam penggunaan bahasa.
c.
Tahap 3: Periode
operasional konkret (7-11 tahun). Tahap penyempurnaan yang
terdiri 3 ranah berikut.
1) Konservasi (conversation) adalah kemampuan untuk mentransformasikan sifat objek
2) Klasifikasi (classification) yaitu mengelompokkan dan mengkategorikan objek-objek yang mirip. Sistem
ini mirip dengan konservasi
3) Seriasi (seriation) dan transivitas (transivity) adalah dua kemampuan yang
terpisah namun saling berhubungan. Seriasi adalah kemampuan untuk merangkai
serangkaian elemen secara bersamaan menurut hubungan tertentu (misalnya
mengatur beberapa tongkat menurut panjangnya). Sedangkan transivitas
berhubungan dengan kemampuan seriasi.
d.
Tahap 4: Periode
operasional-formal (masa remaja dan dewasa). Ciri-cirinya adalah
anak mampu memformulasikan hipotesis dan mengujinya terhadap realitas, dan
adanya koordinasi atas sistem terisolir pada tahap operasional konkret. Dengan
meningkatnya sistem pemikiran, individu mampu memikirkan tidak hanya hal-hal
yang bersifat konkret, melainkan abstrak juga. Menurut Piaget, tahap ini
menjadi penutup tahap perkembangan intelektual manusia. Teori Piaget bertumpu
pada peningkatan logis dan alamiah perkembangan individu menurut
prinsip-prinsip teoretis.
Kritik atas Perspektif Piaget
Jean Mandler (1998,2000)
membantah pandangan Piaget bahwa bayi belum dapat sepenuhnya membentuk pikiran.
Berdasarkan bukti yang ditunjukkannya, terdapat konseptualisasi perspetual di
usia dini. Pada tahun 1979, Spelke membawa hasil eksperimennya yang menyatakan
bahwa anak mampu membedakan dan mengkombinasikan dua stimulus terpisah(film dan
suara). Percobaan Meltzoff dan Borton (1979) mengungkap sebuah fakta bahwa bayi
mampu menuntaskan beberapa proses sentral dari dua pola informasi yang mirip.
Dengan demikian, terdapat cara persepsi silang (cross-perceptual mode) pada
bayi dalam mengingat objek. Menurut Mandler, bukti-bukti yang dikumpulkan oleh
para psikolog tentang ketidakmampuan konseptual bayi kemungkinan adalah
ketidakmampuan motorik. Dengan demikian, kemungkinan bayi memiliki operasi
logis yang luar biasa jauh lebih awal daripada yang dipikirkan oleh Piaget.
2.
Pikiran dalam Masyarakat: Vygotsky
Tahapan-tahapan dalam Perkembangan
Menurut
Vygotsky, secara ilmiah dan inheren pikiran anak bersifat sosial, dan speech
egocentric bersifat sosial, baik dari asal mulanya maupun tujuannya. Anak
belajar speech egocentric dari orang lain dan menggunakannya untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Prinsip inilah yang menjadi pembeda utama
antara teorinya dengan teori Piaget.
Perkembangan
anak didahului oleh proses belajar. Perkembangan wicara anak terkait
perkembangan kognitifnya mengikuti proses yang ada. Tujuan utama berbicara
adalah komunikasi yang didorong oleh kebutuhan dasar manusia untuk melakukan
kontak sosial. Bentuk-bentuk bicara awal (habling, menangis, cooing)
secara esensial bersifat sosial. Berbicara menjadi egosentrik ketika anak
mentransfer bentuk kolaborasi sosial perilaku untuk melapisi bagian dalam (inner
personal) dan fungsi fisik (Vygotsky, 1934/1962). Perkembangan pemikiran
berasal dari masyarakat ke individu, bukan sebaliknya.
Fenomena Internalisasi
Internalisasi
adalah proses mentransformasikan tindakan eksternal (perilaku berbicara)
menjadi fungsi psikologis internal (proses berbicara). Kesadaran manusia
terbentuk dari internalisasi sosial dan hubungan interpersonal. Anak mengikuti
contoh yang diberikan orang dewasa dan secara gradual mengembangkan
kemampuannya untuk melakukan berbagai hal tanpa bantuan orang dewas. Perbedaan
anak yang dapat melakukan segala sesuatu tanpa dan dengan bantuan orang tua
disebut Vygotsky sebagai zona perkembangan proksimal.
Tahap-tahap
Perkembangan
Anak dalam
perkembangan konseptualnya melalui tiga tahapan berikut.
1.
Pembentukan konsep tematik,
dimana hubungan antar-objek memiliki peran penting
2.
Pembentukan konsep berantai
3.
Pembentukan konsep abstrak
yang menyerupai pembentukan konsep pada orang dewasa
Teori Vygotsky tentang Bahasa
Tahapan
|
Fungsi
|
Sosial
(eksternal)
(Sebelum
usia 3 tahun)
|
Mengontrol
perilaku orang lain
Mengekspresikan
pikiran-pikiran dan emosi-emosi sederhana
|
Egosentris
(Usia
3-7 tahun)
|
Fase
antara bicara eksternal dan internal
Mengontrol
perilaku tetapi diekspresikan dengan keras
|
Internal
(inner)
(Usia 7
tahun ke atas)
|
Pembicaraan
dengan diri sendiri (self-talk) yang memungkinkan pemikiran terarah
Bahasa
melibatkan fungsi mental yang lebih tinggi
|
Perkembangan Pikiran dan Internalisasi
Kemampuan Berbicara
Menurut
Vygotsky, pikiran dan bahasa memiliki akar genetik yang berbeda, sehingg
tingkat perkembangan keduanya pun berbeda. Pikiran bersumber pada perkembangan
biologis anak, sementara bahasa pada lingkungan sosialnya. Hubungan antar
keduanya terjalin ketika anak sampai pada realisasi bahwa setiap benda memiliki
nama. Setelah itu, pikiran dan bahasa tidak dapat terpisahkan lagi. Internalisasi bahasa
menyebabkan pikiran dapat diekspresikan dalam bicara internal (Solso, dkk, 2008).
B. Perkembangan Saraf
Berbagai
proses kognitif seperti persepsi dan memori didasarkan pada struktur dan proses
neurologis. Dengan demikian, pembahasan tentang perkembangan kognitif akan
semakin lengkap jika melibatkan dasar alamiah neuropsikologi perkembangan.
Dengan demikian, kita dapat memahami fungsi sistem saraf sepanjang rentang
kehidupan manusia.
1.
Tahap Awal
Perkembangan Saraf
Gambar 1. Perkembangan Otak pada Tahap Pranatal
Pada awal
perkembangan, otak belum tumbuh secara sempurna, tetapi pada permulaan
trimester kedua korteks serebral mulai terdiferensiasi dari spinal cord.
Tujuh bulan kemudian, lobus-lobus penting mulai terbentuk. Pada bulan
kesembilan, beberapa lobus mulai dapat dibedakan dan invaginasi mulai tampak.
Namun pada tahap ini kognisi masih berada pada fase embrionik. Perkembangan
kognitif belum sepenuhnya muncul hingga pertengahan bulan kedua puluh.
Pembentukan
sinapsis yang berhubungan dengan fungsi kognitif otak menunjukkan bahwa jumlah
sinapsis meningkat hingga kurang lebih usia 2 tahun. Kemudian melalui proses
alamiah, jumlah sinapsis berkurang hingga 50 persen sementara dendrit meluas
menjadi lebih kompleks dan semakin banyak serta membentuk cabang-cabang dan
perubahan ini terjadi dari hari ke hari.
GAMBAR 12.6
2.
Lingkungan
dan Perkembangan Saraf
Lingkungan
mempengaruhi perkembangan otak dan kognitif. Tampaknya, ukuran otak juga
dipengaruhi oleh lingkungan. Fakta membuktikan bahwa hewan peliharaan memiliki
area korteks 10-20% lebih kecil daripada hewan liar. Bayi yang dibesarkan di
lingkungan yang miskin stimulasi (seperti kasus anak yang dibesarkan oleh
serigala [Sing & Zing, 1940]) nampak tidak mampu menghadapi permasalahan
barunya.
Efek
stimulasi awal terhadap fungsi kognitif sangat penting. Stimulasi diperlukan
untuk menjamin bahwa sistem saraf berfungsi secara optimal. Lingkungan yang
kaya stimulasi mampu meningkatkan ukiran neokorteks otak. Stimulasi akan
menyebabkan seseorang memiliki resiliensi yang luar biasa, sementara pemiskinan
dapat terjadi akibat perubahan lingkungan.
3.
Asimetri
Serebral
Berdasarkan hasil temuan terkini, terdapat
perbedaan subsistem hemisfer pada anak sekitar usia 5 tahun. Masing-masing
hemisfer cenderung untuk fokus pada tugas kognitif tertentu. Efek lateralisasi
ditemukan pada anak kecil dan secara tentatif struktur dan proses otak
terbentuk sangat dini pada masa bayi atau bahkan masa pranatal dan bukan
masalah tekanan lingkungan (Solso, dkk, 2008).
C. Perkembangan Kemampuan
Kognitif
Tujuan pembahasan ini adalah untuk
menggambarkan bagaimana sudut pandang kognitif berguna untuk memahami beberapa
aspek penting perkembangan manusia.
1.
Inteligensi
Faktor
genetik memiliki pengaruh besar terhadap kemampuan mental dan inteligensi anak
serta berperan penting dalam menentukan kemampuan verbal dan spasial mereka.
Sementara bentuk spesifik perilaku manusia terutama anak-anak juga dipengaruhi
oleh lingkungan sekitarnya.
2.
Kemampuan Akuisisi-Informasi
Anak perlu
secara efektif memperhatikan, mempersepsikan, dan mencari informasi yang
relevan di lingkungannya. Keberhasilannya mencari informasi akan berdampak pada
perkembangan neurologis dan sensory register, perhatian terfokus, dan
kecepatan pemrosesan.
Atensi/Perhatian
Selektif (Selective Attention)
Atensi
selektif mengacu pada kemampuan untuk fokus pada informasi yang relevan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak kurang mampu mengontrol proses
atensionalnya daripada orang dewasa. Namun semakin dewasa, mereka semakin mampu
mengontrol perhatiannya dan beradaptasi terhadap tugas-tugas yang berbeda.
Perhatian
pada Wajah
Berdasarkan
beberapa penelitian, bayi yang masih sangat kecil (yang belum banyak belajar
tentang wajah dan stimulus visual) memiliki predisposisi bawaan untuk melihat
stimulus yang menggambarkan wajah. Sesuai sudut pandang biologis atau bertahan
hidup (survival), persepsi wajah adalah sarana penting awal untuk
merekognisi tanda-tanda kritis selama menit-menit pertama setelah kelahiran.
Dan penting untuk diketahui bahwa peningkatan pengaruh korteks berimplikasi
pada kemampuan manusia mempersepsi wajah manusia sebaik binatang lain (misalnya
monyet).
3.
Memori
Berdasarkan bukti ilmiah, bayi memiliki memori terhadap
peristiwa sebaik ia membentuk suatu konsep (Mandler & McDonough, 1998).
Pada level dasar, bayi menunjukkan rekognisi pada stimulus yang dilihat
sebelumnya, seperti wajah ibu, respon terkondisi klasik, imitasi, dan
habituasi. Usaha pertama untuk menemukan memori paling awal tergantung pada
laporan introspektif dan rata-rata di usia 39-42 bulan.
Pada memori anak yang lebih besar sampai dewasa awal,
periode antara usia 10-30 tahun menghasilkan sebagian besar ingatan tentang
memori otobiografis. Selain itu, memori personal (seperti kencan, lagu spesial,
pengalaman di negara asing, dan lain sebagainya) adalah memori penting yang
terjadi sepanjang rentang waktu remaja hingga dewasa awal dan paling banyak
diingat.
Organisasi
(Chunking)
Diantara
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kemampuan memori dan rekognisi pada
anak usia sekolah adalah chunking. Chunking merupakan pengelompokan
kata-kata berdasarkan suatu kategori. Dengan melakukan chunking, kita
membentuk hukum tingkat lanjut (higher order rule) yang akan digunakaan
saat melakukan recall nanti. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa proses recall
menggunakan metode tersebut lebih mudah daripada terhadap daftar yang tidak
terkategorisasikan. Selain itu, anak yang lebih besar lebih mampu
mengkategorisasikan sesuatu dan memanfaatkannya untuk mengoptimalkan
performansi memorinya. Mereka mampu melihat dan memanfaatkan hubungan higher-order
pada stimulus dan menjadkannya dasar pengelompokan. Dengan demikian,
karakteristik pertumbuhan kemampuan memori anak usia sekolah adalah
perkembangan strategi organisasi yang aktif, terencana, dan spontan.
4.
Kognisi
Tingkat Lanjut (Higher-Order Cognition) pada Anak
Higher-order
cognition terdapat pada anak dan orang dewasa. Pembahasan
selanjutnya adalah persamaan dan perbedaan higher-order cognition
diantara keduanya.
Struktur
Pengetahuan dan Memori
Berdasarkan
beberapa eksperimen, dalam usia yang sangat muda seseorang kesulitan untuk
membuat skema cerita dimana mereka melakukan enconding terhadap
pengalamnnya.
Berpikir
Metaforis
Salah satu
ciri khas anak adalah make-believe. Mereka memperlakukan balok seperti
mobil, menjadikan jari layaknya pistol, atau menciptkan teman bermain imajiner.
Pemikiran metaforis pada anak berhubungan dengan kemampuan intelektual,
kretivitas, dan imagery.
Membayangkan
Bentuk (Imagery)
Perepresentasian
informasi pada orang dewasa lebih didasari oleh arti semantik dan dalam bentuk
proposisi abstrak, sedangkan pada anak-anak lebih didasari oleh persepsi.
Menurut beberapa ahli, anak cenderung menggunakan imagery daripada
penyimpanan informasi yang berbasis proposisional untuk menjawab pertanyaan.
5.
Pembentukan
Prototipe pada Anak
Manusia membentuk representasi abstrak impresi sensorik dalam bentuk
prototipe dan/atau kategori-kategori konseptual. Kecenderungan ini muncul pada
masa bayi dan pembentukan kategori ini berkembang sebelum perkembangan bahasa.
Pembentukan prototipe merupakan penyimpan berbagai pengalaman yang sering
dialami ke dalam contoh terbaik yang bersifat tunggal. Berdasarkan penelitian
dan literatur tentang proses kognitif, abstraksi informasi verbal dan visual (yang
disebut skema, gramatika, pembentukan kategori, atau prototipe) adalah atribut
penting dalam aktivitas pemrosesan informasi pada anak, sebagaimana pada orang
dewasa (Solso, dkk, 2008).
D. Kognisi dan Penuaan (Senescence)
Gerontologi
adalah ilmu yang mempelajari masalah penuaan. Berbeda dengan geriatri yang
mempelajari penyakit-penyakit yang muncul seiring proses penuaan, gerontologi
mempelajari perubahan sosial, fisik, dan mental pada lansia. Psikolog kognitif
lebih memperdalam kajian dampak penuaan terhadap kemampuan mental kognitif
seperti pengmbilan keputusan, memori, dan kemampuan perseptual.
Beberapa
penelitian menggunakan metode cross-sectional [3] dan
longitudinal[4] menginformasikan
bahwa kedua jenis memori (eksplisit dan implisit) bersifat disosiabel. Terjadi penurunan
dalam kedua jenis memori tersebut. Menurut penelitian cross-sectional
Lars Nilsson (2003), performa memori jangka pendek, memori semantik, dan memori
prosedural tidak berhubungan dengan penuaan yang normal. Tetapi terjadi penurunan
pada memori episodik, dimana penurunan ini mengakibatkan manusia memerlukan
waktu lebih lama untuk mencari kunci atau mengingat-ingat dimana mobilnya
diparkirkan.
Dukungan Neurosains Kognitif
Gambar 3. Pertambahan Usia Mengakibatkan Reduksi Asimetri
Hemisfer
[1] Menurut Piaget, bicara
egosentrik (egocentric speech) yang digunakan anak saat berpikir dengan
(suara) keras mengarahkannya pada bicara sosial, dimana anak mengingat hukum
pengalaman dan berbicara untuk tujuan komunikasi (Solso, dkk, 2008)
[2] Catatan: Grafik ini
menyajikan pentingnya peristiwa-peristiwa pranatal, misalnya pembentukan
selongsong neural (nerulasi)dan migrasi sel; aspek-aspek kritis dari
pembentukan sinaps dan myelinasi setelah umur 3 tahun; an pembentukan sinaps
yang bergantung pengalaman, begitu pula neurogenesis di daerah penting dalam
hipokampus (gyrus dentat), selama hampir seluruh masa hidup.
Dari Thompson & Nelson
(2001)
[3] Dengan membandingkan
performansi subjek dewasa muda dengan subjek lansia (Solso, dkk, 2008)
[4] Dengan mengambil data
secara berulang terhadap kelompok subjek yang sama seiring dengan pertambahan
usia mereka (Solso, dkk, 2008)
Boleh minta referensinya dmna?
BalasHapusreferensinya dr mana ya.? boleh minta kah ?
BalasHapus