Nama : Fachriza Mahdiyatul Husna
NIM : 16410036
Kelas : Psikologi Kognitif D
|
A.
Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara
langsung untuk menemukan solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.
1.
Psikologi Gestalt dan Pemecahan Masalah
Gestalt diterjemahkan
sebagai "konfigurasi atau keseluruhan yang terorganisir". Perspektif
dalam psikologi Gestalt adalah memandang perilaku sebagai sistem yang
terorganisir. Suatu permasalahan (khususnya masalah perseptual) ada ketika
ketegangan atau stres muncul sebagai hasil dari interaksi antara persepsi dan
memori. Menurut psikolog Gestalt awal (seperti Max Wertheimer, Kurt Koffka,
Wolfgang Kohler), sudut pandang persepsi reorganisasi dalam aktivitas pemecahan
masalah memunculkan konsep "functional fixedness" (dikemukakan oleh
Karl Duncker), yaitu adanya kecenderungan untuk mempersiapkan suatu barang
sesuai dengan fungsi pada umumnya, dan kecenderungan tersebut dapat mempersulit
kita ketika kita diminta untuk menggunakan barang-barang tersebut untuk hal-hal
yang kurang lazim.
Dalam menyelesaikan
tugas pemecahan masalah, kita sering mengasosiasikan kata set, yaitu ide-ide
yang berhubungan dengan aktivitas kognitif yang mendahului pemikiran dan
persepsi. Set dapat meningkatkan kualitas persepsi atau pemikiran melalui
partisipasi yang lebih aktif dalam mengartikan suatu stimulus. Dalam proses
pemecahan suatu masalah, terdapat beberapa tahapan tertentu. Pada umumnya,
seseorang memulai dari apa yang menjadi harapan mereka, kemudian membuat
hipotesis dari solusi-solusi yang mungkin muncul, menguji hipotesis, lalu
melakukan konfirmasi. Apabila hipotesis tidak dapat dikonfirmasi, maka akan
muncul hipotesis yang baru. Proses selanjutnya adalah trial dan error sebuah
hipotesis yang baru (Solso, dkk, 2008).
2. Representasi Masalah
Informasi yang didapat direpresentasikan dalam pemecahan masalah
mempunyai pola yang berurutan. Berikut tahapan pemecahan masalah dan
implikasinya dalam kehidupan yang dikemukakan oleh Hayes dalam Solso (2008)
Tindakan Kognitif
|
Sifat Permasalahan
|
1.
Mengidentifikasi
Permasalahan
|
Bulan Mei depan saya akan lulus dari perguruan tinggi. Ini
adalah akhir dari satu tahapan dalam hidup saya (waktumya untuk berkembang)
|
2.
Representiasi
Masalah
|
Saya akan menjadi pengangguran dan tidak mempunyai pendapatan.
Saya harus mendapatkan pekerjaan (tidak bisa lagi meminta pada ayah dan ibu)
|
3.
Merencanakan
Solusi
|
Saya akan membuat lamaran, melihat lowongan pekerjaan yang
ada, dan meminta pendapat dari teman dan guru (melihat apa yang ada di luar
sana, mungkin saya dapat pergi ke Tibet dan menjadi biarawan)
|
4.
Merealisasikan
Rencana
|
Saya akan membuat janji dengan perusahaan yang menarik. Saya
akan diwawancarai oleh mereka (berspekulasi)
|
5.
Mengevaluasi
Rencana
|
Saya akan mempertimbangkan setiap penawaran sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan saya, kemudian membuat keputusan (siapa yang
menawarkan gaji yang besar, liburan yang panjang, dan pensiun awal)
|
6.
Mengevaluasi
Solusi
|
Saya akan merefleksikan
proses pemecahan masalah ini dan menggunakan pengetahuan ini sebagai cara
pemecahan masalah di masa depan (di bagian mana kesalahan saya)
|
Permasalahan yang terdefinisikan dengan jelas
(well-defined) akan lebih mudah untuk dipecahkan daripada permasalahan
yang ill-defined (seperti “saya benci hidup saya”. Merepresentasikan
suatu permasalahan dapat membantu meningkatkan kemampuan seseorang dalam
menemukan solusi. Pada umumnya, solusi untuk suatu permasalahan muncul dalam
momen yang brilian (insight). Dan kecenderungan untuk merepresentasikan
sesuatu secara visual dengan menggunakan prosa yang kaya akan imajinasi disebut
gambaran kata.
3. Representasi Internal dan Pemecahan Masalah
Terdapat hubungan antara struktur memori dan jaringan semantik
selam proses pemecahan masalah.
a. Model Representasi Internal: Eisenstadt dan
Kareev
Representasi internal pada tugas penyelesaian masalah sangat
subyektif; transkripsi mental terhadap konfigurasi pada dunia nyata tidak begitu
saja sesuai dengan representasi internal seseorang. Representasi internal
dibentuk oleh pencarian aktif. Operasi ini disebut proses ke atasa-ke-bawah
(top-down) yang berarti analisis dimulai dengan usaha yang dibuat untuk
memverifikasi dengan cara mencari rangsangan diikuti oleh hipotesis. Dan
terdapat kemungkinan prosedur bawah-ke-atas (bottom-up) dimana rangsangan
diperiksa dan dicocokkan dengan komponen struktural.
Memecahkan sebuah
masalah tergantung padsa representasi subjektif yang disimpan dalam ingatan,
serta pembentukan representasi internal merupakan sebuah proses yang aktif (Solso, dkk, 2008).
B. Kreativitas
Kreativitas adalah suatu aktivitas kognitif
yang menghasilkan pendangan baru mengenai bentuk permasalahan dan tidak
dibatasi pada hasil yang pragmatis (selalu dipandang menurut kegunaannya).
Proses kreativitas bukan hanya sebatas menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
saja.
1.
Proses Kreatif
Terdapat 4 tahapan dalam proses kreatif
(Wallas dalam Solso, 2008), yaitu:
b.
Tahap
1: Persiapan.
Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk
memecahkannya. Seluruh perjalanan kehidupan seseorang dapat menjadi bagian dari
tahap persiapan. Pada masa kanak-kanak, ide dan pengetahuan berkembang dan
pemikiran yang sifatnya sementara dalam bidang tertentu diterapkan. Ide-ide
awal inilah yang menentukan masa depan orang yang kreatif.
c.
Tahap
2: Inkubasi
Masa dimana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk
memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lainnya. Tahap ini
dapat membebaskan kita dari pikiran yang melelahkan akibat proses pemecahan
masalah dan dapat membantu kita dalam proses kreatif karena menghentikan proses
pemecahan masalah untuk semetara waktu dapat membantu kita untuk
mengorganisasi/menyusun kembali pemikiran kita terhadap masalah yang sedang
kita hadapi.
d.
Iluminasi
Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari masalah
tersebut. Tahap inkubasi tidak selalu memicu terjadinya iluminasi/pencerahan.
Saat iluminasi terjadi, jalan terang menuju permasalahan mulai terbuka. Semua
trobosan-trobosan kreatif muncul.
e.
Verifikasi
Menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi. Setelah
ide diperoleh, ide/solusi tersebut harus diuji dengan diverifikasi untuk
membuktikan legitimasinya.
2.
Kreativitas dan Functional Fixedness
“Functional fixedness” dapat menghambat
kreativitas, dimana ada kesamaan konsep antara pemecahan masalah dengan
kreativitas. Orang ynag kreatif selalu melihat adanya hubungan yang unik dari
beberapa hal yang tampaknya tidak saling berhubungan
3.
Teori Investasi Kreativitas
Orang yang kreatif adalah orang yang pertama
kali tertantang untuk mencoba dan menghasilkan sesuatu yang baru. Sternberg dan
Lubart dalam Solso (2008) mengembangkan teori kreativitas berdasarkan
pendekatan multivariat terhadap sebuah topik yang mempunyai 6 atribut, yaitu:
a.
Proses
inteligensi
b.
Gaya
intelektual
c.
Pengetahuan
d.
Kepribadian
e.
Motovasi
f.
Konteks
lingkungan
Keenam atribut tersebut sulit untuk bekerja
bersamaan dan cenderung dilihat sebagai investasi portifolio. Portifolio
kreativitas merupakan dasar dari tindakan kreatif kita. Kreativitas bukan hanya
terdiri dari satu sifat, keahlian, dan ketangkasan saja tetapi merupakan
kombinsi dari beberapa faktor yang dapat diidentifikasi dan dianalisa. Meneliti
kreativitas lebih pada mengidentifikasi dan meneliti/menentukan kekuatan
interaksi antara masing-masig atribut.
4.
Fungsi Adaptif Kreativitas
Fungsi adaptif (adaptive function) berarti menciptakan, melihat, memahami dunia (melalui seni,
literatur, film, dan lain sebagainya) dapat membantu manusia dalam berlatih
menghadapi kejadian yang nyata sehingga keinginan untuk menciptakan maupun
memandang sebuah kreasi akan membantu kita mempengaruhi perilaku fungsional
lainnya.
5.
Penilaian Kreativitas
Penilaian kreativitas sangat subjektif.
Terkadang standar penilaiannya ditentukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan
dalam bidang tertentu seperti profesor dan kritikus. Terdapat kemungkinan untuk
menentukan/meneliti bakat kreatif dengan cara mengukur seberapa bagus seseorang
melihat hubungan antara beberapa kata yang tampak tidak saling berhubungan. Tes
ini disebut Remote Association Test (RAT).
a.
Divergence Production Test
Menurut J. P. Guilford dalam Solso (2008), tipe berpikir ada 2,
yaitu:
1)
Berpikir konvergen/terpusat (convergent thingking) mengarah pada kesimpulan khusus dan umumnya di bidang pendidikan
2)
Berpikir divergen/menyebar (divergent thingking) menekankan pada variasi jawaban yang berbeda terhadap suatu
pernyataan sehingga kebenaran jawabannya
besifat subjektif. Jawaban divergen (jawaban yang lebih kreatif) memanfaatkan
suatu objek atau ide dalam hal-hla yang lebih abstrak. Pemikir divergen lebih
fleksibel dalam berpikir.
b.
Hambatan-hambatan Budaya
Budaya dapat menjadi faktor penentu kreatif atau tidaknya
seseorang terhadap suatu objek. Kemampuan berpikir kreatif seseorang juga
dipengaruhi oleh budaya maupun pendidikan.
c.
Mengajarkan Kreativitas
Kreativitas merupakan fungsi kebudayaan dan
pendidikan. Kemungkinan mengajarkan kreativitas tergantung pada bagaimana
kreativitas itu didefinisikan. Sangat mungkin mengajarkan seseorang untuk
berpikir lebih fleksibel. Kreativitas dapat ditingkatkan dengan beberapa cara
(Hayes dalam Solso, 2008), yaitu:
1) Mengembangkan pengetahuan
dasar. Semakin kaya latar belakang
dalam bidang ilmu pengetahuan, literatur, seni, dan matematika maka semakin
banyak informasi yang dimiliki orang kreatif untuk memunculkan bakat-bakat
kreatifnya. Orang-orang yang kreatif selalu mengumpulkan informasi dan
menyempurnakan kemampuan dasar mereka.
2) Menciptakan atmosfer yang
tepat untuk kreativitas,
yakni dengan teknik "brainstorming". Inti teknik ini adalah
sekelompok orang dalam suatu kelompok membuat ide sebanyak mungkin tanpa
memberikan kritik terhadap anggota kelompok yang lain. Cara ini dapat
memunculkan banyak ide dan solusi untuk memfasilitasi peningkatan kreativitas
ide individu.
3) Mencari analogi. Dalam memformulasikan solusi yang kreatif
dalam suatu permasalahan, sangat penting untuk mengingat dan meninjau kembali
masalah yang hampir sama yang mungkin pernah ditemui sebelumnya.
6.
Humprey Ocean (H. O.): Studi Kasus pada Seniman-Solso, Miall,
dan Tchalenko
Gambar 1. fMRI scan yang dilakukan pada H. O.
dan partisipan orang awam (non seniman)
Gambar diatas menunjukkan aktivitas parietal
kanan dari semua peserta (lihat kolom A). Area ini termasuk dalam persepsi facial,
tetapi terlihat bahwa non seniman menyita lenih banyak energi untuk memproses
wajah dibandingkan H. O. Pada kolom C dan D, terdapat peningkatan aliran darah
di wilayah paling depan sebelah kanan pada seniman, menyiratkan permintaan
informasi abstraksi yang lebih tinggi
a.
H. O. dan fMRI
Terdapat aktivitas yang lebih banyak pada hemisfer bagian kanan
partisipan, penglihatan geometris, pembentukan persepsi dan pemrosesan.
Parietal posterior bagian kanan juga dilibatkan dalam persepsi muka (lihat
kolom A dan perluasan di kolom B). Aktivitas otak kedua partisipan (seniman dan
orang awam) menunjukkan adanya aktivitas yang lebih banyak pada wilayah itu.
Pada orang awam, aliran darah lebih banyak pada parietal posterior bagian
kanan (kolom A). Seniman lukis wajah sangat efisien dalam mempersepsikan dan
mengingat wajah, kemudian mengubah perhatiannya menjadi bentuk kognisi yang
lebih dalam yang melibatkan lebih banyak analisis wajah. Proses ini disebut
sebagai pengetahuan wajah (facial cognizance).
Beberapa petunjuk pada proses yang lebih dalam dapat dilihat
pada kolom C, dimana aktivitas otak depan sebelah kanan para ahli lebih besar
daripada orang awam. Area ini dilibatkan dalam analisis yang lebih dalam, associative
cortex, dimana pemikiran
abstrak terjadi. Penelitian ini dapat juga diterapkan pada bidang spesialisasi
yang lain seperti pada pemain catur profesional, astrofisikawan, juara bola
voli, pemain cello, psikiater, dan ahli pahat.
b.
H. O. dan Menangkap Jejak Mata dan Pergerakan Motorik
Berdasarkan eksperimen pada fase kedua dalam penelitian H. O.,
peneliti menegaskan beberapa hal berikut.
1)
Fiksasi
H. O. pada model berbeda dengan pola dia menggambar biasanya, hal ini berarti
bahwa dia berasumsi tentang cara pandang yang lebih hebat ketika dia mengenakan
“topi seniman”nya (artis hat)
2)
Selama
proses menggambar, H. O. menggeser fiksasinya dari model ke kanvas, hal ini
berarti bahwa hasil gambar tersusun secara lengkap, kemudian hasil gambar
digunakan sebagai stimulus untuk perbaikan (touch up). Sebelum
menggambar, H. O. mengamati model selama beberapa waktu agar dapat mengingat
detil wajah model
3)
Ciri
khas waktu fiksasi seniman selama menggambar adalah 0,6 sampai 1,0 detik,
sedangkan orang awam adalah sekitar setengahnya. Seniman mengunci tatapannya
pada satu posisi dan mempelajari beberapa detil, sedangkan orang awam berfiksasi
pada 2 posisi atau lebih dan terkadang mengamatyi bagian yang berlainan.
4)
Kemampuan
H. O. untuk menangkap informasi visual dan memproduksinya lebih cenderung
berdasarkan proses detil demi detil daripada pendekatan holistik. Contohnya,
seniman akan menggambar hidung garis demi garis, kemudian telinga, dan
seterusnya.
5)
Setelah
hasil pergerakan tangan seniman sudah direkam, mereka memberi visualisasi
guratan akhir yang mengejutkan, lebih dari yang dibayangkan.
Seniman beraliran abstrak dan pemandangan
memiliki pergerakan dan fiksasi mata serta respon motorik yang berbeda dari
seniman lukis wajah (Solso, dkk, 2008).
C. Inteligensi
Manusia
1.
Permasalahan Definisi
Karena begitu luasnya penggunaan kata
"inteligensi", maka ditemukan banyak definisi inteligensi itu
sendiri. Namun dapat disimpulkan bahwa inteligensi manusia adalah kemampuan
untuk memperoleh, memanggil kembali (recall), dan menggunakan
pengetahuan untuk memahami konsep-konsep abstrak maupun konkret dan hubungan
antara objek dan ide serta menerapkan pengetahuan secara tepat.
Pembahasan terbaru terkait inteligensi tiruan (artificial
intelligence) menimbulkan isu tentang kemampuan yang diperlukan komputer
untuk bertindak seperti inteligensi manusia adalah:
a. Kemampuan untuk
mengklasifikasikan pola. Manusia
yang memiliki inteligensi normal akan menempatkan stimulus tak-identik ke dalam
kelompok-kelompok. Kemampuan ini merupakan dasar untuk berpikir dan berbahasa
karena kata-kata pada umumnya merepresentasikan pengkategorian informasi.
b. Kemampuan untuk memodifikasi
perilaku secara adaptif. Beradaptasi
dengan lingkungan merupakan ciri terpenting dari inteligensi manusia
c. Kemampuan untuk berpikir
secara deduktif. Berpikir deduktif meliputi
pembuatan kesimpulan yang logis dari suatu premis.
d. Kemampuan untuk berpikir
secara induktif (generalisasi). Orang
yang berpikir secara induktif harus keluar dari informasi yang diberikan untuk
menemukan aturan dan prinsip dari beberapa peristiwa yang spesifik.
e. Kemampuan untuk mengembangkan
dan menggunakan model konseptual. Kemampuan ini untuk membentuk kesan tentang dunia dan
bagaimana dunia berfungsi serta menggunakan model tersebut untuk memahami dan
menginterpretasikan semua peristiwa atau kejadian dalam hidup
f. Kemampuan untuk
memahamai/mengerti. Berkaitan dengan kemampuan untuk
melihat hubungan antar masalah dan memahami makna hubungan tersebut dalam
memecahkan masalah. Validasi pemahaman merupakan salah satu dari masalah yang
terabaikan dalam uji inteligensi.
2.
Teori Kognitif Inteligensi
Jika pemrosesan informasi
mengikuti tahapan tertentu dimana setiap tahap menunjukkan suatu operasi yang
unik, maka inteligensi manusia merupakan salah satu komponen dari akal
(inteligensi) manusia yang berinteraksi dengan pemrosesan informasi. Informasi
dari dunia luar dirasakan atau dimasukkan, disimpan dalam memori, transformasi
dari informasi ditampilkan, dan output dihasilkan. Pemrosesan informasi analog
dengan program di komputer dan fungsi intelektual, termasuk intelegensi manusia.
a.
Kecepatan Pemrosesan Informasi
Berdasarkan asumsi dari hasil tes Hunt, kecepatan orang dalam
memperoleh kembali informasi dari memori jangka panjangnya dihipotesiskan
menjadi ukuran kemampuan verbalnya. Selain kemampuan verbal, ukuran lain dari
inteligensi (seperti kemampuan matematis, kemampuan spasial, atau kemampuan
secara umum) menunjukkan rahasia enigmatis dalam proses dan operasi kognitif
sederhana. Memori jangka pendek berhubungan dengan komponen verbal dari
inteligensi, tidak semata-mata karena jumlah yang diingat dalam memori jangka
pendek berhubungan dengan inteligensi, tapi karena proses kognitif yang
sederhana dan operasi, seperti mengidentifikasi huruf-huruf pada suatu nama
atau ingatan tentang suatu trigram, tergantung pada memori jangka panjang dan
memori jangka pendek bersifat sensitif terhadap perbedaan intelektual
masing-masing individu.
b.
Pengetahuan Umum
Pengetahuan umum dipertimbangkan sebagai bagian integral dari
inteligensi manusia. Berdasarkan kajiannya baik secara teoretis maupun pragmatis,
pengetahuan umum dianggap mempunyai hubungan dengan inteligensi. Karakteristik
dari salah satu tipe inteligensi adalah kemampuan untuk menyimpan informasi
semantik dalam skema terorganisir dan untuk mengakses informasi secara efisien.
Pengaruh pengetahuan dasar tidak berhubungan dengan jenis usia atau jenis
inteligensi lainnya, tetapi dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan untuk
recalling informasi-informasi yang berhubungan dengan pengetahuan dasar.
c.
Penalaran (Reasoning) dan Pemecahan Masalah
Sternberg mengemukakan teori tentang inteligensi yang disebut
teori triarkhis (triarchic theory) yang meliputi 3 subteori:
1)
Perilaku inteligensi komponensial (componential intelligent
behavior), menjelaskan struktur dan mekanisme yang
mendasari perilaku inteligen. Terdapat 3 komponen dalam pemrosesan informasi:
a) belajar bagaimana melakukan hal-hal tertentu; b) merencanakan hal-hal yang
akan dilakukan serta bagaimana melakukannya; dan c) melakukan hal tersebut.
Orang-orang dengan inteligensi jenis ini dapat melewati tes dengan baik dan
menjadi yang terbaik dalam tes tersebut. Mereka dapat mengomentari pekerjaan
orang lain dengan baik dan mereka mempunyai kemampuan berpikir analitis yang
tinggi.
2)
Perilaku inteligen eksperiensial (experiential intelligent
behavior). Komponen ini menunjukkan bahwa untuk tugas
maupun situasi yang unik, perilaku yang tepat secara kontekstual adalah
perilaku yang tidak dianggap sebagai perilaku yang inteligen menurut pengalaman
umum. Orang-orang dengan komponen ini kemungkinan tidak memperoleh skor
tertinggi dalam tes IQ, tetapi mereka kreatif. Pada umumnya, kemampuan mereka
dapat menuntut pada kesuksesan dalam berbagai bidang, baik bisnis, medis,
maupun pertukangan.
3)
Perilaku inteligen kontekstual (contextual intelligent
behavior). Perilaku inteligen kontekstual meliputi: a) adaptasi
terhadap lingkungan; b) pemilihan terhadap lingkungan yang lebih optimal
dibanding apa yang dilakukan individu pada umumnya; dan c) menciptakan
lingkungan yang lebih baik bagi peningkatan keahlian, minat, dan nilai-nilai.
Perilaku inteligen kontekstual membantu seseorang menemukan hal apa yang paling
sesuai dengan lingkungan dengan cara mengubah salah satu maupun keduanya. Jenis
inteligensi ini merupakan alat/instrumen yang, paling penting dalam pergaulan
sehari-hari, baik dalam perkampungan maupun dalam ruang rapat.
Dalam teori Sternberg, penalaran (reasoning) dikarakteristikkan
sebagai usaha untuk mengkombinasikan elemen-elemen yang berasal dari informasi
lama untuk diubah menjadi informasi baru. Informasi lama dapat berasal dari
luar/eksternal (seperti buku, film, atau surat kabar), dari dalam/internal
(tersimpan dalam memori/ingatan), maupun kombinasi keduanya. Teknik yang
digunakan oleh Sternberg adalah dengan menggunakan analogi. Tipe analogi ini
merupakan alat untuk mengukur inteligensi yang berhubungan dengan
perbendaharaan kata. Saran Sternberg, untuk menyelesaikan masalah-masalah
semacam analogi tersebut, yang harus dilakukan adalah memecah masalah menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyelesaikan bagian-bagian tersebut,
baru menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Beberapa tahapan yang digunakan
untuk menyelesaikan suatu analogi yang diadaptasi dari Sternberg (dalam Solso,
2008) adalah:
1)
Melakukan
encoding terhadap istilah-istilah dalam analogi
2)
Membuat
kesimpulan antara pihak yang satu dengan yang lain
3)
Memetakan
hubungan antara analogi pertama dengan analogi kedua
4)
Menerapkan
hubungan yang serupa antara analogi pertama dengan analogi kedua
5)
Membuat
tanggapan/jawaban.
Sternberg
mengembangkan suatu teori intelegensi yang diuraikan menjadi 5 komponen[1] berdasarkan cara menganalisis inteligensi itu sendiri, yaitu:
2) Komponen-komponen perilaku (performance
components)
3) Komponen-komponen penguasaan (acquisition
components)
4) Komponen-komponen ingatan (retention
components), dan
5) Komponen-komponen pemindahan (transfer
components) (Solso, dkk, 2008).
D. Dukungan
Neurosains Kognitif
Berdasarkan positron emission tomography (PET),
melalui pengukuran kuantitas waktu pada partikel-partikel radio aktif—kombinasi hidrogen dan oksigen 15, suatu
isotop radioaktif oksigen—dalam aliran darah, dapat diketahui tempat-tempat dalam otak yang
membutuhkan nutrisi berupa asupan glukosa. Area tersebut membutuhkan lebih
banyak energi dalam bentuk glukosa dan merupakan area yang lebih aktof
dibandingkan area lain yang membutuhkan energi dan area ini dapat digambarkan
melalui pengamatan PET.
Otak
merupakan suatu organ yang berfungsi secara tepat sehingga otak yang inteligen
dan terlatih akan menggunakan glukosa dalam jumlah yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan kontrol pembanding. GMR (glucose metabolic rate)
otak pada orang-orang yang memiliki skor tinggi dalam tes abstrak lebih
sedikit/lebih kecil dibandingkan grup kontrol. Inteligensi bukan dipandang dari
seberapa keras otak bekerja, tetapi lebih pada seberapa efisien otak bekerja.
Belajar dapat menurunkan kerja metabolis otak karena rutinitas yang biasa kita
lakukan sehari-hari akan berjalan otomatis dan tidak memerlukan perhatian
khusus.
Haier
dkk. dalam Solso (2008) juga melakukan penelitian mengenai GMR pada individu
yang mengalami retardasi mental dan down syndrom. Hasil dari MRI (Magnetic
Resonance Imaging) menunjukkan bahwa individu dengan keadaan tersebut
mempunyai volume otak 80% dari otak para partisipan yang digunakan sebagai
kontrol. Data PET menunjukkan bahwa GMR lapisan luar (cortex)pada otak
individu yang mengalami retardasi mental dan dowm syndrom mempunyai
ukuran yang lebih besar dibanding korteks otak partisipan yang digunakan
sebagai kontrol.
Gambar 2. Area yang
Terlibat dalam Pemrosesan Spasial dan Verbal dalam Otak